BU GURU I LOVE YOU

 

SINOPSIS:

Rini adalah perempuan matang yang berprofesi sebagai seorang guru. Kegagalan pernikahannya bersama Adam membuat wanita cantik ini mencurahkan hidupnya hanya untuk pekerjaan. Sampai pada akhirnya Rini bertemu dengan Boy, muridnya yang terkenal sebagai badboy di sekolah. Keduanya jatuh cinta dan menjalani sebuah hubungan terlarang.

FORMAT : PDF 

JUMLAH HALAMAN : 228 HALAMAN

HARGA : Rp 30.000

PART 1

BUK!!! BUK!!!! BUUUKK!!!

Dua orang remaja jatuh berguling ke tanah setelah tubuh keduanya tak kuat menahan tendangan dari Boy. Dua remaja itu terlihat beringsut menjauhi langkah kaki Boy yang mendekat. Kabar bahwa Boy merupakan remaja tangguh yang sulit untuk ditaklukan dalam perkelahian ternyata benar adanya, terbukti walaupun sudah dikeroyok oleh 5 orang namun Boy tak juga menyerah, yang terjadi malah 3 orang pengeroyoknya lari tunggang langgang, sementara dua lainnya kini tersungkur mencoba kabur setelah dihajar oleh Boy. Boy mendekati tubuh dua remaja itu, bersiap melakukan pukulan.

"CUKUP!!!"

Sebuah teriakan lantang dari belakang tubuh Boy menghentikan langkah pemuda tampan itu, dan memberi kesempatan pada dua lawannya untuk segera bangkit dan lari kabur.

"Kau lagi, Kau lagi!! Kerjaanmu hanya berkelahi saja!! Mau jadi apa Kau nanti?!"

Boy hanya terdiam berdiri mematung setelah melihat kehadiran Pak Wisnu, Wakil Kepala sekolah yang terkenal galak. Sudah puluhan kali Pak Wisnu memergoki kenakalan Boy, sudah puluhan kali juga Pak Wisnu memuntahkan amarahnya pada Boy saat salah satu siswanya itu membuat kekacauan di lingkungan sekolah, tapi hal itu sia-sia, Boy tak juga menghentikan kenakalannya.

"Ayo ikut!! "

Hardik Pak Wisnu sambil mencengkram lengan Boy, membawanya ke ruangan Kepala Sekolah. Puluhan siswa lain yang melihat ada keributan tampak tak begitu terkejut, sudah menjadi kewajaran jika Boy kembali harus berurusan dengan Pak Wisnu.

"Jadi, masalah apalagi yang Kau perbuat kali ini?" Tanya Pak Harso, Kepala Sekolah SMA Tunas Bangsa, pada Boy yang kini sudah duduk di depan meja kerjanya.

"Saya tadi dikeroyok Pak." Jawab Boy pelan.

"Alah!! Kau ini selalu saja alasan! Sudah berapa kali perkelahian di sekolah ini yang tidak melibatkanmu?! Tidak ada!! Semua kekacauan dan keributan di lingkungan sekolah ini selalu melibatkanmu!" Bentak Pak Wisnu yang berdiri di samping Boy, kesabaran Pak Wisnu tampaknya sudah benar-benar habis menghadapi tingkah salah satu muridnya itu.

"Sudah Pak, tenang dulu." Pak Harso mencoba menenangkan emosi Pak Wisnu.

"Anak ini harus segera diberi tindakan tegas Pak, sudah terlampau banyak kesalahan yang dia lakukan. Kalau sampai dia diberi kesempatan lagi, akan menjadi contoh buruk untuk siswa yang lain." Lanjut Pak Wisnu masih dengan nada yang tinggi. Boy hanya tertunduk sambil sesekali memainkan dua ujung jarinya, kemarahan Pak Wisnu tampaknya tak terlalu dia hiraukan, bahkan mungkin jika dia dikeluarkan dari sekolah, Boy tak ambil pusing.

"Permisi Pak." Terlihat seorang wanita cantik berusia sekitar 30 an berdiri di depan pintu ruang kepala sekolah.

