BU GURU I LOVE YOU
SINOPSIS:
FORMAT : PDF
JUMLAH HALAMAN : 228 HALAMAN
HARGA : Rp 30.000
PART 1
BUK!!! BUK!!!! BUUUKK!!!
Dua orang remaja jatuh berguling ke tanah setelah tubuh keduanya tak
kuat menahan tendangan dari Boy. Dua remaja itu terlihat beringsut menjauhi
langkah kaki Boy yang mendekat. Kabar bahwa Boy merupakan remaja tangguh yang
sulit untuk ditaklukan dalam perkelahian ternyata benar adanya, terbukti
walaupun sudah dikeroyok oleh 5 orang namun Boy tak juga menyerah, yang terjadi
malah 3 orang pengeroyoknya lari tunggang langgang, sementara dua lainnya kini
tersungkur mencoba kabur setelah dihajar oleh Boy. Boy mendekati tubuh dua
remaja itu, bersiap melakukan pukulan.
"CUKUP!!!"
Sebuah
teriakan lantang dari belakang tubuh Boy menghentikan langkah pemuda tampan itu,
dan memberi kesempatan pada dua lawannya untuk segera bangkit dan lari kabur.
"Kau lagi, Kau lagi!! Kerjaanmu hanya berkelahi saja!! Mau jadi
apa Kau nanti?!"
Boy hanya
terdiam berdiri mematung setelah melihat kehadiran Pak Wisnu, Wakil Kepala
sekolah yang terkenal galak. Sudah puluhan kali Pak Wisnu memergoki kenakalan
Boy, sudah puluhan kali juga Pak Wisnu memuntahkan amarahnya pada Boy saat
salah satu siswanya itu membuat kekacauan di lingkungan sekolah, tapi hal itu
sia-sia, Boy tak juga menghentikan kenakalannya.
"Ayo ikut!! "
Hardik Pak
Wisnu sambil mencengkram lengan Boy, membawanya ke ruangan Kepala Sekolah.
Puluhan siswa lain yang melihat ada keributan tampak tak begitu terkejut, sudah
menjadi kewajaran jika Boy kembali harus berurusan dengan Pak Wisnu.
"Jadi, masalah apalagi yang Kau perbuat kali ini?" Tanya Pak
Harso, Kepala Sekolah SMA Tunas Bangsa, pada Boy yang kini sudah duduk di depan
meja kerjanya.
"Saya tadi dikeroyok Pak." Jawab Boy pelan.
"Alah!! Kau ini selalu saja alasan! Sudah berapa kali perkelahian
di sekolah ini yang tidak melibatkanmu?! Tidak ada!! Semua kekacauan dan
keributan di lingkungan sekolah ini selalu melibatkanmu!" Bentak Pak Wisnu
yang berdiri di samping Boy, kesabaran Pak Wisnu tampaknya sudah benar-benar
habis menghadapi tingkah salah satu muridnya itu.
"Sudah Pak, tenang dulu." Pak Harso mencoba menenangkan emosi
Pak Wisnu.
"Anak ini harus segera diberi tindakan tegas Pak, sudah terlampau
banyak kesalahan yang dia lakukan. Kalau sampai dia diberi kesempatan lagi,
akan menjadi contoh buruk untuk siswa yang lain." Lanjut Pak Wisnu masih
dengan nada yang tinggi. Boy hanya tertunduk sambil sesekali memainkan dua
ujung jarinya, kemarahan Pak Wisnu tampaknya tak terlalu dia hiraukan, bahkan
mungkin jika dia dikeluarkan dari sekolah, Boy tak ambil pusing.
"Permisi Pak." Terlihat seorang wanita cantik berusia sekitar
30 an berdiri di depan pintu ruang kepala sekolah.
"Oh Bu Rini, silahkan masuk Bu." Kata Pak Harso
mempersilahkan Bu Rini memasuki ruangannya.
Penampilan Bu
Rini yang mengenakan rok pendek ketat hitam diatas lutut dipadu dengan kemeja
putih membuatnya terlihat lebih sexy dibanding guru wanita lain, apalagi
rambutnya yang sebahu sedikit dicat merah membuatnya lebih pantas berprofesi
sebagai foto model daripada menjadi seorang guru matematika.
