SWEET HOME CHAPTER 1
GENRE : DRAMA EROTIC
JUMLAH HALAMAN : 395 HALAMAN
HARGA : Rp 30.000
PART 1
Aku masih
ingat benar, setahun setelah ibuku meninggal, Papa menikah lagi dengan seorang
janda muda beranak dua orang. Jadi keadaannya seimbang, karena saat itu Papa
pun punya anak dua orang, aku dan Yoga adikku. Perbedaannya, Papa membawa dua
anak cowok, sementara ibu tiriku membawa dua anak cewek.
Waktu Papa
menikah itu, usianya baru 43 tahun. Sementara ibu tiriku berusia 32 tahun. Tapi
anehnya, saudara-saudara tiriku itu usianya lebih tua dariku. Pada saat Papa
menikah lagi itu usiaku baru 10 tahun, sedangkan Yoga baru berusia 9 tahun.
Tapi saudara-saudara tiriku lebih tua dua dan tiga tahun dariku. Mbak Ayu
berusia 12 tahun dan Mbak Ita berusia 11 tahun. Karena itu aku dan Yoga
memanggil mereka Mbak.
Belakangan aku
tahu bahwa Papa menikah dengan almarhumah ibuku waktu usianya sudah 32 tahun.
Kemudian aku lahir pada saat usia Papa sudah 33 tahun. Setahun kemudian Yoga
pun lahir. Sedangkan ibu tiriku yang sudah kusebut Mama itu menikah waktu
usianya baru 19 tahun. Lalu waktu Mama berusia 20 tahun lahirlah Mbak Ayu.
Setahun kemudian lahir pula Mbak Ita.
Suasana di
rumah kami jadi hangat setelah aku punya ibu tiri yang ternyata sangat baik
itu. Beliau memperlakukan aku dan Yoga seperti anak kandungnya sendiri. Begitu
pun Papa, memperlakukan Mbak Ayu dan Mbak Ita seperti anak kandungnya sendiri.
Sehingga orang yang belum tahu seluk beluk keluarga kami, pastilah menganggap
aku dan Yoga itu anak kandung Mama. Mereka juga pasti mengira Mbak Ayu dan Mbak
Ita itu anak kandung Papa. Mungkin di antara Papa dengan Mama dahulu sudah
sepakat, bahwa mereka akan saling menitipkan anak-anak yang akan diperlakukan
secara adil dan penuh kasih sayang. Begitulah singkatnya latar belakang
keluargaku.
Hari demi hari
bulan demi bulan dan tahun berganti tahun berjalan terus dengan cepatnya, kami
semua hidup dalam suasana damai. Tak pernah ada keributan yang berarti, karena
aku, Yoga dan kedua kakak tiriku suka saling mengalah. Tanpa terasa waktu
berlalu, kami berempat sudah jadi mahasiswa-mahasiswi semua. Mbak Ayu sudah
semester akhir, tinggal menunggu skripsi saja. Mbak Ita sudah semester lima,
Yoga baru semester pertama, sementara aku sudah semester tiga.
Rumah kami pun
sudah diperbesar. Kamarnya jadi ada 4. Anak-anak Papa dan Mama mendapat kamar
masing-masing. Sementara itu, Papa membangun pavilyun yang terpisah dari rumah
utama. Di pavilyun itulah tempat Papa dan Mama. Mungkin Papa dan Mama sengaja
ingin menempati pavilyun itu agar tidak terasa berisik oleh suara kami
berempat, yang terkadang memang mengeluarkan suara keras. Sewlain daripada itu,
mungkin juga Papa ingin melatih kemandirian kami berempat dengan memberikan
kebebasan menempati rumah utama.
Di rumah
utama, kamar paling depan dipakai oleh Yoga, agar rumah kami ada “perisai” di
setiap bagian krusial. Jadi Yoga ditempatkan di kamar paling depan,
hitung-hitung ada penjaga keamanan di rumah kami. Di samping kamar Yoga adalah
kamar Mbak Ita. Aku dan Mbak Ayu ditempatkan di lantai dua. Kamarku yang paling
depan, sementara kamar Mbak Ayu di bagian dalam, terhalang oleh ruang belajar.