"Oh Bu Rini, silahkan masuk Bu." Kata Pak Harso mempersilahkan Bu Rini memasuki ruangannya.

Penampilan Bu Rini yang mengenakan rok pendek ketat hitam diatas lutut dipadu dengan kemeja putih membuatnya terlihat lebih sexy dibanding guru wanita lain, apalagi rambutnya yang sebahu sedikit dicat merah membuatnya lebih pantas berprofesi sebagai foto model daripada menjadi seorang guru matematika.

"Kamu lagi." Kata Bu Rini singkat setelah duduk di samping Boy, Bu Rini tampak sudah tidak kaget lagi dengan tingkah Boy, siswa kelas 3 IPA, kelas dimana Bu Rini bertanggungjawab menjadi wali kelas.

"Jadi bagaimana Bu? Saya sebagai kepala sekolah harus meminta pendapat Ibu selaku wali kelas untuk memutuskan sanksi kepada Boy akibat perbuatannya kali ini." Kata Pak Harso.

"Sebelumnya Saya meminta maaf Pak atas tindakan Boy , bagaimanapun hal ini juga merupakan kesalahan Saya sebagai wali kelasnya. Pada dasarnya Saya setuju untuk memberikan sanksi pada Boy, tapi lebih bijak lagi jika sanksi tersebut tidak mengganggu persiapan dia untuk mengikuti ujian akhir sekolah." Jelas Bu Rini.

"Hmmm, bagaimana kalau menurut Pak Wisnu?" Tanya Pak Harso.

"Kalau Saya pribadi lebih suka kalau anak ini dikeluarkan dari sekolah Pak!" Jawab Pak Wisnu penuh emosi.

"Kita ini pendidik Pak, bukan penghukum. Mengeluarkan anak dari sekolah menurut Saya bukan cara yang bijak untuk memberi pelajaran pada peserta didik." Bu Rini mencoba untuk membela Boy.

"Peserta didik macam apa yang selalu membuat keributan di lingkungan sekolah? Dengan tidak mengeluarkan anak ini,maka sekolah telah dengan sengaja memperlihatkan contoh buruk pada siswa yang lain!"

"Wajar jika ada siswa yang bandel Pak, sudah menjadi tugas kita untuk mengarahkan mereka ke arah yang lebih baik, bukan malah melepaskan mereka begitu saja!" Bantah Bu Rini tak kalah sengit.

"Wajar?!! Kewajaran macam apa jika anak ini selalu terlibat dalam tiap keributan yang terjadi di lingkungan sekolah?!" Pak Wisnu tampak masih kekeuh mempertahankan argumentasinya.

"Sudah ! Sudah cukup ! Kita di sini untuk mencari solusi, bukan untuk saling beradu argumentasi apalagi bertengkar !" Pak Harso mencoba menjadi penengah antara Bu Rini dan Pak Wisnu yang berdebat sengit.

"Bu Rini masih sanggup mengontrol anak ini saat berada di lingkungan sekolah?" Tanya Pak Harso.

"Saya tidak bisa menjanjikan itu Pak, tapi saya berkewajiban untuk membuat Boy bisa lulus dengan nilai memuaskan."

"Baik jika begitu, dengan mempertimbangkan bahwa masa ujian akhir akan segera dilaksanakan, saya memutuskan untuk memberikan sanksi pada kamu skors selama 2 hari, setelah itu kamu boleh masuk sekolah lagi. Tapi ingat, jika kamu kembali mengulangi perbuatan ini lagi, Saya tidak akan memberi toleransi lagi!" Kata Pak Harso, sekaligus menutup forum pertemuan itu. Bu Rini tampak puas dengan keputusan yang diambil oleh Pak Harso, namun tak demikian dengan Pak Wisnu yang masih ingin agar Boy dikeluarkan dari sekolah.

******

Boy sudah duduk di tepi tempat tidur ruang kesehatan sekolah, beberapa bagian wajahnya terlihat lebam, bahkan di sela kiri bawah bibirnya sobek dan mengeluarkan sedikit darah, sisa dari perkelahian.

"Kenapa Kamu membelaku?" Kata Boy.

