ELEGI BIRAHI

 


SINOPSIS:

Apa jadinya jika jiwamu bisa berpindah masuk ke tubuh orang lain? Apalagi berpindah pada tubuh orang yang sedang bersetubuh?

Genre : DRAMA Erotis

Format : File PDF

Jumlah Halaman : 49 Halaman

HARGA : Rp 10.000


PROLOG


“Dodi… Please… Jangan tinggalkan aku,” kata Sintia. Air mata membasahi pipinya. Dodi membuang muka. Tidak mau melihat tangisan Sintia. Tidak peduli. Tidak bersimpati.

“Keputusanku sudah bulat. Aku mau putus.” Kata Dodi.

“Tapi aku… Sudah menyerahkan segalanya ke kamu, Dodi. Bahkan kegadisanku.. Sudah kuserahkan… Kepadamu,” Kedua tangan Sintia mencengkram kerah baju Dodi sekuat tenaga.

“Tidak…” Tangan kiri Dodi dengan mudah menepis cengkramannya.

“Hubungan kita sudah Selesai!! End!!” Bentak Dodi kemudian pergi begitu saja. Kedua mata Sintia menatap Dodi yang mulai menjauh. Semakin jauh. Semakin menghilang. Sintia bersimpuh. Tubuhnya bergetar hebat kemudian berteriak,

“Dodi….. Please…. Jangan tinggalkan aku, Sayang… Please…”

***

Waktu sudah dipilih. Ayah dan ibunya sudah berangkat kerja. Rumah sudah kosong. Pesan perpisahan telah dibuat. Bagi Ayahnya. Bagi Ibunya. Bagi Dodi. Tali tambang telah menggantung. Kursi kayu telah siap. Sintia tinggal menghidupkan aplikasi kamera instagram, memilih posisi yang pas, lalu naik ke atas kursi, dan menggantung diri sendiri. Sintia ingin bunuh dirinya ditayangkan secara live.

Di usia yang tahun ini memasuki 20 tahun, menayangkan bunuh diri secara live adalah sebuah pilihan. Yaitu, untuk ditonton. Disaksikan. Dihargai. Dan diakui eksistensi cintanya oleh masyarakat luas.

“Dodi.. Sayang,” kata Sintia menangis menghadap kamera.

 “Aku mencintaimu.” Sintia naik ke kursi. Tali tambang dikalungkan ke leher. Tekadnya sudah bulat. Hidupnya harus segera diakhiri. Padahal dia baru berumur 20 tahun.

“Selamat tinggal, Dodi! Selamat tinggal semuanya,” Sintia melambaikan salam perpisahan.

Kakinya menendang kursi. Seketika jeratan tambang menjerat leher. Mengurangi secara drastis asupan oksigen ke dalam tubuh. Membuat udara tidak bisa lagi dihirup apalagi dihembuskan. Menghilangkan warna kehidupan di wajah. Di Kulit. Di kaki. Di seluruh tubuh. Bahkan bukan hanya itu, tarikan gravitasi bumi memaksa kedua kakinya menendang-nendang di udara. Menghadirkan kesakitan teramat sangat.

Semua siksaan dan rasa sakit datang begitu cepat. Hanya dalam hitungan detik tubuh Sintia berubah dari memancarkan aura kehidupan menjadi meronta-ronta. Tangannya mencakar-cakar leher sendiri sambil menyongsong kematian.

Bersamaan dengan itu, jiwa Sintia yang sebelumnya nyaman bersemayam di dalam tubuh juga mulai bergolak, berontak, memukul-mukul. Jiwanya kaget diperlakukan seperti ini. Jiwa sangat berbeda dari tubuh fisik. Jiwa sangat halus. Tidak bisa dirasa oleh panca indera. Tidak bisa dikendalikan. Sebelumnya ada dua elemen dalam tubuh yang mampu mengendalikan jiwa. Namun sayang keduanya telah dihilangkan oleh Sintia dengan menggantung diri.