Di ruang
belajar itu aku dan Mbak Ayu sering belajar bareng. Tapi tentu saja kami
menekuni jenis ilmu yang berbeda, karena kami berlainan fakultas. Yang
menyenangkan belajar dengan Mbak Ayu itu, adalah seringnya dia membuatkan
minuman dan makanan ringan untukku. Minumannya terkadang teh manis atau kopi
susu, terkadang black coffee saja. Makanan ringannya, terkadang bawan, pisang
goreng atau french fries.
Setelah
selesai belajar, kami suka ngobrol ke barat ke timur. Bahkan sering juga Mbak
Ayu nonton bokep koleksiku yang selalu tersimpan di flashdisk, lalu diputar di
laptopnya. Namun aku hanya berani menyimpan 1-2 film bokep di flasdisk itu,
lalu didelete kalau sudah bosan menontonnya. Tapi yang satu itu tentunya secara
rahasia. Bahkan sering Mbak Ayu meminjam flashdisk berisi bokep itu, untuk
ditonton di dalam kamarnya. Dengan suara yang didengarnya lewat earphone.
Bukan cuma
menontonnya, Mbak Ayu juga sering mengajakku berdiskusi tentang segala yang
pernah ditontonnya itu. Bahkan pada suatu malam, setelah menonton bokep di
ruang belajar, Mbak Ayu berkata,
“Kata teman
yang udah pengalaman sih dioral sama cowok itu nikmat sekali.“ Aku tersenyum
dan menyahut,
“Iya Mbak.
Terutama kalau yang oralnya fokus ke clitoris. Kan clitoris itu paling peka di
tubuh cewek.“
“Wow... kamu
udah banyak tau ya. Emangnya udah punya pengalaman sama cewek?” ucap Mbak Ayu
sambil menepuk bahuku.
“Pengalaman
sih belum ada Mbak. Cuma sering dengar ceritanya saja dari teman yang udah
punya pengalaman. Juga sering baca buku pengetahuannya. Mbak sendiri udah punya
pengalaman?”
“Hiiiih...!
Pengalaman dari mana ? Pacaran aja baru satu kali waktu masih di SMA dahulu.
Sampai sekqarang belum pacaran lagi.“
“Terus... sama
pacarnya diapain aja?”
“Ciuman bibir
aja belum pernah. Paling cuma cipika-cipiki.“
Aku
mengangguk-angguk dan percaya pada pengakuan kakak tiriku itu. Tapi Mbak Ayu
seperti sedang berpikir. Entah apa yang dipikirkannya. Sesaat kemudian dia
malah bangkit dari sofa ruang belajar.
“Mau tidur
duluan ah... udah malam sekali tuh,“ katanya sambil menunjuk ke jam dinding
digital yang sudah menunjukkan pukul 23.05.
“Iya Mbak.
Sleep tight and have a nice dream,“ sahutku sambil berdiri juga.
“You too... “
sahut Mbak Ayu sambil melangkah keluar ruang belajar dan masuk ke dalam
kamarnya. Aku pun melangkah ke arah kamarku. Dan melupakan percakapan dengan
Mbak Ayu tadi.
***
Keesokan
malamnya Mbak Ayu tidak muncul di ruang belajar. Sejak jam 7 malam dia sudah
masuk ke dalam kamarnya. Lalu tidak keluar lagi. Begitu pula pada malam-malam
berikutnya. Mbak Ayu tidak muncul lagi di ruang belajar. Sementara aku tetap
menyibukkan diri untuk menghafal di ruang belajar. Karena fakultasku adalah
fakultas yang banyak hafalannya.
Sebenarnya di
lantai bawah pun ada ruang belajar yang biasa dipakai oleh Yoga dan Mbak Ita.
Tapi aku tak pernah nyelonong ke ruang belajar mereka. Begitu juga Yoga dan
Mbak Ita, tak pernah nyelonong ke ruang belajar di lantai dua. Beberapa malam
kemudian, Mbak Ayu muncul lagi di ruang belajar. Aku yang sedang duduk di
belakang meja tulisku menyambutnya dengan sikap ceria,
“Mbak lama
juga gak muncul di ruang belajar kita ini.“
“Biasa... ada
langganan datang,“ sahutnya sambil tersenyum.
