INNONCENT

 


GENRE : DRAMA EROTIC
JUMLAH HALAMAN : 141 HALAMAN
HARGA : Rp 15.000


PART 1

“Siapa yang mau anterin dia balik?”

“Lo aja!”

“Males ah…..”

“Eh lagian ngapain juga dianter balik sampe rumahnya? Cari tempat aman, panggilin gojek gitu lho, supaya ngga repot.”

Saling lempar tanggung jawab. Tapi sepertinya tidak ada yang mau bertanggung jawab tentang nasib anak ini. Anak cewek yang lugu itu hanya berbaring, sambil berusaha mengatur nafasnya agar terlihat normal.

Wajahnya tampak innocent, tanpa dosa. Seharusnya anak cewek seusianya tidak mengalami hal-hal semacam ini. Rambutnya seleher, hitam legam, kontras dengan kulitnya yang putih. Dia cantik, manis, sekilas terlihat seperti selebgram yang berseliweran di suggestion section instagramku. Di usianya yang baru 18 tahun, seharusnya dia sedang mempersiapkan dirinya untuk kuliah, tapi kendala biaya membuatnya tenggelam di dunia malam.

“Suruh mandi dulu gih!”

“Gue mandiin aja, mendadak nafsu lagi, pengen Gue pake.”

“Dasar nafsuan, ngga cukup apa tadi?”

“Mumpung masih bisa… Hahahaha!”

Salah seorang dari kami menghampiri Fara yang terbaring lemah di atas kasur. Dia hanya mengenakan tank top hitam, tanpa bawahan sama sekali. Bibirnya masih agak belepotan, kalian tahu sendiri lah belepotan apa. Badan mungil Fara lalu dibopong, ke arah kamar mandi. Dimandiin katanya. Sudah pasti dia disetubuhi lagi di sana, entah oleh berapa orang.

Entah kenapa aku bisa ikut-ikutan ada di situasi seperti ini. Kepala dan hatiku kadang berkata tidak, tapi nafsu dan rasa penasaranku mengalahkan keduanya. Aku sekarang berusaha untuk menekan perasaan tidak enakku, sambil mendengar suara erangan tipis yang berasal dari dalam kamar mandi. Pemilik suara erangan yang menggairahkan itu, sepertinya tidak menikmati prosesi pencabulan atas dirinya. Malam ini sepertinya belum selesai untuk Fara.

***

“Mau diturunin dimana?”

Aku bertanya sambil menyetir mobilku pelan. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Setelah tak tahan dengan saling lempar tanggung jawab dengan teman-temanku, aku menawarkan diri untuk mengantarkan Fara pulang, pergi dari pria-pria laknat, termasuk diriku, yang sedari tadi menggunakan tubuhnya sebagai alat pemuas nafsu.

“Terserah kakak.” Jawabnya dengan nada lemah, sambil menatap ke arah jalanan dengan tatapan kosong.

“Jangan terserah dong.” aku berusaha ramah, padahal tadi aku termasuk salah satu orang yang menidurinya.

“Terserah…”

Aku tak melanjutkan perkataanku lagi. Entah apa yang dia rasakan sekarang, sehabis melayani enam lelaki sekaligus. Di balik sweater abu-abunya, ada tank top hitam yang dikenakannya tadi, dan dia memakai celana jeans serta sneakers kumal, sambil memeluk ranselnya, tanpa menggunakan seatbelt.

Fara Prameswari namanya. Nama yang sederhana, sesuai dengan background keluarganya yang sederhana. Setahuku ayahnya guru SD dan ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Anak pertama dari lima bersaudara. Tinggal di pinggir kota Jakarta, hampir dekat dengan tempatku bersarang di kota ini. Setahuku, dia ingin kuliah. Setahuku, keluarganya sulit membiayai kuliahnya.

Dan oleh karenanya, dia dipengaruhi temannya untuk menjual diri. Dan itu pilihan yang sebenarnya menurutku agak salah. Dia benar-benar polos, dan dia benar-benar minim pengalaman seks, pada awalnya. Karena kepolosannya itulah, dia terjebak, menjadi pemuas nafsu kami. Sekumpulan pria yang rutin memakainya asal-asalan dan merendahkannya sebagai manusia.

“Di halte yang itu ngga papa? Nanti saya panggilin gojek.” aku menunjuk ke sebuah halte bus, di ujung jalan. Ada dua orang di sana. Yang satu bapak-bapak tua pedagang kopi dan rokok, dan satunya adalah pedagang nasi goreng yang sedang ngaso. Sepertinya akan aman.

“Nggak apa-apa.”

“Oke saya panggilin gojek aja ya?”

“Nggak dipanggilin juga nggak apa-apa Kak.” jawabnya lirih, sambil terus menatap ke jalanan.

“Eh, bahaya ntar.”

“Nggak apa-apa…” jawabnya pelan, tanpa gairah dalam suaranya.

“Bentar…” aku menghentikan mobilku di depan halte itu, sambil mencoba meraih handphoneku, untuk memanggil ojek online.

“Nggak usah Kak.” dengan gerakan pelan, Fara membuka pintu mobil.