"Kamu duduk sini dulu, biar Aku carikan obat merah untuk mengobati luka-lukamu itu." Bu Rini melangkah menuju lemari obat.

Boy hanya terdiam, dari belakang dia menatap tubuh Bu Rini yang masih terlihat sexy dan padat berisi meskipun gurunya itu sudah berusia 30 tahun lebih, Boy sesaat menelan ludahnya sendiri, entah apa yang ada dalam pikirannya saat menatap tiap lekuk tubuh Bu Rini. Beberapa saat kemudian Bu Rini membalikkan badan, tangannya sudah memegang kapas, alkohol, dan obat merah.

"Sudah menjadi kewajibanku Boy untuk membelamu." Kata Bu Rini pelan sambil mulai membersihkan luka di pipi Boy dengan alkohol yang dioleskan pada kapas.

"Kewajiban?" Tanya Boy, tangannya mulai merangkul pinggang ramping wanita yang berdiri di depannya itu.

"Iya, kewajibanku sebagai seorang wali kelas dan kekasih dari murid bandel seperti Kamu." Bisik Bu Rini sambil mencubit mesra hidung remaja pria yang sudah 6 bulan ini menjadi kekasihnya. Boy tersenyum lebar mendengar ucapan Bu Rini, perlahan dia majukan bibirnya mendekati bibir tipis Bu Rini.

"Jangan di sini ! Bahaya tau!" Elak Bu Rini menghindari kecupan dari Boy.

Tak mau kehilangan momen, Boy menarik pinggang Bu Rini, membuat tubuh keduannya berhimpit berdekatan. Dengan sekali gerakan, Boy melumat bibir Bu Rini dengan buas. Rasa perih di sisi bibirnya akibat pukulan tak dirasakan oleh Boy, yang ada kini adalah lidahnya menari-nari di permukaan bibir tipis Bu Rini. Mencoba menghindar dan melepaskan ciuman Boy, perlahan Bu Rini mulai larut dalam permainan lidah kekasihnya itu. Kini dua tangannya sudah bersandar di leher Boy, sementara lidahnya mulai mengimbangi jilatan lidah Boy. Keduanya larut dalam ciuman panas, seolah ada kehausa yang ingin dipuaskan di sana.

Ciuman Boy kini menyasar leher jenjang Bu Rini, dua tangannya kini juga mulai sibuk meremas dua buah payudara Bu Rini yang masih terbungkus dress putih. Bu Rini hanya bisa mendesah mendapat serangan brutal seperti itu, beberapa kali Bu Rini menutup mulutnya sendiri dengan tangan agar desahannya tak terdengar, bagaimanapun melakukan foreplay di lingkungan sekolah adalah kegiatan ilegal dan sangat dilarang, apalagi jika yang melakukan itu adalah seorang guru dan muridnya.

"Eeecchhmmmm ! Sayang, jangan digigit ! Eecchhhmmmm!" Desah Bu Rini saat merasakan ciuman Boy semakin intens di daerah leher.

Boy melepaskan ciumannya, dia tau telah berhasil membuat Bu Rini mulai terbakar birahi. Boy sedikit mendorong tubuh Bu Rini menjauhi tubuhnya, memberi ruang pada dirinya untuk bangkit dari duduk.

"Sayang ! Jangan disini, bahaya!!" Kata Bu Rini saat melihat Boy membuka resleting celana, mengeluarkan penisnya yang sudah mengeras sempurna.

"Bentar aja. "

"Jangan lama-lama ya !" Bu Rini tau ucapannya saat ini tak akan berarti apa-apa buat Boy, nafsu remaja itu sudah sangat tinggi.

"Iyaaaaa, blowjob in aja."

Bu Rini langsung berjongkok di bawah tubuh Boy yang berdiri di depannya, perlahan wanita cantik ini mulai mengocok penis Boy yang sudah sangat keras. Kepala Boy mendongak ke atas, matanya tertutup, merasakan nikmat handjob Bu Rini pada batang penisnya. Pelan-pelan Bu Rini mulai memasukkan batang penis Boy ke dalam mulut, sambil terus mengocok, Bu Rini mulai menghisap penis Boy. Tangan Boy yang sebelumnya hanya meremas pinggiran tempat tidur, kini mulai menekan kepala Bu Rini, mencoba memasukkan batang penisnya lebih dalam masuk ke mulut kekasihnya itu.