“Langganan ?
Langganan apa ?”
“Langganan
perempuan. Datang bulan.“
“Owh... kirain
apa. Suka berapa hari datang bulannya Mbak?”
“Sepuluh
harian. Aku kalau datang bulan suka sakit kepala. Makanya gak mau mikir yang
berat-berat.“
“Tapi sekarang
sudah bersih?”
“Sejak dua
hari yang lalu juga sudah bersih. Sekarang sih mau begadang sampai pagi juga
gak apa-apa.“
“Owh, iya...
sekarang kan malam Minggu, ya.“
“Iya. Malam
Minggu yang sepi karena Papa, Mama, Ita dan Yoga pada ke Semarang.“
“Iya... kita
berdua kebagian jaga rumah sampai Senin pagi, ya Mbak.“
Memang Papa,
Mama, Mbak Ita dan Yoga pada ke Semarang. Mau menghadiri pernikahan keponakan
Papa alias saudara sepupuku. Dan rumah tidak boleh ditinggalkan tanpa ada yang
menunggunya. Karena itu aku dan Mbak Ayu tidak diajak ke Semarang, agar rumah
tetap aman. Maklum belakangan ini sering terjadi pencurian di daerah kami. Mbak
Ayu menghampiri kursi yang sedang kududuki. Dan memegang kedua bahuku dari
belakang,
“Justru
sekarang kita punya kesempatan baik, Sam.“
“Emangnya mau
ngapain Mbak ? Mau nonton bokep semalam suntuk ?” tanyaku tanpa menoleh ke
belakang. Lalu terdengar suara Mbak Ayu di belakang kursiku,
“Sam... aku
ingin tau kayak apa sih rasanya kalau punyaku dijilatin seperti dalam
bokep-bokep itu, kamu mau kan melakukannya?”
Aku tersentak
kaget. Permintaan kakak tiriku itu benar-benar di luar dugaan. Tak pernah
terpikirkan sedikit pun kalau Mbak Ayu mau meminta sesuatu yang belum pernah
kulakukan itu. Aku pun bangkit dari kursiku. Menatap wajah kakak tiriku yang
sebenarnya cantik itu. Dan baru sekarang aku memperhatikan kecantikannya.
“Mbak serius?”
tanyaku. Mbak Ayu memegang pergelangan tanganku. Lalu mengajak duduk di sofa
ruang belajar itu.
“Serius Sam, aku
penasaran karena teman-temanku sudah pada sering merasakannya. Cuma aku sendiri
yang belum pernah. Sam mau kan menghilangkan rasa penasaranku?” Mbak Ayu
memegang tanganku erat-erat.
“Mau sih mau
Mbak. Tapi takut... “
“Takut apa?”
“Takut
ketahuan sama Papa dan Mama, pasti mereka marah sekali nanti...“
“Ya jangan
sampai mereka tau dong. Jadikan rahasia kita berdua aja.“
Saat itu Mbak
Ayu mengenakan daster katun berwarna abu-abu polos. Dan tiba-tiba saja daster
itu disingkapkan sampai perutnya. Membuatku tersentak lagi. Karena kakak tiriku
itu tidak mengenakan celana dalam. Sehingga aku bisa langsung melihat
kemaluannya yang... aaaah... jantungku berdebar-debar dibuatnya...!
“Mbak....“
hanya itu yang terlontar dari mulutku. Dengan perasaan gugup tak menentu.
“Ayo jilatin,
Sam. Please....“ pinta Mbak Ayu dengan nada memohon.
“Tapi Mbak menurut
buku yang pernah kupelajari, tidak boleh langsung menyentuh kemaluan. Harus
ciuman dulu, harus mainkan toket dulu dan sebagainya.“
“Ya udah...
ikuti aja petunjuk yang pernah kamu pelajari itu.“
“Di sini?”
“Menurutmu
harus di mana? Di sini atau di kamarku atau di kamarmu?”