Dia keluar seperti tak bernyawa, dan entah kenapa aku tidak mampu berkata apa-apa, melihat dirinya pergi begitu saja. Aku tertegun, melihatnya turun. Dia jalah tertatih, namun entah mengapa kedua bapak-bapak yang sedang nongkrong di halte tidak melirik sedikitpun pada dirinya. Sejenak aku melamun, sambil tetap mencoba memanggil ojek online lewat handphone. Setidaknya, aku ingin dia aman pulang ke rumahnya.

***

Aku terbangun dan langsung melihat handphoneku. Group chatt laknat kami pagi ini sudah penuh dengan rekaman aksi bejat kami semalaman bersama Fara. Harus kuakui, aku sedikit bersemangat melihat semua foto-foto tersebut, walau ada sedikit rasa tidak enak di hati.

“Kapan-kapan tambahin orangnya!” sahut salah satu dari kami.

“Gue penasaran mau diapain lagi ni cewek.”

“Kok memeknya nggak lebar-lebar ya?”

“Titit Lu semua pada kecil kali!”

Bercandaan seperti itu setiap harinya dilontarkan untuk Fara. Cewek itu tentu tidak ada di group ini. Yang ada hanyalah foto serta video mesumnya saja.

Aku menatap sebuah foto close up. Fara sedang mengulum batang penis, sambil digerayangi oleh kami semua. Foto selanjutnya tak kalah bejat. Fara berbaring sambil disetubuhi, dan kedua tangannya sedang menggenggam dua penis. Ekspresi mukanya tak jelas. Entah kesakitan, entah meringis nikmat. Lalu ada foto Fara bersimpuh di karpet, sambil mengulum dan menggenggam beberapa penis sekaligus.

“Eh ini video yang di WC semalem!”

“Aahh… Aaaaaaahhh… Sakit….. Ngggg…” suara Fara langsung menggelegar di speaker handphoneku.

Aku otomatis langsung mengecilkan volumenya. Di video itu, Fara sedang dibopong oleh dua orang, dan seorang lagi sedang menggauli Fara dengan asal-asalan. Fara telanjang bulat di video itu. Ekspresi mukanya seperti sedang menahan tangis. Aku menelan ludahku. Rasa kasihanku semalam pada Fara lenyap. Mungkin kami memang sebejat itu. Mungkin Fara memang diciptakan untuk menjadi budak seks kami. Dunia memang tidak adil.

 

 

 

 

 

 

 

 

PART 2

Aku masih ingat, bagaimana mulanya Fara terjebak dalam situasi ini. Entah dari kapan, aku dan beberapa orang temanku semenjak kuliah sering berbagi pengalaman seksual bersama. Mulai dari berbagi cerita pribadi pengalaman dengan pasangan kami, sampai kepada cerita kenakalan kami, terutama saat menyewa cewek-cewek bayaran.

Bahkan tak jarang kami bertukar kontak para cewek itu, ataupun memakainya bergantian. Ingat, bergantian. Tidak pernah sebelumnya kami menyetubuhi seorang cewek bersama-sama. Kebiasaan kami ini terbawa sampai kami tumbuh dewasa, sampai di usia kami yang menjelang tiga puluhan ini. Satu dua orang dari kami sudah menikah, tapi tetap tidak mengurangi kenakalan mereka.

Semuanya masih terasa normal. Sampai di saat kami bertemu Fara. Seorang teman, Derren memposting foto cewek yang tampak muda dan lugu, di group chatt kami.

“Siapa nih?”

“Namanya Fara, masih muda banget, 18 tahun.”

“Cakep ya, kayak anak baik-baik.”

“Eh dia beneran anak baik-baik tau!”

“Anak baik-baik ngapain lo posting fotonya di mari?”

“Soalnya gue pernah make dia dua kali.”

“Katanya anak baik-baik?”

“Ya kan banyak anak baik-baik tapi butuh duit bro.”

Aku bisa membayangkan seringai Derren saat aku membaca pesan singkat darinya tersebut. Singkat cerita, kami langsung tahu profil Fara dari Derren. Seorang anak yang kebingungan mencari dana untuk kuliah, dan dia mendapatkan solusi mudah dari temannya. Menjual diri.

Katanya sih, sudah tidak perawan sejak pertama kali dipakai oleh Derren. Tapi, rasanya seperti sedang menggauli perawan. Lugu katanya, dan kaku pula gerakannya. Entah kenapa teman-temanku seperti makin bersemangat ketika mengetahui kepolosan dan keamatiran Fara.

“Bagi dong kapan-kapan.”

“Entar lah, Gue masih seneng ngekepin dia sendiri.” sambar Derren.

“Ya kan Lo ngga tau dia ditidurin siapa lagi selain sama Lo.”

“Iya sih.”

“Terus kenapa ngga bagi-bagi?”

“Nggak apa-apa, hahahaha!”

Aku ingat, hampir seharian kami semua membahas soal Fara. Kami seperti berebutan ingin menyewa jasanya, menidurinya. Termasuk aku. Dan malam itu, perdebatan dan perebutan mendadak berhenti, karena ada satu pendapat yang membuat kami semua berpikir.

“Kalo emang Lo ngga mau gantian, kita pake aja rame-rame!”