***

Seketika seluruh tubuh Sintia merasakan sakit akibat jeratan tambang di leher. Mulai dari siksaan di otot-otot kaki, rasa panas pada paru-paru, tekanan dramatis di sekujur pembuluh darah, panas membara di kedua mata, sampai wajah yang berubah warna menjadi keunguan.

Namun demikian di waktu yang sama, Sintia juga merasakan jenis siksaan berbeda, siksaan yang belum pernah dia rasakan selama hidup , siksaan yang berasal dari hilangnya tarikan dan hembusan nafas akibat leher terjerat tali tambang.

Selama ini, ada dua elemen penting dalam diri Sintia yang tidak pernah disadari apalagi disyukuri : pertama adalah tarikan nafas. Berfungsi menjadi pencegah jiwa untuk melakukan perjalanan melintasi ruang di luar dirinya sendiri. Kedua adalah hembusan nafas. Berfungsi mencegah jiwa melintasi dimensi waktu yang berbeda.

Kedua bentuk aliran nafas ini telah dihentikan secara paksa. Itu artinya walaupun hanya memiliki rentang waktu sangat singkat sebelum kematian tiba, jiwa Sintia tidak lagi memiliki penghalang untuk mendobrak batasan ruang dan melampaui batasan waktu. Jiwa bisa terbang, melesat, memberontak, memaksa Sintia mengalami kondisi pisah raga : Keluar dari tubuh asli dalam kondisi masih meronta-ronta, lalu memindahkan kesadaran Sintia dalam relatifitas waktu yang berbeda. Masuk ke dalam tubuh lain. Di ruang berbeda. Bukan di tubuh asli Sintia. Namun di tubuh gadis lain. Seorang gadis cantik. Tidak kalah cantik dari Sintia. Tapi bukan Sintia.

Umur gadis ini sebaya dengannya. Masih di awal dua puluhan. Berkulit kuning langsat seperti wanita Sunda. Berwajah cantik. Bertubuh molek dengan payudara berisi. Memiliki pantat menonjol dan kaki yang jenjang.

Si gadis sekarang sedang duduk di tengah ranjang kecil berwarna putih. Mengenakan lingerie model baby doll berwarna merah menyala dan tengah dikelilingi oleh tiga orang laki-laki. Satu sedang duduk di belakangnya ; laki-laki berperawakan kurus, Mengenakan kaos putih. Satu sedang duduk di depannya ; laki-laki berkulit putih, berperut buncit, juga mengenakan kaos berwarna putih. Satu lagi ; laki-laki berkumis, sedang berdiri di pinggir ranjang kecil, mengenakan kaos singlet berwarna abu-abu, sedang memegang ponsel dan memvideokan aktifitas mereka.

“Gitu dong sayang, kamu akhirnya mau mengikuti kemauan abang,” kata si kurus. Sambil bicara, lengan si kurus memeluk tubuh gadis yang Sintia masuki tubuhnya sambil mulai menjamah kedua bukit payudaranya.

“Ahhhhh!!” Sintia mendesah. Walaupun bukan tubuh asli, dia bereaksi akibat dipeluk. Payudaranya menegang akibat dijamah.

“Karena Lu udah mau ikut apa kata yayang Lu ini, Cindy,” kata si gemuk yang duduk di depannya.

“Berarti Lu secara resmi jadi lonte gue. Sebentar lagi status Lu sama kayak lonte-lonte di luar sana. Pernah gue rasain memeknya.” Sambil berkata dengan nada melecehkan, tangan kiri si gemuk memegang kepala si gadis, lalu memaksa mencium bibirnya.

“Udah gak usah banyak bacot Lu berdua,” kata si kumis bersinglet abu-abu sambil berdiri memegang ponsel.

“Garap tuh cewe, cepet! Udah pegel tangan gue mau ngevideoin aksi ngentot Lu-Lu pade.”