“Biar akunya
pede, di kamarku aja Mbak.“
“Ayo,“ Mbak
Ayu bangkit dari sofa, lalu melangkah duluan ke dalam kamarku. Setelah berada
di dalam kamar, kututup dan kukuncikan pintu kamarku, lalu menghampiri kakak
tiriku yang sudah duluan duduk di pinggiran tempat tidurku.
“Mau sambil
nonton bokep sebagai penuntun kita?” tanyaku sambil membuka lipatan laptopku
dan meletakkannya di atas tempat tidurku, menyandar ke dinding.
“Iya... itu
penting Sam. Biar jangan ngawur,“ sahutnya.
Aku tercenung
sejenak. Mengingat-ingat video yang berisi oral sex sebagai foreplay. Lalu
kuambil flashdisk silver dan kupasangkan di laptop yang sudah kuaktifkan.
Sesaat kemudian layar laptopku mulai menayangkan adegan sepasang orang bule
yang bersetubuh. Keduanya sudah telanjang bulat di kebun apel. Di atas hamparan
kasur tipis.
“Wah...
langsung pada telanjang gitu ya. Berarti kita juga harus telanjang seperti
mereka?” tanya Mbak Ayu sambil menelungkup dengan wajah menghadap ke arah layar
laptopku.
“Mungkin
memang harus begitu Mbak,“ sahutku.
“Kamu juga
harus telanjang dong?“ ucap Mbak Ayu sambil menepuk punggungku.
“Aku sih gak
usah telanjang. Kan Mbak cuma ingin dioral. Bukan mau bersetubuh. Jadi aku
hanya akan menggunakan tangan dan mulut, jadi gak usah telanjang kan?“
“Nggak fair
dong ah. Seperti di film itu kan sama-sama telanjang.“
“Mereka
nantinya bersetubuh Mbak. Wajar aja kalau sama-sama telanjang.“
“Pokoknya kamu
harus telanjang juga ah. Biar aku gak risih telanjang sendirian, “ ucap Mbak
Ayu sambil menurunkan celana trainingku sampai terlepas dari kakiku.
Baju kausku
pun ditanggalkannya, sehingga aku tinggal mengenakan celana dalam saja. Pada
saat itulah Mbak Ayu melepaskan dasternya, sehingga langsung jadi telanjang
bulat. Ternyata ia bukan hanya tidak bercelana dalam. Sepasang payudara
montoknya pun tidak berbeha.
Aku tertegun.
Memperhatikan sekujur tubuh kakak tiriku dari ujung kaki sampai ke ujung
rambutnya. Tubuh yang tinggi montok, dengan sepasang payudara yang gede dan
bokong yang semok pula. Sementara kulitnya yang putih bersih, begitu mulusnya,
tak terlihat noda setitik pun. Memang sangat berbeda kalau kubandingkan dengan
Mbak Ita. Kalau Mbak Ayu berperawakan tinggi montok, Mbak Ita tergolong tinggi
semampai.
“Aku sudah
boleh menyentuh bagian-bagian penting di tubuh Mbak?” tanyaku ragu.
“Iya, anggap
aja aku ini cewek di dalam film itu. Dan kamu cowoknya. Jangan
canggung-canggung.“ sahut Mbak Ayu sambil merebahkan diri kembali di atas
tempat tidurku.
“Padahal kita
ini saudara, ya Mbak.“
“Saudara lain
ayah beda ibu. Hihihiiii...kita kan sebenarnya cuma terbawa oleh papamu dan
mamaku. Kamu ini jadi adikku. Padahal kita tidak ada hubungan darah. Ayolah, jangan
buang-buang waktu Sam.“
Aku melirik ke
layar laptopku. Si cowok tampak sedang mengemut pentil toket ceweknya,
sementara tangan si cowok sedang menggerayangi kemaluan si cewek. Dengan
jantung berdebar-debar aku pun bermaksud untuk mengikuti adegan di layar
laptopku. Merayap ke atas tubuh telanjang kakak tiriku, Dan langsung memagut
pentil toket Mbak Ayu, sementara tanganku mulai mengusap-usap kemaluannya yang
bersih dari rambut. Tapi sebelum kumulai mengemut pentil toketnya, Mbak Ayu
berkata setengah berbisik,
“Cium bibirku
dulu Sam...“
Kuikuti
keinginannya. Kupagut bibir Mbak Ayu, yang disambut dengan juluran lidahnya.