"Kamu lagi." Kata Bu Rini singkat setelah duduk di samping
Boy, Bu Rini tampak sudah tidak kaget lagi dengan tingkah Boy, siswa kelas 3
IPA, kelas dimana Bu Rini bertanggungjawab menjadi wali kelas.
"Jadi bagaimana Bu? Saya sebagai kepala sekolah harus meminta
pendapat Ibu selaku wali kelas untuk memutuskan sanksi kepada Boy akibat
perbuatannya kali ini." Kata Pak Harso.
"Sebelumnya Saya meminta maaf Pak atas tindakan Boy , bagaimanapun
hal ini juga merupakan kesalahan Saya sebagai wali kelasnya. Pada dasarnya Saya
setuju untuk memberikan sanksi pada Boy, tapi lebih bijak lagi jika sanksi
tersebut tidak mengganggu persiapan dia untuk mengikuti ujian akhir
sekolah." Jelas Bu Rini.
"Hmmm, bagaimana kalau menurut Pak Wisnu?" Tanya Pak Harso.
"Kalau Saya pribadi lebih suka kalau anak ini dikeluarkan dari
sekolah Pak!" Jawab Pak Wisnu penuh emosi.
"Kita ini pendidik Pak, bukan penghukum. Mengeluarkan anak dari
sekolah menurut Saya bukan cara yang bijak untuk memberi pelajaran pada peserta
didik." Bu Rini mencoba untuk membela Boy.
"Peserta didik macam apa yang selalu membuat keributan di
lingkungan sekolah? Dengan tidak mengeluarkan anak ini,maka sekolah telah
dengan sengaja memperlihatkan contoh buruk pada siswa yang lain!"
"Wajar jika ada siswa yang bandel Pak, sudah menjadi tugas kita
untuk mengarahkan mereka ke arah yang lebih baik, bukan malah melepaskan mereka
begitu saja!" Bantah Bu Rini tak kalah sengit.
"Wajar?!! Kewajaran macam apa jika anak ini selalu terlibat dalam
tiap keributan yang terjadi di lingkungan sekolah?!" Pak Wisnu tampak
masih kekeuh mempertahankan argumentasinya.
"Sudah ! Sudah cukup ! Kita di sini untuk mencari solusi, bukan
untuk saling beradu argumentasi apalagi bertengkar !" Pak Harso mencoba
menjadi penengah antara Bu Rini dan Pak Wisnu yang berdebat sengit.
"Bu Rini masih sanggup mengontrol anak ini saat berada di
lingkungan sekolah?" Tanya Pak Harso.
"Saya tidak bisa menjanjikan itu Pak, tapi saya berkewajiban untuk
membuat Boy bisa lulus dengan nilai memuaskan."
"Baik jika begitu, dengan mempertimbangkan bahwa masa ujian akhir
akan segera dilaksanakan, saya memutuskan untuk memberikan sanksi pada kamu
skors selama 2 hari, setelah itu kamu boleh masuk sekolah lagi. Tapi ingat,
jika kamu kembali mengulangi perbuatan ini lagi, Saya tidak akan memberi
toleransi lagi!" Kata Pak Harso, sekaligus menutup forum pertemuan itu. Bu
Rini tampak puas dengan keputusan yang diambil oleh Pak Harso, namun tak
demikian dengan Pak Wisnu yang masih ingin agar Boy dikeluarkan dari sekolah.
******
Boy sudah duduk di tepi tempat tidur ruang kesehatan sekolah, beberapa
bagian wajahnya terlihat lebam, bahkan di sela kiri bawah bibirnya sobek dan
mengeluarkan sedikit darah, sisa dari perkelahian.
"Kenapa Kamu membelaku?" Kata Boy.
"Kamu duduk sini dulu, biar Aku carikan obat merah untuk mengobati
luka-lukamu itu." Bu Rini melangkah menuju lemari obat.