Wait. Aku mengernyitkan dahiku. Mendadak aku membayangkan adegan-adegan di film porno, dimana seorang cewek dipakai bersama-sama oleh beberapa lelaki sekaligus. Bahkan ada beberapa video, dimana si cewek terlihat tampak tidak nyaman dan kewalahan.

“Nah ini! Modern problem require modern solution!” sahut salah seorang dari kami.

“Hahaha Gue males liat titit Lo!”

“Kan Lo pernah ngintip waktu gue kencing.”

“Bangke!”

“Eh, cobain aja sekali-kali kita gangbang ini cewek. Gue ngaceng banget ngebayangin ni bocah digangbang!” sahut Derren.

Wow! This is new for us! Bergantian memakai seorang cewek, beberapa dari kami pernah. Tapi meniduri satu objek bersama-sama, ini hal baru.

“Hmm…Coba Lo tanya dulu deh, dia bisa dibooking ramean nggak? Kan banyak yang ngga mau.” sahutku. Mencoba untuk menginisiasi langkah bejat terbaru kami.

“Oke bentar, coba Gue tanyain. Tapi semua bayar full ya?” sambung Derren.

“Ok, siap!”

***

“Ngga mau…” ujar Derren, selang beberapa hari kemudian.

 “Takut katanya.”

“Kapan nanyanya?” aku menghisap rokokku dalam-dalam, sambil menyesap kopi panas. Derren menyeringai di hadapanku. Kami berdua sedang menghabiskan waktu sore menjelang malam di sebuah cafe, setelah pulang kantor, sebelum menuju kediaman masing-masing.

“Kemaren.”

“Kenapa ngga ngasih tau dari kemaren?”

“Lupa.”

“Hebat bisa lupa masalah yang jorok-jorok.” tawaku.

“Iya. Haha.” tawa Derren pelan dengan muka kesal.

“Padahal Gue udah ngebayangin.” sambungnya.

“Lo ngebayangin ngeliat titit kita semua ya?” candaku asal.

“Sialan!” Derren tertawa kecil sambil membuka handphonenya.

 “Eh. Coba lo liat group deh.” muka Derren tampak agar ditekuk, tapi matanya berbinar.

“Kenapa?”

“Gue udah bilang di group, kalo tu cewek ngga mau dipake ramean. Lihat respon temen-temen.”

“Hmm?"

Dijebak aja. Lo sewa dia, kita ngumpet, terus di ambush hahahahaha!

Aku agak melotot melihat jawaban di group itu. Aku tersenyum sedikit.

“Gila apa, kayak gitu mah kriminal.”

“Kok Gue ngga kepikiran gitu ya?” Derren malah menyeringai.

“Yang bener Lo! Gila kali, kalo dia lapor polisi gimana?”

“Ya jangan sampe lapor lah. Bocah sepolos ini mana kepikiran lapor polisi? Germo aja ngga punya, tolol dia.” tawa Derren.

“Eh, gimana? Jangan ah, kelewatan ini kalo Gue bilang.”

“Ya bungkam aja pake duit, lagian harganya dia dibawah rata-rata, gara-gara dia bego, ngga pake germo dan pelanggannya masih dikit banget.”

“Ini mah merkosa!” aku menarik nafas dalam sambil menatap wajah Derren yang berbinar-binar.

“Bro, Gue udah penasaran banget liat muka polosnya ngisep banyak titit.” tawa Derren, tak peduli dengan komentarku.

“Seriously?”

“Tenang bro, coba gue pikirin gimana skenarionya. Ni anak kelewat polos, bisalah nanti Gue kondisikan.”

“Waduh, kalo merkosa orang mah….”

“Yakin Lo ngga mau ikutan?”

“…..”

“Bayangin…Muka anak baik-baik kaya gini kepayahan ngeladenin banyak titid! I’m excited!” bisik Derren.

“Mmm…..”

“Kalo Lo ragu ngga usah ikutan.”

“Gue…”

Make up your mind, Gue udah kebayang serunya sih…”

***

Entah kenapa aku ada disini sekarang. Kami berlima ada di kamar mandi sebuah hotel bintang empat, tertawa-tawa tanpa suara. Di luar sana, Derren sedang bersama Fara. Sudah pasti Fara sedang digarap oleh Derren. Suaranya terdengar sayup-sayup dari balik pintu.

“Udah nggak sabar Gue…”

“Tunggu aba-aba!”

Aku menelan ludah. Sepertinya aku tidak punya pendirian. Kemarin bilang tidak, sekarang iya-iya aja. Jujur aku penasaran. Sama seperti teman-temanku. Kami sedang menjalani skenario yang sudah direncanakan. Nanti kami akan keluar tiba-tiba dan akan menggarap Fara beramai-ramai.

“Gue sengaja ngga coli minggu ini.” tawa Rio sambil berbisik.

“Too much info.”

“Pengen Gue suruh nelen peju.”

“Bangke males bayanginnya.”

“Ntar juga Lo liat.”

Lelucon-lelucon porno yang merendahkan Fara mulai terdengar dari bisikan-bisikan mereka. Tampaknya rencana baru nan bejat ini mulai membutakan kami semua. Kami menganggap uang dan rekaman adegan seks kami dan Fara dapat membungkam bocah lugu itu.