Kusedot-sedot lidah kakak tiriku itu. Lalu kami saling lumat dengan gairah yang
makin lama makin menghangat.
Tadinya aku
ingin melakukan seperti yang ditayangkan di layar laptopku, menggerayangi
kemaluan Mbak Ayu sambil mengemut pentil toketnya. Tapi adegan di layar
laptopku sudah bergerak lebih jauh. Wajah si cowok sudah berada di depan
kemaluan ceweknya. Lalu mulai mengoral cewek itu. Menyaksikan adegan itu aku
pun berubah pikiran. Wajahku melorot turun ke perut Mbak Ayu. Menjilati pusar
perutnya sesaat. Lalu turun lagi, sehingga wajahku langsung berhadapan dengan
kemaluan kakak tiriku.
Aku terlongong
sesaat di depan kemaluan yang sangat bersih dari rambut itu. Bentuknya tembem
pula. Jujur... kalau memperturutkan nafsu, ingin saja kujebloskan batang
kemaluanku ke dalam celah yang sedang kungangakan ini. Namun aku mati-matian
mengontrol diriku sendiri, agar jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Mbak Ayu sendiri tampak ingin mengikuti adegan di layar laptopku.
Kedua tangannya menarik sepasang pahanya ke atas dan dikangkangkan selebar
mungkin. Sementara ujung lidahku sudah mendarat di permukaan kemaluannya yang
sedang kungangakan dengan kedua tanganku ini.
Lidahku pun
mulai beraksi. Menjilati bagian yang berwarna pink dan mengkilap basah itu.
Mbak Ayu pun mulai menahan-nahan nafasnya. Entah apa yang sedang dirasakannya.
Sementara rintihan-rintihan nya mulai terdengar, meski cuma perlahan sekali.
“Iya Saaam...
iyaaa... Ooooh.... ini enak sekali Saaam... Ooooooh..... Ooooh.....“
Namun aku pun
sebenarnya sudah mulai sulit mengatur nafasku sendiri. Karena semua yang
kuhadapi ini benar-benar membangkitkan gejolak nafsu birahiku. Meski begitu,
aku masih tetap berusaha mengontrol diriku sendiri. Menjaga agar jangan sampai
terjadi sesuatu yang melampaui batas. Meski membuatku tersiksa. Dan aku semakin
giat menjilati kemaluan Mbak Ayu. Bahkan setelah kutemukan clitorisnya, aku pun
memusatkan jilatanku ke arah kelentit itu. Sementara kedua tanganku terjulur ke
arah dada kakak tiriku. Dan mulai meremas sepasang toketnya dengan lembut. Terasa
paha Mbak Ayu mulai mengejang-ngejang. Sementara rintihan-rintihannya mulai
terdengar meski seperti ditahan, mungkin agar jangan terlalu keras.
“Saaaam... Ooooh...
ini lebih enak lagi Saaam.... iyaaaa. Jilatin terus kelentitnya Saaam...
dudududuuuuh... enak sekali Saaam....“
Mbak Ayu
merintih terus sambil berkelojotan. Kedua tangannya terkadang meremas-remas
kain seprai, terkadang mencengkram sepasang bahuku dan terkadang juga
meremas-remas rambutku sampai kusut masai. Makin lama, raungan histeris Mbak
Ayu makin tidak terkendalikan lagi. Seandainya Papa, Mama dan saudara-saudaraku
sedang berada di rumah, pastilah akan heboh mendengar suara rintihan Mbak Ayu
yang makin lama makin keras ini.
“Iyaaaa
Saaaam.... ini enak sekali Saaam.... jilatin terus itilnya Saaaam...
iyaaaaaa.... iyaaaa.... ooooooh Saaaam... ini luar biasa enaknya Saaam.... “
Mbak Ayu
semakin histeris, sementara aku pun semakin sulit mengendal9ikan diri. Karena
membayangkan betapa nikmatnya kalau kontolku dimasukkan ke dalam kemaluan kakak
tiriku yang sudah basah sekali ini. Namun aku tetap mati-matian mempertahankan
nafsuku sendiri. Jangan sampai melakukan sesuatu yang kusesali di kemudian
hari. Setelah belasan menit aku menjilati kemaluan kakak tiriku, akhirnya dia
berkelojotan dengan nafas tak beraturan. Lalu ia mengejang sambil menahan
nafasnya, perutnya pun terangkat dan terdengar rintihannya,
“Oooooh...