Boy hanya terdiam, dari belakang dia menatap tubuh Bu Rini yang masih
terlihat sexy dan padat berisi meskipun gurunya itu sudah berusia 30 tahun
lebih, Boy sesaat menelan ludahnya sendiri, entah apa yang ada dalam pikirannya
saat menatap tiap lekuk tubuh Bu Rini. Beberapa saat kemudian Bu Rini
membalikkan badan, tangannya sudah memegang kapas, alkohol, dan obat merah.
"Sudah menjadi kewajibanku Boy untuk membelamu." Kata Bu Rini
pelan sambil mulai membersihkan luka di pipi Boy dengan alkohol yang dioleskan
pada kapas.
"Kewajiban?" Tanya Boy, tangannya mulai merangkul pinggang
ramping wanita yang berdiri di depannya itu.
"Iya, kewajibanku sebagai seorang wali kelas dan kekasih dari
murid bandel seperti Kamu." Bisik Bu Rini sambil mencubit mesra hidung
remaja pria yang sudah 6 bulan ini menjadi kekasihnya. Boy tersenyum lebar
mendengar ucapan Bu Rini, perlahan dia majukan bibirnya mendekati bibir tipis
Bu Rini.
"Jangan di sini ! Bahaya tau!" Elak Bu Rini menghindari
kecupan dari Boy.
Tak mau kehilangan momen, Boy menarik pinggang Bu Rini, membuat tubuh
keduannya berhimpit berdekatan. Dengan sekali gerakan, Boy melumat bibir Bu
Rini dengan buas. Rasa perih di sisi bibirnya akibat pukulan tak dirasakan oleh
Boy, yang ada kini adalah lidahnya menari-nari di permukaan bibir tipis Bu
Rini. Mencoba menghindar dan melepaskan ciuman Boy, perlahan Bu Rini mulai
larut dalam permainan lidah kekasihnya itu. Kini dua tangannya sudah bersandar
di leher Boy, sementara lidahnya mulai mengimbangi jilatan lidah Boy. Keduanya
larut dalam ciuman panas, seolah ada kehausa yang ingin dipuaskan di sana.
Ciuman Boy kini menyasar leher jenjang Bu Rini, dua tangannya kini juga
mulai sibuk meremas dua buah payudara Bu Rini yang masih terbungkus dress
putih. Bu Rini hanya bisa mendesah mendapat serangan brutal seperti itu,
beberapa kali Bu Rini menutup mulutnya sendiri dengan tangan agar desahannya
tak terdengar, bagaimanapun melakukan foreplay di lingkungan sekolah
adalah kegiatan ilegal dan sangat dilarang, apalagi jika yang melakukan itu
adalah seorang guru dan muridnya.
"Eeecchhmmmm ! Sayang, jangan digigit ! Eecchhhmmmm!" Desah
Bu Rini saat merasakan ciuman Boy semakin intens di daerah leher.
Boy melepaskan ciumannya, dia tau telah berhasil membuat Bu Rini mulai
terbakar birahi. Boy sedikit mendorong tubuh Bu Rini menjauhi tubuhnya, memberi
ruang pada dirinya untuk bangkit dari duduk.
"Sayang ! Jangan disini, bahaya!!" Kata Bu Rini saat melihat
Boy membuka resleting celana, mengeluarkan penisnya yang sudah mengeras
sempurna.
"Bentar aja. "
"Jangan lama-lama ya !" Bu Rini tau ucapannya saat ini tak
akan berarti apa-apa buat Boy, nafsu remaja itu sudah sangat tinggi.
"Iyaaaaa, blowjob in aja."
Bu Rini langsung berjongkok di bawah tubuh Boy yang berdiri di
depannya, perlahan wanita cantik ini mulai mengocok penis Boy yang sudah sangat
keras. Kepala Boy mendongak ke atas, matanya tertutup, merasakan nikmat handjob
Bu Rini pada batang penisnya. Pelan-pelan Bu Rini mulai memasukkan batang penis
Boy ke dalam mulut, sambil terus mengocok, Bu Rini mulai menghisap penis Boy.
Tangan Boy yang sebelumnya hanya meremas pinggiran tempat tidur, kini mulai
menekan kepala Bu Rini, mencoba memasukkan batang penisnya lebih dalam masuk ke
mulut kekasihnya itu.