“Bro..” Suasana yang hening di kamar mandi ini berasa menegangkan.

“Ya?”

“Keluar sekarang!” kata Derren.

“This is it!”

“Gue udah excited dari tadi!”

“Nggak sabar liat si Fara ngemutin titit insinyur.”

“Kondom di mana?”

“Di tas Derren semua.”

“Yuk!”

Salah seorang dari kami membuka pintu kamar mandi, dan kami menyelinap keluar, pelan-pelan, namun tampak buru-buru. Sebagian besar sudah tidak sabar ingin bereksperimen dengan tubuh Fara. Wajah polosnya yang selama ini kami lihat lewat foto, membuat kami penasaran.

“Nnhhh… Ahhh… Ahhhh…” kami semua menelan ludah.

Derren sedang duduk di pinggir kasur, Fara ada di pangkuannya, memeluk leher Derren lemah. Cewek cantik itu telanjang bulat, naik turun dengan perlahan di atas penis Derren. Gerakannya tampak canggung, bukti kalau dia memang minim pengalaman walaupun sudah terjun untuk beberapa waktu di bisnis lendir.

Kulitnya putih bersih, badannya langsing cenderung kurus, dengan payudara  yang proporsional. Rambutnya hitam, seleher, membuatnya semakin terlihat menggemaskan. Mulutnya terbuka, mengeluarkan erangan-erangan amatiran. Matanya tertutup, entah dia menikmatinya atau malah kesakitan tak jelas.

“Hei, Fara…” Derren menghentikan gerakannya, menahan Fara di pelukannya.

“Nnn… Iya kak?”

“Coba liat belakang.”

“Eh???” Wajahnya yang polos menatap kami semua. Mukanya tampak kaget.

“Kak?”

“Temen-temen Gue pengen ikutan maen. Boleh kan?”

“Kak… nanti….” Jawabnya dengan lugu, mengira kami akan menunggu mereka selesai beradegan seks.

“Nanti gimana?”

“Iya… itu… Abis kakak….. AH!” Derren menampar pantat Fara.

“Nanti gimana?”

“Gantian… Nnn… Nanti……” suaranya gemetar. Entah karena kaget, atau karena penis Derren masih menancap di vaginanya.

“Sekarang aja.”

“Kak… Gak mau…..” Fara mendadak berusaha keluar dari pelukan Derren. Tapi dia kalah kuat.

Derren memeluk pinggang Fara dengan keras, dan salah satu tangannya menggenggam rahang cewek itu. Wajah tanpa dosa terlihat ketakutan.

“Santai aja, ntar juga Lo dapet duit gede.”

“Kak…” tangannya berusaha mendorong bahu Derren, tapi entah kenapa, sepertinya tenaganya hilang. Mungkin dia belum bisa mengatur ritme bercinta, jadi tenaganya sudah habis. Beberapa temanku tampak gelap mata, mereka sudah mulai membuka baju satu persatu.

“Guys….” Derren menyeringai sambil memperlihatkan wajah Fara yang ketakutan.

“Sikat!”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PART 3

“Apaan sih pake aba-aba gitu, norak amat Lo!” ucap Tanto diiringi gelak tawa.

“Santai aja, kita baik semua kok.” aku tersenyum sambil menatap wajah Fara yang ketakutan.

Entah kenapa aku bisa bicara seperti itu. Mungkin aku hanya ingin Fara lebih rileks dan membuat acara malam ini berjalan dengan lancar tanpa kekerasan ataupun pemaksaan.

“Kak aku nggak mau….” Fara tampak lemas, Derren masih memeluknya erat dan dia tampak berusaha meronta dengan tenaganya yang terbatas.

“Tenang aja, ntar Lo dapet duit banyak buat bayar kuliah, santai aja.” bisik Derren sambil memainkan telinga Fara dengan lidahnya.

“Bejat amat Lo jilat-jilat kuping gitu.”

“Ntar juga Lo pengen jilatin” Balas Derren sewot.

“Gue sih pengen jilatin memeknya. Boleh kan Fara?” Ejek Tanto.

“Nggak mau….”

“Ah jual mahal amat sih Lo? Kita bayar kok!”

“Boleh nggak dia disingkirin dulu dari tititnya?” Kata Rio.

“Oiya, tapi nanggung nih.” Sahut Derren.

“Beresin dulu, kita bantuin.”

“Pegangin.”

“Kak!”

Dua orang dari kami, maju dan berusaha memegangi tubuh Fara. Gadis muda itu meronta kecil dengan sisa tenaganya. Entah kenapa gadis ini terlihat tak berdaya sama sekali. Derren dengan gerakan yang beringas menjatuhkan Fara di atas kasur. Kedua tangannya dipegangi kanan kiri, selang beberapa saat Derren dengan bersemangat menghunjamkan penisnya sambil mencengkram paha Fara.

“Aahh.. ahh… Ahh… Nnnnggggg…” Fara mengerang sambil berusaha berontak. Tiga lelaki dewasa yang menguasainya terlalu kuat untuk dilawan.

“Idealnya sih kalo di film-film, dia nyepongin kita dulu.” Seloroh Rio.