Saaam... ini... ini seperti ada yang mau keluar.... ooooh.... Saaaaaaam....“
Aku pun
merasakan sesuatu yang lain. Kemaluan Mbak Ayu terasa berkedut-kedut. Mungkin
ia sedang menikmati orgasmenya. Dugaanku tidak meleset. Sesaat kemudian Mbak
Ayu mendorong kepalaku sambil berkata,
“Jauhkan dulu
mulutmu dari memekku Sam... ooooh....“
Kuikuti
permintaannya itu. Kujauhkan mulutku dari kemaluan kakak tiriku. Lalu duduk
bersila di samping tubuh telanjang yang sangat menggiurkan itu. Mbak Ayu yang
masih celentang itu menatapku dengan senyumnya yang tampak begitu manis di
mataku.
“Mbak sudah
orgasme ya?” ucapku sambil mengelus-elus perut Mbak Ayu yang terasa lembab oleh
keringat. Mbak Ayu bangkit, duduk di sampingku sambil menyahut,
“Kayaknya sih
iya... barusan terasa seperti melayang-layang... lalu ada sesuatu yang mengalir
di dalam kemaluanku. Nikmat sekali.... terima kasih Sam...“
Ucapan Mbak
Ayu itu dilanjutkan dengan kecupan hangatnya di bibirku. Dalam suasana batin
yang sudah berubah. Ya, dalam keadaan seperti ini aku memandang Mbak Ayu tak
sekadar kakak tiri yang harus kuanggap seperti kakak kandungku belaka. Aku pun
memandang Mbak Ayu sebagai cewek yang menggiurkan, karena tubuh tinggi
montoknya begitu mulus dan hangat. Wajahnya pun cantik, sehingga bodohlah aku
ini kalau melepaskan kesempatan ini begitu saja.
Karena itu,
ketika Mbak Ayu mengecup bibirku, langsung kusambut dengan lumatan hangat,
sambil mendekap pinggangnya yang masih telanjang bulat. Dan Mbak Ayu pun terasa
menyambut lumatanku. Lengannya melingkar di leherku, lalu balas melumat
bibirku, tak ubahnya membalas lumatan kekasih tercintanya. Setelah ciuman kami
terlepas, Mbak Ayu menatapku sambil menyelinapkan tangannya ke balik celana
dalamku.
“Sam... kamu
sudah memuasi diriku... tapi Sam sendiri belum mendapatkan apa-apa ya?”
“Nggak apa-apa
Mbak. Yang penting Mbak sudah puas. Kalau aku sih gampang... dikocok juga nanti
ngecrot,“ sahutku.
“Kuemut aja
ya. Mau ?”
“Kalau Mbaknya
mau sih silakan aja.“
“Mau,“ Mbak
Ayu mengangguk sambil tersenyum,
“Hitung-hitung
belajar aja. Tapi putar dulu bokep yang ada adegan ngemut penis.“
Dengan mudah
kuputar bokep yang sesuai dengan permintaan Mbak Ayu. Bokep yang menonjolkan
felatio. Kebetulan ada bokep yang dimintanya itu. Adegan di bokep itu awalnya
gantian saling oral, kemudian berlanjut ke adegan posisi 69.
“Nah itu
adegan enamsembilan Mbak,“ kataku setelah layar laptopku menayangkan adegan 69.
ceweknya di atas cowoknya di bawah dalam posisi sungsang.
“Heee... boleh
juga tuh... kita ikutin posisi itu ya,“ ajak kakak tiriku sambil mengguncang
pergelangan tanganku.
Aku pun
menyetujui ajakan Mbak Ayu. Lalu melepaskan celana dalamku sambil menelentang
di dekat laptopku. Sengaja kuambil posisi sedemikian rupa, agar Mbak Ayu tetap
bisa memandang ke arah layar laptopku pada waktunya nanti. Setelah aku
menelentang dengan penis yang sudah sangat tegang ini, Mbak Ayu menelungkup di
atasku dalam posisi terbalik. Wajahnya berada di atas penisku, sementara
kemaluannya berada di atas wajahku.