"Ooocchhhh ! Yeess baby !Eeecchhmmm ! Ooocchhhh !"
Desah Boy keenakan.
Bu Rini terus menggerakkan kepalanya maju mundur, penis Boy yang sudah
basah akibat air liur semakin mempermudah gerakan itu. Beberapa kali dia
melihat ekspresi lucu Boy saat keenakan, ada kebanggaan dalam diri Bu Rini bisa
memuaskan hasrat Boy. Gerakan tangan Bu Rini begitu luwes mengocok batang penis
Boy, belum lagi hisapan-hisapan lembut dari mulutnya semakin menambah sensasi
kenikmatan yang dirasakan oleh Boy.
“Sayang !” Protes Bu Rini saat Boy dengan sengaja menekan pinggulnya ke
depan, hampir membuat seluruh batang penisnya masuk ke dalam kerongkongan Bu
Rini.
“Ups, sorry.” Jawab Boy sambil menunjukkan wajah konyolnya.
Bu Rini kembali mengocok batang penis kekasihnya itu, sesekali sambal
memainkan ujung lidahnya pada lubang kencing batang penis Boy. Tak ayal apa
yang dilakukan oleh Bu Rini membuat Boy kelejotan, sensasi geli, basah, hangat
serta ngilu seolah bercampur menjadi satu. Remaja tampan itu hanya bisa
mendesah pelan sambil terus menikmati apa yang tengah dilakukan Bu Rini pada
daerah vitalnya.
"Eeeecchhhmmm ! Sayang, aaacchhhh ! Aacchhh, Aku mau keluar ! Eecchhmmm
!!!" Kata Boy sedikit kencang. Bu Rini kemudian dengan cepat melepaskan
kulumannya, tubuhnya bangkit dan berdiri. Bibirnya kembali melumat bibir Boy
dengan lembut, sementara tangan kanannya mengocok cepat batang penis Boy.
"Eeeecchhhhmm !!! Eeecchhhmmm!!!" Boy melenguh panjang saat
enam semprotan sperma berhasil dia muntahkan dari dalam penisnya.
Bu Rini tersenyum melihat kekasihnya itu mengalami ejakulasi, semantara
nafas Boy masih terengah-engah. Guru matematika itu kembali berjongkok di bawah tubuh Boy yang
masih berdiri mengejang. Bu Rini kembali menjilati batang penis Boy,
membersihkan sisa-sisa sperma yang masih tercecer pada ujung penis kekasihnya
itu dengan lidahnya.
“Ucchhhh yaaaang !” rintih Boy menahan rasa ngilu akibat hisapan mulut
Bu Rini pada batang penisnya.
"Udah yuk !Aku harus ngajar lagi." Kata Bu Rini sambal
mengelap bercak sperma yang tertempel di bibirnya.
"Bentar doong, Aku masih pengen sama kamu dulu." Rengek Boy
dengan ekspresi manjanya.
"Iihhh...Kebiasaan!! Manjanya kumat!! Nanti malem kan ketemu lagi
sayang." Bu Rini membelai lembut rambut Boy.
"Aku masih kangen kamu tau." Balas Boy dengan memberikan
ekspresi manyun, membuat Bu Rini tersenyum dan tak tahan untuk kembali mengecup
mesra bibir Boy.
"Udah ah, ntar kalo ada yang masuk ke sini bisa bahaya ! Beresin
tuh !" Perintah Bu Rini.
"Iyaa, iyaaa !" Kata Boy tak ikhlas sambil memasukkan kembali
batang penisnya ke dalam celana.
"Hihihihihi, Kamu tuh lucu kalo ngambek kayak gini." Bu Rini
kembali tertawa melihat tingkah Boy yang masih terlihat tak rela menyudahi
permainan.
"Ya udah aku ke kelas dulu ya. Kamu habis ini langsung pulang,
jangan nongkrong-nongkrong nggak jelas, inget, Aku udah belain kamu biar nggak
dikeluarin dari sekolah ini." Kata Bu Rini dengan intonasi tegas, lebih
mirip wejangan seorang guru pada muridnya.
"Iiyaaaa Bu Guruku yang cantik." Jawab Boy dengan tersenyum.