“Gimana mau nyepongin, udah langsung diserbu gitu.”  Tanto menggelengkan kepalanya, sambil duduk di sofa kamar hotel. Dia sudah telanjang bulat, sambil memperhatikan pemberontakan Fara yang sia-sia.

“Teteknya lucu ya, kecil gini tapi gemesin.” Celetuk Rendy. Dia sedang menahan tangan kiri Fara sambil mempermainkan puting cewek itu.

“Kak udah…Nggak enak…” Fara meringis, tampaknya dia tidak nyaman dengan gerakan tubuh Derren yang asal-asalan sementara sebelah payudaranya dimainkan oleh Randi.

“Sebelahnya nganggur tuh.”

Tanto memainkan handphonenya, sepertinya dia sedang merekam adegan tiga orang mencabuli Fara. Aku masih berdiri tertegun, dengan jantung berdegup kencang, melihat adegan yang selama ini hanya bisa kusaksikan di film porno.

“Aaaah!!” Fara mengerang keras, rupanya Rey, yang menahan tangan kanannya, mendadak menghisap payudara cewek berpostur mungil itu.

“Uhh… Aaaah…. Kak…. Lepasin… Udah.. Udah…”

Fara tampak tak berdaya, dia hanya bisa mengerang tak tentu arah, sambil menahan rangsangan yang bertubi-tubi. Aku berdiri, dengan tidak berpakaian lengkap, menatap itu semua. Tanto tampak makin excited. Benar dugaanku, dia sedang merekam persetubuhan ini dengan handphonenya.

“Lo kok diem aja sih dari tadi?” Surya, orang keenam yang dari tadi tampak semangat, sedang menarik kursi, agar ia bisa duduk menikmati pemandangan ketiga temannya sedang “memperkosa” Fara.

“Duduk sini bro.”

Tanto memanggilku agar aku duduk di sofa bersamanya. Aku bingung karena baru kali ini aku melihat penis teman-temanku berdiri tegak, dan semuanya saling tidak peduli. Perhatian hanya ada pada Fara yang meringis kepayahan, dengan mata yang mulai berair, mungkin sebentar lagi tangisnya tumpah, karena tidak kuat menahan rasa malu dan ketakutan yang absurd ini.

Aku beringsut pelan, sambil berusaha duduk nyaman di sofa. Aku menatap gerakan sadis Derren yang tidak peduli terhadap permohonan Fara untuk berhenti. Randi sudah mulai makin nakal. Dia ikut-ikutan Rey, menghisap dan menjilati puting Fara dengan nafas penuh nafsu.

“Fuck, gue udah mau keluar!”

Derren bergerak semakin liar. Surya sudah tidak duduk lagi. Dia merogoh tas Derren, mencari-cari kondom yang disediakan. Kami membeli banyak kondom untuk malam ini. Enam orang, mungkin kami membeli terlalu banyak.

“Fuck!” Derren mengejang, dia sudah mencapai orgasme. Dia meremas paha Fara lalu kemudian mencabut penisnya dari vagina cewek malang itu.

“Cepet amat Lo!” tawa Tanto, melihat Derren menjauh dari Fara. Derren berdiri, sambil meregangkan badannya, aku melihat spermanya memenuhi kondom yang masih melingkar di penisnya.

“Udah dari lama kali bro!” Sungut Derren tak terima mendapat ejekan.

Derren melirik ke arah Fara, yang sekarang sedang digerayangi Rey dari belakang. Salah satu temanku itu duduk di atas kasur, menarik badan Fara yang mungil, sambil meremas payudaranya dengan satu tangan yang lain. Randi berdiri di atas kasur, sambil memegang rambut Fara dengan gerakan yang menggebu-gebu.

“Sepongin kontolnya!” Rey memerintah Fara dengan nada penuh nafsu.

“Aku nggak mau….” Fara berusaha menghindar dari penis yang berdiri di depan wajahnya. Dia memalingkan mukanya dengan paksa, tampak ketakutan dan tak berdaya.

“Ayo cepet! Kamu dibayar!” Randi tampak tak sabar.

“Nggak mau… Udah….” Suara Fara bergetar, dia berusaha menghindar. Rey masih meremas dadanya, dan mendadak dia meraih leher cewek itu.

“Sepongin! Ayo, sini gue bantu!” Dia mencekik pelan leher Fara, sambil mendekatkan wajah Fara ke arah penis Randi.

“Nnnnnhhhhh…” Fara tampak tak sudi mengulum penis itu. Randi menyentuhkan ujung penisnya ke bibir Fara. Dia tertawa meledek, sementara aku menelan ludah.

“Udah sampe sini kalo nggak diisep sayang loh…” tawa Tanto merendahkan Fara. Sedangkan Derren entah ada dimana, mungkin dia bersih-bersih di kamar mandi setelah menuntaskan hajatnya. Sedangkan Surya duduk tenang, sambil memakaikan kondom ke penisnya sendiri.

“Udah masukin aja!” Rey tertawa sambil meremas kasar payudara Fara.

“Mmnnn…” Fara dengan terpaksa membuka mulutnya sedikit, dan itu dianggap aba-aba oleh Randi untuk menghunjamkan penisnya dengan kasar ke dalam mulutnya.

