CINTA TERLARANG - EKSTRA PART

 



SINOPSIS:

Setelah terasing selama 1 tahun terakhir di negeri China akhirnya Herman, karin dan Hanum kembali ke Indonesia. Bagaimana akhir kisah antara Herman dan Karin saat putri tirinya itu mengenalkan sosok Danu sebagai pria yang saat sedang dekat dengannya? Apakah Herman akan tetap mempertahankan perasaan terlarangnya pada Karin atau justru merelakannya dimiliki oleh pria lain?

FORMAT : FILE PDF

JUMLAH HALAMAN : 20 HALAMAN

HARGA : Rp.5000


Suasana siang di sebuah rumah berlantai dua yang berbentuk bangunan joglo dan berhalaman luas itu nampak sepi. Banyak pohon rindang yang tumbuh seperti pohon mangga, pohon nangka, serta beberapa pohon kelapa dengan nyiur yang melambai tertiup angin. Sejumlah tanaman hias dengan bunga-bunga nan cantik dan tertanam di pot kecil juga nampak berjejer rapi mengelilingi bangunan itu.

Beberapa sangkar burung yang berisi mahluk lucu bersuara merdu serta bersayap sedikit mengurai kesunyian di sekitar bangunan. Semilir angin sepoi yang berhembus mengakibatkan gesekan dedaunan pohon hingga menimbulkan suara gemerisik, beriringan dengan kicauan burung dari dalam sangkar.

Di salah satu sudut ruangan terdapat sebuah kamar yang menghadap langsung ke halaman depan. Di dinding kamar yang bercat putih tulang itu tertempel beberapa pigura foto dan piagam penghargaan, tertata rapi hingga menimbulkan kesan serius bagi penghuninya. Di bagian ujung ruangan yang berbatasan langsung dengan jendela kamar terdapat sebuah meja tulis besar, deretan buku karya filsuf terkenal tertata rapi di atasnya. Herman nampak tenang duduk menghadap meja sambil menulis sesuatu pada selembar kertas. Di bawah meja sudah berserak belasan kertas yang berbentuk gumpalan kusut setelah diremas pria gagah itu sebelumnya.

Sudah hampir 2 minggu dirinya beserta Karin dan Hanum kembali ke Indonesia. Hendra menjadikan rumah mendiang orang tuanya di Solo sebagai tempat sementara bagi ketiga orang itu setelah nyaris 1 tahun menjalani pelarian di negeri China. Dua minggu lalu melalui biro intelejen China, Hendra mendapat berita jika mereka berempat bisa kembali pulang. Semua kasus yang terkait atas pelarian mereka juga sudah ditutup, Presiden baru hasil dari Pemilu demokratis memerintahkan untuk mempetieskan kasus upaya kudeta yang diprakarsai oleh Menteri Harso. Presiden tak ingin di masa awal pemerintahannya muncul goncangan politik karena kasus tersebut, maka dia memerintahkan untuk semua orang yang diduga terlibat pada kasus tersebut mendapat suaka politik.

Tentu hal ini menjadi kabar gembira bagi Herman, terlebih pada Karin dan Hanum yang hampir setahun terasing di negeri nun jauh disana. Hanya Hendra saja yang pada akhirnya menolak pengampunan itu, dia memilih untuk tetap berada di China dan terus mengabdi pada badan intelejen negeri komunis itu. Pilihan sudah diambil, Herman menghormati keputusan Hendra dan sama sekali tak mempermasalahkannya. Bagi Herman, keselamatan serta kebahagiaan Karin adalah yang paling utama. Kembali ke Indonesia adalah salah satu cara untuk membuat putri tirinya itu kembali bahagia.

Meskipun tak bisa kembali tinggal di Ibukota, tapi itu sudah cukup untuk Herman dalam memulai lembaran hidup baru. Sementara Hanum memilih untuk kembali ke Jakarta, rupanya tenaga serta kemampuannya masih dibutuhkan oleh badan intelejen negara, sebuah kesempatan untuk kembali menata karirnya kembali. Nasib baik juga dialami Karin, putri tiri Herman itu  juga sudah mulai bekerja menjadi admin di sebuah instansi pemerintah, lagi-lagi itu juga karena campur tangan Hendra yang memiliki banyak link semasa masih menjadi anggota intelejen di Indonesia.

Herman sendiri masih berupaya untuk kembali mendapat pekerjaan, sudah hampir satu minggu ini pria gagah itu menulis surat permohonan agar bisa kembali dipekerjakan di badan intelejen sama seperti halnya dengan yang didapatkan oleh Hanum tapi masih belum membuahkan hasil. Meskipun Presiden memerintahkan untuk menutup kasus serta memberi suaka politik buat Herman, tapi track recordnya yang tak cukup baik selama menjadi anggota intelejen membuat kans untuk kembali berdinas bisa dibilang menipis. Herman hanya bisa berharap sambil menunggu peluang baru dalam hal menata kembali kehidupannya.