"Janji ya?!"
"Iyaa Bu Guru, Aku janji langsung pulang, nggak pake nongkrong. Tapi
ntar malem aku nongkrongnya di kamar kamu..hehehe..."
"Ihhh, dasar!! Udah bandel, genit pula!!"
"Tapi kamu sayang kan sama murid yang bandel dan genit ini.?"
Tanya Boy dengan mesra, membuat Bu Rini kembali mendekati tubuhnya, memberinya
ciuman lembut pada bibir Boy.
"Iya, Aku sayang Kamu." Jawab Bu Rini.
"I love You."
"I love You too." Keduanya kembali berciuman mesra, melepas
haus yang tersisa sebelum sesaat dipisahkan oleh waktu.
******
Boy memasuki
halaman rumahnya dengan lesu, hukuman skorsing yang dijatuhkan Pak Harso akibat
perkelahiannya di sekolah membuat Boy harus pulang lebih awal dari biasanya.
Langkah kaki Boy terhenti saat pintu rumahnya terbuka dari dalam, keluar dari
dalam rumah seorang pria dengan postur tubuh tinggi besar dengan rambut
gondrong ikal, jenggot lebat, dan kulit hitam, kesan pertama yang didapat dari
pria ini adalah gahar dan menmyeramkan.
"Apalagi sekarang yang Lu lakukan berandal?! Hah?!" Hardik
pria itu pada Boy, ketika melihat Boy sudah berada di depan rumah saat hari
belum beranjak siang. Boy hanya terdiam mendengar pertanyaan dari pria itu,
mata Boy tajam menatap wajah pria tersebut, seolah ada kemarahan yang ingin dia
tumpahkan.
" Heh!! Lu ditanya malah nyolot!! Nantangin Gua Lu?!!" Pria
itu merangsek ke tubuh Boy, dua tangannya mencengkram kasar kerah seragam
sekolah yang dipakai oleh Boy. Tatapan mata Boy tampaknya membuat pria itu
tersinggung dan marah.
"Lepasin Gua!!!" Teriak Boy sambil mencoba melepaskan
cengkraman tangan pria tersebut.
"Udah berani kurang ajar Lu ya ?!!" Pria itu mendorong tubuh
Boy ke sisi dalam pagar rumah, saking kerasnya dorongan itu, suara keras
terdengar saat punggung Boy menghantam deretan besi pagar.
BRAK!!!!
"Mas!!! Sudaaahh!! Cukup!!! Lepasin Boy!!" Terdengar suara
perempuan seusia Bu Rini yang keluar dengan tergesa dari dalam rumah. Perempuan
itu berlari mendekati dua orang yang saling memendam amarah, mencoba memisahkan
keduanya sebelum baku pukul terjadi.
"Lepasin Mas, cukup ! Malu dilihat tetangga !" Kata perempuan
itu pada pria yang mencengkram kerah seragam Boy.
"Lu ajarin anak ini sopan santun!!" Teriak pria itu sambil
melepaskan cengkramannya dengan kasar, mendapat perlakuan seperti itu membuat
Boy tak terima, dia mengambil ancang-ancang untuk mengayunkan pukulannya pada
pria itu namun seketika dia urungkan saat perempuan tadi menahan lengannya.
"Cukup Boy ! Sudah jangan diteruskan !" Kata perempuan itu,
mencoba menetralkan emosi Boy yang sudah meninggi.
"Kalo sampai Lu ulangin lagi, lain waktu Gua nggak segan buat ngehajar
muka songong Lu itu!!! Dasar bajingan!!" Bentak pria itu pada Boy
sebelum meninggalkan halaman rumah.
"Sudah Boy, sudah jangan kau ladeni kemarahan Bapakmu." Ucap
perempuan itu sambil mengusap-usap punggung Boy dengan telapak tangan.
"Dia bukan Bapakku Bu!!!" Teriak Boy sambil berlalu
meninggalkan perempuan yang disebutnya dengan panggilan Ibu itu.