“Awas kalo sampek Lu gigit kontol temen Gue! Bakal Gue sebarin video Lu!”

Derren bersuara keras, dia sudah hadir kembali ke ruangan. Dia mengenakan T-Shirt dan celana boxer. Tampaknya Derren sudah ingin istirahat malam ini, memberi giliran pada kami untuk menggarap tubuh Fara.

“Mmnn… Nnn…”

Fara menutup matanya erat-erat, sedangkan Randi memaju mundurkan penisnya di dalam mulutnya dengan pelan. Randi memegang kepala Fara agar cewek itu tidak meleng dari nasibnya malam ini, memuaskan kami yang bejat ini. Rey sekarang tidak hanya menjelajahi payudara Fara, dia juga meraba-raba vagina cewek itu dengan gerakan yang kasar. Tangan Fara dibiarkan begitu saja terkulai. Cewek itu sepertinya sudah kehilangan arah dan bingung.

“Keluarin di dalem mulutnya aja!” tawa Surya.

“Engga ah, kurang enak nyepongnya tai!” Randi menatap Fara dengan pandangan melecehkan.

“Lo aja yang nggak pinter makenya.” ledek Tanto.

“Keluarinnya entar aja pas make memeknya!”

“Gue udah ngga coli seminggu, taunya nyepongnya cuman gini doang, kesel bangsat!” Randi mendadak menahan kepala Fara, dia memasukkan penisnya lebih dalam lagi. Dia memaksa cewek itu melakukan deep throat.

“Nnhhkkk… Nhhkkk!” mata Fara berair. Mukanya memerah.

 “Aahh!! Uhkk.. Uhk… Uhhkk…!” Fara terbatuk-batuk saat penis Randi keluar dari mulutnya. Air liurnya deras menetes. Mukanya tampak berantakan, tapi entah kenapa kami jadi makin bersemangat.

“Sini Gue ewein!” Surya maju, Rey tanpa diminta membopong badan Fara yang tampak ringan itu. Surya berbaring, dia menarik kaki Fara yang lemah, meminta cewek itu agar duduk di atas penisnya.

“Ahhh!!”

 Fara berteriak pelan, saat penis Surya masuk ke dalam lubang kewanitaannya. Surya memompakan penisnya dengan semangat, sehingga membuat badan Fara naik turun. Rey masih tetap rajin meremas payudara Fara dengan kedua tangannya. Randi melangkahi Surya dan berdiri di atas badan Surya, dia tampak masih penasaran dengan kemampuan fellatio Fara.

“Sepongin lagi!” dia memerintah Fara dengan nada gusar. Fara bergidik ngeri, membuka mulutnya dan mulai mengulum penis Randi kembali.

“Mnnn… Mmmhh..” Fara mengerang kecil, tak berdaya.

“Nggak enak gini sumpah, bisa nyepong nggak sih Lo?!” Randi mencabut penisnya dari mulut Fara, dan dia mendadak menampar cewek itu.

“Akh!!” Fara berteriak keras, kaget.

“Hei! Kalo Lo gamparin dia, Gue hajar Lo!! Jangan emosi gitu tai!” teriak Derren.

“Sori bro kebawa emosi Gue, nggak enak nyepongnya, sumpah!” Randi masih terlihat tak nyaman dengan cara Fara melakukan oral seks.

“Dia kaget bego! Tadi enak kok nyepongnya. Udah, Lo nikmatin aja nggak usah banyak protes!” Derren bangkit, sambil berusaha merekam adegan mesum.

“Nnn…..” Fara menurut, dia membuka mulutnya, mulai menjulurkan lidah dan menjilati batang kejantanan Randi dengan gerakan canggung.

“Kayak gini daritadi kan enak!” Randi mendengus dengan nada kesal.

“Dipake dong tangannya….”

Rey mengangkat tangan kanan Fara. Dia memerintahkan cewek itu mengenggam penisnya. Fara hanya bisa menurut dengan mata berkaca-kaca. Mungkin dia sudah menangis sekarang.

“Ughhh…Enak banget!” Randi mengeluh lagi, sambil menatap wajah Fara yang sudah tampak linglung.

“Sempit banget ni perek.”

“Mukanya udah ngga jelas gitu, kayak mau pingsan.”

“Tai Gue pengen buru-buru ngentotin dia.”

“Aahh…. Kak.. Sakit…”

“Masa diremes gini doang tetek lo sakit sih?”

“Mnnnhh… Aaahh… Aa… Aahh…”

“Pindah-pindah, dia dibawah deh!”

“Bentar gue pake kondom dulu.”

Aku terdiam dari tadi. Nafasku memberat. Tubuh Fara dibolak-balik, dikerjai bergiliran. Wajahnya tampak kepayahan, ketakutan sekaligus kebingungan. Pemberontakannya sudah berhenti, suara yang keluar dari mulutnya hanya erangan, atau ekspresi kesakitan. Entah karena remasan yang terlalu kuat, penis yang asal- asalan keluar masuk di vaginanya, atau penis yang berusaha dia layani dengan tangan dan mulutnya.

“Lo maju dong!”