"Ooocchhhh ! Yeess baby !Eeecchhmmm ! Ooocchhhh !" Desah Boy keenakan.

Bu Rini terus menggerakkan kepalanya maju mundur, penis Boy yang sudah basah akibat air liur semakin mempermudah gerakan itu. Beberapa kali dia melihat ekspresi lucu Boy saat keenakan, ada kebanggaan dalam diri Bu Rini bisa memuaskan hasrat Boy. Gerakan tangan Bu Rini begitu luwes mengocok batang penis Boy, belum lagi hisapan-hisapan lembut dari mulutnya semakin menambah sensasi kenikmatan yang dirasakan oleh Boy.

“Sayang !” Protes Bu Rini saat Boy dengan sengaja menekan pinggulnya ke depan, hampir membuat seluruh batang penisnya masuk ke dalam kerongkongan Bu Rini.

“Ups, sorry.” Jawab Boy sambil menunjukkan wajah konyolnya.

Bu Rini kembali mengocok batang penis kekasihnya itu, sesekali sambal memainkan ujung lidahnya pada lubang kencing batang penis Boy. Tak ayal apa yang dilakukan oleh Bu Rini membuat Boy kelejotan, sensasi geli, basah, hangat serta ngilu seolah bercampur menjadi satu. Remaja tampan itu hanya bisa mendesah pelan sambil terus menikmati apa yang tengah dilakukan Bu Rini pada daerah vitalnya.

"Eeeecchhhmmm ! Sayang, aaacchhhh ! Aacchhh, Aku mau keluar ! Eecchhmmm !!!" Kata Boy sedikit kencang. Bu Rini kemudian dengan cepat melepaskan kulumannya, tubuhnya bangkit dan berdiri. Bibirnya kembali melumat bibir Boy dengan lembut, sementara tangan kanannya mengocok cepat batang penis Boy.

"Eeeecchhhhmm !!! Eeecchhhmmm!!!" Boy melenguh panjang saat enam semprotan sperma berhasil dia muntahkan dari dalam penisnya.

Bu Rini tersenyum melihat kekasihnya itu mengalami ejakulasi, semantara nafas Boy masih terengah-engah. Guru matematika itu  kembali berjongkok di bawah tubuh Boy yang masih berdiri mengejang. Bu Rini kembali menjilati batang penis Boy, membersihkan sisa-sisa sperma yang masih tercecer pada ujung penis kekasihnya itu dengan lidahnya.

“Ucchhhh yaaaang !” rintih Boy menahan rasa ngilu akibat hisapan mulut Bu Rini pada batang penisnya.

"Udah yuk !Aku harus ngajar lagi." Kata Bu Rini sambal mengelap bercak sperma yang tertempel di bibirnya.

"Bentar doong, Aku masih pengen sama kamu dulu." Rengek Boy dengan ekspresi manjanya.

"Iihhh...Kebiasaan!! Manjanya kumat!! Nanti malem kan ketemu lagi sayang." Bu Rini membelai lembut rambut Boy.

"Aku masih kangen kamu tau." Balas Boy dengan memberikan ekspresi manyun, membuat Bu Rini tersenyum dan tak tahan untuk kembali mengecup mesra bibir Boy.

"Udah ah, ntar kalo ada yang masuk ke sini bisa bahaya ! Beresin tuh !" Perintah Bu Rini.

"Iyaa, iyaaa !" Kata Boy tak ikhlas sambil memasukkan kembali batang penisnya ke dalam celana.

"Hihihihihi, Kamu tuh lucu kalo ngambek kayak gini." Bu Rini kembali tertawa melihat tingkah Boy yang masih terlihat tak rela menyudahi permainan.

"Ya udah aku ke kelas dulu ya. Kamu habis ini langsung pulang, jangan nongkrong-nongkrong nggak jelas, inget, Aku udah belain kamu biar nggak dikeluarin dari sekolah ini." Kata Bu Rini dengan intonasi tegas, lebih mirip wejangan seorang guru pada muridnya.