Lagi-lagi aku
menyaksikan suatu pemandangan yang sangat indah dan menggiurkan. Menyaksikan
sebentuk kemaluan yang tembem dan agak menganga, karena sudah mencapai
orgasmenya tadi. Dan kini aku akan menjilatinya kembali, sementara Mbak Ayu
akan mengoral penisku. Ya... ia mulai menjilati leher dan puncak penisku,
seperti yang sedang ditayangkan di layar laptopku. Lalu ia mengulum penisku
yang sedang dipegangnya, lalu air liurnya terasa mengalir ke badan penisku.
Aku tidak
memberi pengarahan tentang bagaimana cara mengoral penis yang baik. Biarlah dia
mengerti sendiri dengan mengikuti adegan-adegan di layar laptopku. Lagian aku
sendiri mulai sibuk menjilati kemaluannya yang sudah bertempelan dengan
mulutku. Jujur, aku sendiri baru pertama ini merasakan dioral oleh perempuan.
Karena itu ketika Mbak Ayu makin agresif menyelomoti dan mengurut-urut penisku,
melayang-layang juga batinku dibuatnya. Dalam nikmat yang sulit dilukiskan
dengan kata-kata.
Ketika aku
sedang asyik menjilati kemaluan Mbak Ayu, terkadang aku sendiri
mengejang-ngejang karena permainan oral kakak tiriku itu menyentuh bagian
sensitif di penisku, yang membuatku harus menahan nafas saking enaknya. Mbak
Ayu juga sama. Ketika sedang asyik menyelomoti dan mengurut-urut penisku,
terkadang ia pun mengejang-ngejang, terutama pada waktu aku menjilati
kelentitnya.
Begitulah yang
terjadi. Kami saling mengoral, tapi terkadang diam dan mengejang, karena
merasakan nikmatnya dioral. Lebih dari setengah jam kami melakukannya, sampai
akhirnya penisku berejakulasi, sementara Mbak Ayu sudah duluan mencapai orgasme
lagi untuk yang kedua kalinya.
“Aduuuuh....
luar biasaaa...“ ucap Mbak Ayu sambil menelentang di sampingku.
“Apanya yang
luar biasa Mbak?”
“Luar biasa
enaknya...“ sahut Mbak Ayu sambil memiringkan tubuhnya ke arahku. Dan mengelus
dadaku yang masih keringatan,
“Kalau penismu
dimasukkan ke dalam memekku, mungkin lebih enak lagi, ya Sam.“
“Jangan mikir
ke sana Mbak. Kita cari yang aman-aman aja. Kalau benar-benar bersetubuh kan
ada resikonya. Pertama, virginitas Mbak hilang. Kedua, Mbak bisa hamil.“
“Aku rela
kalau kamu yang ambil perawanku,“ kata Mbak Ayu sambil memegangi penisku yang
sudah lemas,
“Soal hamil
kan bisa dicegah. Besok aku beli pil kontrasepsi ya.“
“Besok kan
Minggu Mbak. Apotek tutup semua.“
“Oh iya ya.
Senin aja beli pil kontrasepsinya.“
“Senin pagi
Papa, Mama, Yoga dan Mbak Nita udah pada pulang.“
“Iya ya... “
Mbak Ayu tampak seperti sedang berpikir.
“Santai aja
Mbak jangan terburu nafsu. Apa pun yang Mbak inginkan, akan kulakukan. Tapi
jangan terburu-buru gitu. Kita cari dulu waktunya yang ngepas.“
“Janji ya...
kamu bakal mau menyetubuhiku nanti...“
“Iya, iya...
asalkan Mbak bisa merahasiakannya dan jangan menyesal di kemudian hari “ Mbak
Ayu tersenyum manis. Mengecup pipiku, lalu berbisik,
“Aku akan
merahasiakannya. Dan takkan menyesal di kemudian hari. “
Dan malam
semakin larut...
Posting Komentar
0 Komentar