Tanto menegurku yang sedang intens menatap Fara. Aku menelan ludah dan kemudian bangkit. Randi sudah selesai dengan agenda oral seksnya. Fara berbaring di kasur. Surya sedang menyetubuhinya. Kedua tangannya sedang menggengam penis Randi dan Rey. Kedua pria itu sedang mempermainkan payudara cewek malang itu.

“Buka mulutnya ya…” aku berkata pelan, sambil duduk di atas wajahnya. Fara yang kebingungan hanya membuka mulutnya pasrah, berusaha menerima nasibnya mengulum penisku.

Iya, memang benar seperti yang Randi bilang. Dia hanya membuka mulutnya dan aku yang harus memaju mundurkan sendiri penisku di dalam mulutnya. Tapi tidak seburuk yang ia bilang. Kondisi gangbang yang kacau ini membuatku makin bersemangat memperkosa mulutnya. Gila.

Fara melayani empat orang sekaligus. Kedua tangannya sibuk dengan penis temanku, dan vaginanya sedang dihajar oleh Surya. Mulutnya terasa hangat di penisku. Aku mulai menikmatinya. Entah apa yang Randi inginkan sehingga dia merasa oral seks yang diberikan Fara tidak nikmat. Aku bergerak dengan gerakan yang stabil, sambil menatap wajah lugu cewek ini, yang tampak sulit bernapas.

“Ngghhh… Nnnnggg…. Nggghh…” suaranya yang lemah itu terdengar menggairahkan di telingaku.

“Gila sempit amat ya, yakin ini perek? Bukan lo ngangkut di jalan tadi kan?” tawa Surya, sambil menikmati Fara yang tak berdaya ini.

“Haha, emang lo pikir gue predator?!” balas Derren yang tampak santai.

“Lo ga mau ngentotin dia lagi?” Tanto masih sibuk merekam kami semua yang berbuat amoral pada tubuh Fara.

“Engga.” jawab Derren pelan.

“Gue pikir Lo mau abis-abisan…”

“Gue bukan bintang bokep, taik!” Derren tertawa, sambil ikut merekam adegan demi adegan kami.

“Enak banget ya ni cewek.” napas Surya tampak tersengal-sengal. Jelas saja, dia bergerak dengan ganas dan liar. Sementara Fara hanya terkulai lemah.

“Ahh.. Gila..” Aku merasakan perasaan geli mendadak di perutku.

“Napa Lo?”

“Ehh…”

“Nhh.. Uhhkk… Uhh…” Fara tersedak. Tanpa sadar spermaku meledak di mulutnya. Aku lantas bangkit dan beringsut mundur.

“Wow gila cupu banget Lo! Baru disepong bentar udah keluar.” Tanto maju, sambil menyimpan handphonenya entah dimana.

“Nnnggg… Uhhh… Uhuk!” wajah Fara terlihat makin merah, dan sperma kental membasahi bibirnya, cewek itu berusaha mengeluarkan cairan kejantananku dari mulutnya. Fara terlihat mual dan tak siap.

“Seksi banget mukanya belepotan peju kayak gini. Diminum dong sayang, jangan dibuang. Masa udah dikasih orang dibuang-buang?” tawa Tanto, sambil menyentuh kepala Fara dengan gerakan yang sok manis.

“Nnggg.. Udah… Aku mau muntah… Mual…” Fara mulai merengek.

“Kacau sih, Lo tanggung jawab, bikin dia kayak gitu!” Derren menepuk pundakku sambil mengabadikan muka amburadul Fara dengan kamera handphonenya.

“Shit! Gue tambahin deh, biar makin cantik mukanya belepotan peju.” Surya menarik penisnya dari vagina dan dia melepas kondomnya dengan satu gerakan cepat. Dia lantas mengocok penisnya sendiri dengan kencang dan mengarahkannya ke arah wajah Fara.

“Nnnhhhh…” Fara meringis. Sperma hangat yang deras tumpah di mukanya. Dia tampak kepayahan. Randi dan Rey melepas tangan Fara dari penis mereka.

Pemandangan ini sebenarnya terlihat seperti TKP pemerkosaan. Fara berbaring lemah, dengan muka belepotan sperma. Beberapa bagian tubuhnya terlihat agak memerah karena tamparan maupun gigitan dari kami. Dia tampak bingung, hilang arah. Mata sayunya seperti tak bernyawa, nafasnya pun terdengar berat.

“Baru dientot dua orang udah kayak gini.” Tanto malah tertawa melihat Fara yang kelelahan.

“Lo mau ngewe dia lagi ngga entar?” Randi tampak bersemangat.

“Enggak…” aku meringis, di satu sisi, ini semua excited, tapi ada perasaan kasihan melihat Fara yang tampak tak berdaya seperti itu.

“Lemah, minggir giliran Gue sekarang!” Tanto meraih badan lemah Fara, dan dia menariknya di atas kasur.

“Kak… Udah… Aku… Ah!!!” Tanto memaksa agar badan Fara berposisi menungging, bertumpu pada lututnya. Tanto menarik tangan Fara ke belakang, dan buah dadanya yang mungil maju ke depan.