Sudah 1 tahun ini Boy dan Ibunya harus berbagi tempat tinggal dengan
Anwar, pria pengangguran yang menikahi Bu Ranti, Ibu Boy. Ayah kandung Boy
sendiri tak diketahui keberadaannya sejak 12 tahun silam, seperti hilang
ditelan bumi tanpa memberi kabar apapun pada Boy maupun Bu Ranti. Ditinggal
seorang suami membuat Bu Ranti harus membanting tulang mencari nafkah seorang
diri untuk menghidupi dirinya dan Boy. Peran sebagai bapak sekaligus ibu harus
diperankan Bu Ranti untuk membesarkan Boy seorang diri. Dua tahun lalu dia
bertemu dengan Anwar, pria 42 tahun yang telah berhasil membuat hati Bu Ranti
terbuka setelah bertahun-tahun tertutup rapat dari kata cinta. Sosok Anwar yang
awalnya lemah lembut dan penuh kesabaran meskipun bertampang sangar membuat Bu
Ranti tak kuasa menolak ajakan Anwar untuk kembali membangun biduk rumah
tangga, walaupun hal itu ditentang habis-habisan oleh Boy.
Kehilangan sosok seorang ayah sejak kecil membuat Boy tumbuh menjadi
pribadi yang keras. Setiap permasalahan yang dia hadapi selalu berakhir dengan
baku hantam, tak jarang hal itu membuatnya memiliki banyak musuh baik di
lingkungan rumah maupun di sekolah. Meskipun demikian, hal tersebut tak membuat nyali Boy ciut, baginya sepanjang
dia tidak mencari masalah terlebih dahulu, keberaniannya tak akan surut saat menghadapi orang yang mencari masalah
dengannya. Pernikahan ibunya dengan Anwar, sedikit banyak membuat hubungannya
dengan sang ibu merenggang. Perangai kasar sang Bapak tiri membuat Boy semakin
membenci sosok Anwar, tak jarang Boy menemukan bekas merah di pipi Ibunya
akibat tamparan Anwar. Boy sudah berkali-kali meminta Ibunya untuk menceraikan
Anwar tapi permintaan itu selalu ditolak oleh Bu Ranti. Benar kata orang bahwa
cinta itu kadang bisa membutakan, ungkapan yang secara nyata dihadapi oleh Boy
dan Bu Ranti semenjak kehadiran Anwar. Tindakan kasar Anwar tak juga membuat Bu
Ranti mengakhiri rumah tangganya, apalagi Anwar kini sudah tak lagi bekerja
setelah beberapa bulan lalu dipecat dari pabrik, praktis semua kebutuhan
keluarga dicukupi oleh Bu Ranti dari hasil jual beli baju online.
Keputusan Bu Ranti untuk tetap membina rumah tangga dengan Anwar
meskipun perangai kasar sang Bapak tiri tak henti mendera tubuh Bu Ranti
membuat Boy tak betah untuk tinggal di dalam rumah, seringkali Boy tak pulang
dan memilih tidur di rumah teman, studio musik langganan, bahkan di depan
emperan toko bersama teman-teman nongkrongnya. Semua itu dia lakukan untuk
menghindari pertemuannya dengan Anwar. Tapi sudah 6 bulan ini, Boy sering
menghabiskan waktu bersama Bu Rini, wanita yang berperan sebagai guru sekaligus
pacarnya. Meskipun usia mereka terpaut sangat jauh namun Boy tak merasakan ada
masalah di situ. Mungkin satu-satunya masalah yang dihadapi oleh pasangan ini
adalah status keduanya yang berbeda jauh, guru dan murid. Perbedaan status ini
membuat keduanya harus pintar-pintar menyembunyikan hubungan asmara dari
pengetahuan orang lain. Bersama Bu Rini, Boy bisa meluapkan semua masalahnya,
kegundahan yang dia rasakan selalu hilang saat bersama Bu Rini. Bagi Boy, Bu
Rini tak hanya seorang pacar, tapi juga kakak, teman, sekaligus guru yang
selalu ada saat Boy membutuhkan. Tak jarang Boy menghabiskan malam di atas bersama
ranjang Bu Rini, menemani wali kelasnya itu mengecup nikmat persenggamaan.
Posting Komentar
0 Komentar