“Iya, sorry, Bang. Oke langsung action aja, kita.”

Diperintah si kumis, si kurus bergerak cepat merebahkan tubuh si gadis hingga telentang di ranjang. Si gemuk juga bergerak tak kalah cepat, setelah si gadis terlentang di ranjang dia sigap menyingkap bagian bawah lingerie baby doll merah, dimana Sintia sudah tidak mengenakan celana dalam dan area kewanitaannya bersih tanpa bulu sama sekali.

“Lihat, tuh! keren gak memek yayank gue!” Kata si kurus penuh kebanggaan kepada si gemuk.

“Wiuuuuhhhhhhh, memek cewe Lu memang high quality, Bro,” jawab si gemuk.

“ Gue duluan ngicip, ya?”

“Babi, Lu!” Umpat Si Kurus.

“Gue cape-cape nyuruh dia potong tuh jembut. Eh, Lu, mau potong kompas lagi!”

“Lagian Lu kan udah nyobain tiap hari nih memek. Masa Lu gak mau kasih gue kesempatan pertama? Dasar anjing, Lu!” Si gemuk balas mengumpat.

“Udah! Memang ta’i Lu berdua!” Si Kumis membentak.

“Gue disini yang nentuin siapa duluan. Ngerti, Lu-Lu pade?” Dibentak si kumis, mereka berdua mengangguk terpaksa. “Ya udah gimana abang aja, lah. Nurut kita!” Jawab mereka. Si kumis kemudian berkata,

“Keputusan gua, Lu belakangan!,” katanya pada si kurus.

“ Lu kan cowonya, Lu kedua setelah dia!”

“Dan Lu, ta’i” Tunjuk si Kumis pada si gemuk.

“Lu duluan!”

“Yuhuuuuuiii,” si gemuk girang.

“Videoin gue yang bener, Om!”

“Dasar tai babi, Lu!” Maki si kumis.

Posisi si gadis yang sudah telentang tanpa celana dalam memudahkan si gemuk untuk langsung mengeksplore area kewanitannnya.

“Lu wangi amat, sih, Cindy!! Gak nyangka gue bisa ngerasain memek sewangi ini,” kata si Gemuk.

“Cepetan, Lu! Jangan banyak bacot!” Bentak Si Kumis.

“Oke, Om.”

Si gemuk mulai menjilati area kewanitaan tanpa bulu Sintia. Jilatan hangat si gemuk segera terasa di pori-pori kulit menghadirkan sensasi lembut lidah tak bertulang menggesek-gesek organ intim wanita paling sensitif.

“Uuuuuhhhhh,” desah Sintia.

“Aouuuhh…. uuuuhhh… Sssssssss.”

“Nah, pinter juga Lu ngoralnya!” puji si kumis kepada si gemuk.

 “Sekarang Lu jilat terus tuh memek sampai becek. Dan Lu, jangan diem aja, Lu!,” tunjuk si kumis kepada si kurus,

“Lu garap tuh susu sampai keluar!” Si kurus menurut. Tubuh si kurus mendekati si gadis kemudian condong ke arah payudara, dan mulai menghisap bergantian kedua puting yang mengacung.

“Aaaaahh….Aaaaaaahhhhh….. Aaaaaaaa.”

Desahan Sintia seketika menjadi ketika diserang dari dua arah. Dari bagian bawah tubuh, si gemuk sangat rakus melakukan oral. Dari bagian atas, si kurus asyik memeras payudaranya kemudian menghisap dalam-dalam, berharap memperoleh susu alami bergizi tinggi.

“Oke, cukup!” Perintah si kumis.

“Sesuai perintah gue tadi Lu gemuk… Sekarang masukin senjata Lu ke memeknya! Dan Lu kurus…. Punya Lu masukin aja ke mulut cewe Lu!”



Posting Komentar

0 Komentar