"Iiyaaaa Bu Guruku yang cantik." Jawab Boy dengan tersenyum.

"Janji ya?!"

"Iyaa Bu Guru, Aku janji langsung pulang, nggak pake nongkrong. Tapi ntar malem aku nongkrongnya di kamar kamu..hehehe..."

"Ihhh, dasar!! Udah bandel, genit pula!!"

"Tapi kamu sayang kan sama murid yang bandel dan genit ini.?" Tanya Boy dengan mesra, membuat Bu Rini kembali mendekati tubuhnya, memberinya ciuman lembut pada bibir Boy.

"Iya, Aku sayang Kamu." Jawab Bu Rini.

"I love You."

"I love You too." Keduanya kembali berciuman mesra, melepas haus yang tersisa sebelum sesaat dipisahkan oleh waktu.

******

Boy memasuki halaman rumahnya dengan lesu, hukuman skorsing yang dijatuhkan Pak Harso akibat perkelahiannya di sekolah membuat Boy harus pulang lebih awal dari biasanya. Langkah kaki Boy terhenti saat pintu rumahnya terbuka dari dalam, keluar dari dalam rumah seorang pria dengan postur tubuh tinggi besar dengan rambut gondrong ikal, jenggot lebat, dan kulit hitam, kesan pertama yang didapat dari pria ini adalah gahar dan menmyeramkan.

"Apalagi sekarang yang Lu lakukan berandal?! Hah?!" Hardik pria itu pada Boy, ketika melihat Boy sudah berada di depan rumah saat hari belum beranjak siang. Boy hanya terdiam mendengar pertanyaan dari pria itu, mata Boy tajam menatap wajah pria tersebut, seolah ada kemarahan yang ingin dia tumpahkan.

" Heh!! Lu ditanya malah nyolot!! Nantangin Gua Lu?!!" Pria itu merangsek ke tubuh Boy, dua tangannya mencengkram kasar kerah seragam sekolah yang dipakai oleh Boy. Tatapan mata Boy tampaknya membuat pria itu tersinggung dan marah.

"Lepasin Gua!!!" Teriak Boy sambil mencoba melepaskan cengkraman tangan pria tersebut.

"Udah berani kurang ajar Lu ya ?!!" Pria itu mendorong tubuh Boy ke sisi dalam pagar rumah, saking kerasnya dorongan itu, suara keras terdengar saat punggung Boy menghantam deretan besi pagar.

BRAK!!!!

"Mas!!! Sudaaahh!! Cukup!!! Lepasin Boy!!" Terdengar suara perempuan seusia Bu Rini yang keluar dengan tergesa dari dalam rumah. Perempuan itu berlari mendekati dua orang yang saling memendam amarah, mencoba memisahkan keduanya sebelum baku pukul terjadi.

"Lepasin Mas, cukup ! Malu dilihat tetangga !" Kata perempuan itu pada pria yang mencengkram kerah seragam Boy.

"Lu ajarin anak ini sopan santun!!" Teriak pria itu sambil melepaskan cengkramannya dengan kasar, mendapat perlakuan seperti itu membuat Boy tak terima, dia mengambil ancang-ancang untuk mengayunkan pukulannya pada pria itu namun seketika dia urungkan saat perempuan tadi menahan lengannya.

"Cukup Boy ! Sudah jangan diteruskan !" Kata perempuan itu, mencoba menetralkan emosi Boy yang sudah meninggi.

"Kalo sampai Lu ulangin lagi, lain waktu Gua nggak segan buat ngehajar muka songong Lu itu!!! Dasar bajingan!!" Bentak pria itu pada Boy sebelum meninggalkan halaman rumah.

"Sudah Boy, sudah jangan kau ladeni kemarahan Bapakmu." Ucap perempuan itu sambil mengusap-usap punggung Boy dengan telapak tangan.

"Dia bukan Bapakku Bu!!!" Teriak Boy sambil berlalu meninggalkan perempuan yang disebutnya dengan panggilan Ibu itu.