****

Suara sepeda motor 4 tak terdengar memasuki halaman rumah, Herman melongok keluar jendela dan mendapati Karin turun dari boncengan bersama seorang pria berwajah tirus dengan tinggi sekitar 170 sentimeter, berusia hampir sebaya dengan Karin. Keduanya lalu melangkah masuk ke dalam rumah, Herman langsung keluar dari dalam kamar melihat siapa gerangan pria yang untuk pertama kalinya datang ke rumah ini.

“Pah, kirain masih tidur siang.” Ujar Karin saat melihat Herman muncul dari dalam kamar. Pria yang bersama Karin mengangguk ramah sebelum menyalami Herman

“Kenalin Pah, ini Mas Danu. Temen kerjaku.” Kata Karin memperkenalkan Danu pada Ayah tirinya. Herman menjabat erat tangan Danu.

“Halo Om.” Sapa Danu ramah.

“Kenalkan Saya Herman, papa tirinya Karin.” Balas Herman memperkenalkan dirinya.

“Oh iya, iya. silahkan duduk Mas.” Lanjut Herman mempersilahkan Danu untuk duduk di kursi ruang tamu. Karin beranjak ke belakang untuk membuat minuman, meninggalkan papa tirinya sementara waktu mengenal Danu, pria yang seminggu terakhir gencar melakukan pendekatan dan berniat untuk menjalin hubungan yang lebih serius bersama Karin.

“Asli mana Mas?” Tanya Herman, mencoba mencari bahan obrolan.

“Saya asli dari Surabaya Om, tapi sudah hampir 2 tahun ini Saya dipindahtugaskan di Solo.”

“Oh gitu, di sini tinggal sendiri atau?”

“Saya ngekos di deket kantor Om.”

“Gimana betah tinggal di Solo?” Lanjut Herman.

“Dibetah-betahin Om, udah resiko pekerjaan juga, jadi mau nggak mau harus tetep dijalani meskipun jauh dari kampung halaman.” Herman mengamati lekat wajah tirus Danu, seperti sedang menerka niat pemuda itu hingga berani datang untuk menemuinya.

“Bagus, memang harus begitu. Om dulu juga kayak gitu, harus kerja kemana-mana demi tuntutan karier. Kadang yang paling penting itu bukan uang, tapi pengalaman. Semakin jauh Kamu merantau maka semakin bayak pengalaman yang akan Kamu dapat, dan itu nggak bisa dinilai dengan uang.” Ujar Herman. Danu mengangguk-angguk mendengar petuah dari ayah tiri wanita yang telah membuatnya jatuh cinta.

Tak lama Karin muncul dengan membawa tiga gelas teh hangat dan dua toples cemilan ringan untuk disuguhkan. Gadis cantik itu lalu duduk di samping Herman, menghadap langsung ke arah Danu yang duduk di hadapannya, dipisahkan oleh meja kaca kecil.

“Mas Danu ini kerja di tempatku juga Pah, cuma beda divisi aja. Aku di bagian administrasi sementara Mas Danu di bagian personalia.” Jelas Karin, dari raut wajahnya yang berbinar Herman bisa menangkap kesan mendalam yang diberikan Karin pada sosok Danu. Apakah Karin telah jatuh cinta pada pemuda ini? Secepat ini?

Tiba-tiba perasaan aneh itu menyeruak menyesaki dadanya, perasaan takut kehilangan sekaligus cemburu. Ya, Herman merasakan jika kedatangan Danu kali ini adalah sebagai pengingat hubungannya dengan Karin hanyalah sebatas ayah dan anak tiri, tak boleh lebih. Sisi keegoisannya sebagai seorang pria matang kembali diuji, kehilangan Karin karena telah menambatkan hatinya pada seorang pria harus dia terima, toh selama ini yang dia pikirkan hanyalah tentang kebahagiaan putri tirinya itu. Tapi, dia juga mencintai Karin layaknya seorang pria dewasa. Getar cinta terlarang itu sudah bersemi jauh sebelum Danu datang untuk menemuinya hari ini. Herman berada di sebuah persimpangan jalan yang harus dia pilih, antara menerima Danu, atau memaksakan perasaannya pada Karin.

“Ya sudah, kalian lanjutkan dulu. Papa mau beres-beres kamar dulu ya.” Herman beranjak dari tempat duduknya, kemudian melangkah pergi meninggalkan Karin dan Danu di ruang tamu.

“Ada apa dengan Papa? Kenapa jadi tiba-tiba menjadi dingin seperti ini? Apa dia nggak suka dengan Mas Danu?” Batin Karin sesaat setelah Herman melangkah pergi dari ruang tamu.


Posting Komentar

0 Komentar