“Udah mau pingsan gitu Lo suruh doggystyle?” Derren menggelengkan kepalanya. Tiga orang dari kami sudah ejakulasi dan tampaknya tidak kuat melanjutkan adegan malam ini lagi. Salah satunya adalah aku. Tinggal Tanto, Rey dan Randi yang masih belum.

Sekarang adegan tampak memanas, tak peduli dengan kondisi stamina Fara yang sudah habis. Cewek itu dipaksa bercinta dalam posisi doggystyle oleh Tanto, dan Randi sedang meraba-raba payudaranya sambil memainkan putingnya dengan gigitan kecil dan permainan lidah. Mulut Fara tidak menganggur, Rey memaksakan penisnya masuk ke dalam.

“Mmnn…. Mmmh…”

 Suara Fara makin terdengar tidak karuan. Dia tampak tidak menikmati adegan ini. Air mata tampak meleleh di pipinya, menyaru dengan sperma yang masih mengotori wajahnya. Entah, dia merasakan kenikmatan atau tidak malam ini.

“Liat tuh, bapak dua anak lagi ngentotin bocah!” tawa Surya meledek.

“Enak nggak Fara? Kalo enak besok-besok gini lagi ya?”

“Gue keluarin di mulutnya aja apa ya?” tawa Rey.

“Nyepongnya amatiran gitu kok pada suka sih?” Randi tak habis pikir.

“Fuck, sebentar lagi Gue mau keluar!” Tanto meringis sambil bergerak dengan penuh percaya diri.

“Keluar di dalem apa mau di muka juga?” tanya Rey.

 “Kalo mau gantian sini.”

“Boleh.”

 Tanto menarik penisnya dari vagina Fara, dan mereka bertukar tempat. Fara mereka baringkan lagi, dan Rey mulai menggagahinya. Tanto melepas kondomnya, lalu menghunjamkan penisnya ke mulut Fara yang tampak sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi.

“Keluarin dalam mulut seru nih. Bangke juga tangan gue jadi kena peju kalian!” tawa Tanto, yang sedang menggenggam wajah Fara agar posisi kepalanya nyaman bagi penis Tanto.

“Udah ngga sabar Gue!” sahut Randi.

“Apa Gue sodok pantatnya ya?”

“Jangan bangke, ambeyen ntar dia, lagian ntar mau titit Lo kena tainya dia?” sahut Derren sambil geleng-geleng kepala.

“Buruan makanya!”

“Anjing…” Tanto melepaskan spermanya di mulut Fara. Sperma menetes deras dari bibir cewek itu.

“Ehhkk… Nnhh…” Fara bahkan sudah tidak kuasa untuk batuk. Matanya tampak sayu. Lifeless. Tanpa jiwa. Dia menatap kosong entah kemana.

“Aahh… Keluar juga Gue!” Rey mencabut penisnya dari vagina Fara.

“Tinggal Gue!” Randi menyeringai.

Fara lebih cocok terlihat sebagai korban pemerkosaan daripada cewek bayaran. Di usianya yang ke 18 tahun, dimana remaja lain sedang seru-serunya kuliah, dia malah digagahi oleh enam orang sekaligus. Cewek itu terbaring lemah, tanpa tenaga dan tanpa jiwa tersisa dalam tubuhnya yang kami kotori. Randi memposisikan badan Fara telentang. Dia meraih paha Fara, melebarkannya, dan tanpa aba-aba, langsung menusukkan penisnya ke lubang kewanitaannya.

“Hnngg…” Fara mengerang dan mengejan pelan.

“Enak bangsat….” Randi menggerakkan penisnya tak beraturan di dalam vagina Fara. Cewek itu tak bersuara. Matanya menatap ke langit-langit. Mukanya sudah basah oleh campuran sperma, keringat dan air mata.

Kami berlima menonton Randi menyetubuhi Fara. Tangan Randi menggerayangi badan mungilnya, sambil terus menerus menghunjamkan penisnya tanpa ampun. Beberapa dari kami sibuk mengambil video dan foto. Aku tertegun sambil duduk di sofa, menatap hasil kebrengsekan kami malam ini.

“Aaaaaahh..” Randi berhenti bergerak, dan dia pun menarik badannya dari kasur. Dia berdiri dengan puas, sambil menyeka keringat dengan punggung tangannya.

“Done!”

“Gila!”

“Abis ni cewek… Hahahaha”

“Besok jalannya ngangkang dia!”

Kami tertawa asal-asalan sambil merendahkan Fara yang sudah terkulai pasrah. Badan penuh bekas tamparan, wajah penuh sperma, dan aku melihat bibir vaginanya merah. Tampaknya dia sedang menahan malu, mual dan sakit.

“Bentar lagi Gue balik.” sahut Tanto.

“Yang nginep sini siapa?” Tanya Derren.

“Gue nginep sini.” Sahut Rey.

“Gue juga!” Celetuk Randi.

“Gue di lantai lain sih.”

Aku menelan ludahku, sambil memandang Fara. Mata kami mendadak bertemu. Aku menatapnya cukup lama. Akhirnya penderitaan Fara selesai. Dia sudah melayani enam lelaki malam ini. Dia tampak overwhelmed. Tamat sudah. Atau, ini baru permulaannya saja?


Posting Komentar

0 Komentar