Sudah 1 tahun ini Boy dan Ibunya harus berbagi tempat tinggal dengan Anwar, pria pengangguran yang menikahi Bu Ranti, Ibu Boy. Ayah kandung Boy sendiri tak diketahui keberadaannya sejak 12 tahun silam, seperti hilang ditelan bumi tanpa memberi kabar apapun pada Boy maupun Bu Ranti. Ditinggal seorang suami membuat Bu Ranti harus membanting tulang mencari nafkah seorang diri untuk menghidupi dirinya dan Boy. Peran sebagai bapak sekaligus ibu harus diperankan Bu Ranti untuk membesarkan Boy seorang diri. Dua tahun lalu dia bertemu dengan Anwar, pria 42 tahun yang telah berhasil membuat hati Bu Ranti terbuka setelah bertahun-tahun tertutup rapat dari kata cinta. Sosok Anwar yang awalnya lemah lembut dan penuh kesabaran meskipun bertampang sangar membuat Bu Ranti tak kuasa menolak ajakan Anwar untuk kembali membangun biduk rumah tangga, walaupun hal itu ditentang habis-habisan oleh Boy.

Kehilangan sosok seorang ayah sejak kecil membuat Boy tumbuh menjadi pribadi yang keras. Setiap permasalahan yang dia hadapi selalu berakhir dengan baku hantam, tak jarang hal itu membuatnya memiliki banyak musuh baik di lingkungan rumah maupun di sekolah. Meskipun demikian, hal tersebut  tak membuat nyali Boy ciut, baginya sepanjang dia tidak mencari masalah terlebih dahulu, keberaniannya tak akan surut  saat menghadapi orang yang mencari masalah dengannya. Pernikahan ibunya dengan Anwar, sedikit banyak membuat hubungannya dengan sang ibu merenggang. Perangai kasar sang Bapak tiri membuat Boy semakin membenci sosok Anwar, tak jarang Boy menemukan bekas merah di pipi Ibunya akibat tamparan Anwar. Boy sudah berkali-kali meminta Ibunya untuk menceraikan Anwar tapi permintaan itu selalu ditolak oleh Bu Ranti. Benar kata orang bahwa cinta itu kadang bisa membutakan, ungkapan yang secara nyata dihadapi oleh Boy dan Bu Ranti semenjak kehadiran Anwar. Tindakan kasar Anwar tak juga membuat Bu Ranti mengakhiri rumah tangganya, apalagi Anwar kini sudah tak lagi bekerja setelah beberapa bulan lalu dipecat dari pabrik, praktis semua kebutuhan keluarga dicukupi oleh Bu Ranti dari hasil jual beli baju online.

Keputusan Bu Ranti untuk tetap membina rumah tangga dengan Anwar meskipun perangai kasar sang Bapak tiri tak henti mendera tubuh Bu Ranti membuat Boy tak betah untuk tinggal di dalam rumah, seringkali Boy tak pulang dan memilih tidur di rumah teman, studio musik langganan, bahkan di depan emperan toko bersama teman-teman nongkrongnya. Semua itu dia lakukan untuk menghindari pertemuannya dengan Anwar. Tapi sudah 6 bulan ini, Boy sering menghabiskan waktu bersama Bu Rini, wanita yang berperan sebagai guru sekaligus pacarnya. Meskipun usia mereka terpaut sangat jauh namun Boy tak merasakan ada masalah di situ. Mungkin satu-satunya masalah yang dihadapi oleh pasangan ini adalah status keduanya yang berbeda jauh, guru dan murid. Perbedaan status ini membuat keduanya harus pintar-pintar menyembunyikan hubungan asmara dari pengetahuan orang lain. Bersama Bu Rini, Boy bisa meluapkan semua masalahnya, kegundahan yang dia rasakan selalu hilang saat bersama Bu Rini. Bagi Boy, Bu Rini tak hanya seorang pacar, tapi juga kakak, teman, sekaligus guru yang selalu ada saat Boy membutuhkan. Tak jarang Boy menghabiskan malam di atas bersama ranjang Bu Rini, menemani wali kelasnya itu mengecup nikmat persenggamaan.



Posting Komentar

0 Komentar