SWEET HOME CHAPTER 2
GENRE : DRAMA EROTIC
JUMLAH HALAMAN : 384 HALAMAN
HARGA : Rp 30.000
PART 1
CATATAN PRIBADI MAMA
Tadinya aku
mengizinkan Bang Darda menikahi bossnya sendiri, karena menurut pengakuan
suamiku usia wanita itu lebih tua dariku. Dan suamiku mau menikahinya
semata-mata atas dasar posisi suamiku di perusahaan milik wanita itu. Bahkan
suamiku berjanji untuk membelikanku sebuah mobil, sementara kedua anak
kandungku dan kedua anak tiriku akan dibelikan motor baru semua. Karena itu aku
pun mengizinkan suamiku untuk menikahi wanita itu secara sah, baik menurut
agama mau pun menurut undang-undang perkawinan.
Lalu sejak aku
dimadu, aku merasakan hampir semua janji Bang Darda diwujudkan dalam kenyataan.
Kecuali satu, bahwa dia semakin lama semakin jarang pulang, sehingga aku sering
merana dalam kesendirianku. Dalam suasana hati yang merana karena kesepian ini,
aku mulai berusaha melipurnya dengan caraku sendiri. Dengan merenggut
kejantanan Sam, dengan merenggut kejantanan Rendi dan bahkan juga Yoga.
Tadinya aku
merasa semuanya itu cukup untuk membuatku tidak merana lagi. Namun setelah
mengetahui bahwa ternyata istri muda Bang Darda itu jauh lebih muda dariku,
keresahanku bangkit lagi. Rasanya aku ingin mendapatkan sebanyak-banyaknya
lelaki muda untuk mengobati perasaan cemburu yang mulai menggila ini. Mungkin
atas dasar “revenge” itulah aku mengunjungi rumah Mbak Marini pada suatu hari,
meski rumahnya lumayan jauh dari kotaku. 65 kilometer.
Aku mendatangi
rumah Mbak Mar bukan karena kangenku pada kakak sulungku itu. Tapi karena aku
ingin berjumpa dengan Mahendra, anak bungsu Mbak Mar itu. Kalau dia sudah pisah
rumah dengan Mbak Mar, minimal aku ingin tahu alamat rumahnya. Memang selama
ini aku tak pernah berkomunikasi lagi dengan Mahendra yang dahulu termasuk
keponakan yang tidak kubutuhkan. Tapi sekarang aku merasa butuh kehadirannya di
dalam kehidupanku.
Dari Mbak Mar
aku mendapatkan berita bahwa Mahendra sudah bekerja di sebuah perusahaan yang
letaknya di luar kota. Mbak Mar memberikan alamat mess Mahendra, berikut nomor
hapenya yang baru. Senang sekali aku mendapatkan info dari kakak sulungku itu.
Dan yang menyenangkan ketika aku mendapatkan info bahwa Mahendra belum menikah.
“Apakah kamu
mau menjodohkan Hendra dengan salah satu anakmu Mien?” tanya Mbak Mar.
“Susah juga
Mbak. Anak zaman sekarang gak bisa dijodoh-jodohkan seperti zaman dahulu.
Lagian mereka terlalu dekat pertalian darahnya,“ sahutku.
Setelah
kenyang ngobrol, aku pamitan kepada Mbak Mar. Aku meninggalkan rumah Mbak Mar.
Tapi aku mengarahkan mobilku bukan menuju rumahku, melainkan menuju kota yang
letaknya agak jauh dari kotaku. Sekitar limapuluh kilometer jaraknya dari
kotaku. Hitung-hitung refreshing saja lah. Apa salahnya kalau sekali-sekali aku
menyegarkan otakku dengan cara mengunjungi kota-kota lain?
Kebetulan hari
itu suasana lalu lintas sedang lancar sekali. Sehingga dalam waktu sejam lebih
aku sudah tiba di kota tujuanku. Kota di mana Mahendra bermukim sekarang. Tanpa
ragu aku pun cek in di sebuah hotel yang lumayan bagus di kota itu. Setelah
berada di dalam kamar hotel itu, kukeluarkan hapeku dan kupijat nomor Mahendra
yang tadi kuterima dari Mbak Mar.
“Hallo... dengan siapa ini ya?”
“Ini Tante
Mien, Hen. Lagi ngapain?”
“Oooh Tante
Mien ? Aku baru pulang kerja Tante.“
“Tante lagi di
kotamu Hen. Ini tante berada di Hotel XXXXX.“
“Oh ya?!
Ada urusan apa Tante? Lagi bisnis ya?”
“Iya. Ke sini
dong. Tante kangen sama kamu Hen.“
“Iya Tante.
Aku mau mandi dulu ya.“
“Mandinya di
hotel aja. Biar secepatnya kamu bisa merapat ke hotel.“
“Iya Tante,
setengah jam juga aku akan merapat ke hotel.“
Setelah
hubungan seluler ditutup, aku malah buru-buru mandi, karena ingin menyuguhkan
sesuatu kepada keponakanku itu, sekaligus untuk meredakan stress-ku. Setelah
mandi sebersih mungkin dan menghanduki tubuhku sampai kering kembali,
kusemprotkan parfum ke leher, ketiak, payudara dan selangkanganku. Kemudian
kukenakan kimono sutra putih dengan corak bunga sakura kecil-kecil di setiap
pinggirannya. Hanya kimono itu yang kukenakan, tanpa pakaian dalam lagi di
baliknya. Kemudian bermake-up sebentar di depan cermin meja rias sambil
merapikan rambutku yang tadi tidak kusirami air. Lalu aku duduk di sofa sambil
menerawang masa laluku.
Aku masih
ingat benar, dahulu aku dan Mbak Mar pernah tinggal serumah, ketika kami
sama-sama menjanda. Setelah menikah dengan Bang Darda pun aku sering menginap
di rumah Mbak Mar. Pada masa itulah Mahendra pernah kumarahi, karena ketahuan
sedang mengintipku lagi mandi. Mahendra itu kira-kira seumuran dengan Sam. Pada
saat ketahuan mengintipku itu, Mahendra masih di SMA kelas dua. Sama dengan Sam
yang saat itu baru kelas dua SMA juga. Setelah kumarahi itu Mahendra jadi
takut-takut kalau berhadapan muka denganku. Tapi sekarang dia sudah dewasa.
Pasti dia takkan takut lagi menghadapiku.
Beberapa saat
kemudian terdengar pintu diketuk dari luar. Kubuka pintu itu, ternyata Mahendra
sudah datang. Dalam keadaan berpakaian rapi pula.
“Kamu sudah
mandi dulu tadi?” tanyaku sambil membiarkan tanganku dicium olehnya di ambang
pintu.
“Iya Tante.
Mandi kilat, lima menit selesai.“ sahut Mahendra yang biasa kupanggil Hen saja
itu.
“Ayo masuk.“
kataku sambil mencubit pipi Hen dan menuntunnya masuk ke dalam. Setelah menutup
dan menguncikan pintu, aku duduk di sofa, sementara Hen masih berdiri sambil
memandang ke arah lukisan abstrak yang menghiasi dinding kamar hotel itu.
“Kamu sekarang
udah kerja ya Hen,“ ucapku sambil menepuk sofa yang sedang kududuki, agar Hen
duduk di samping kananku.
“Iya Tante,“
sahut Hen sambil duduk di sebelah kananku.
“Emangnya
kuliahmu sudah selesai?”
“Sudah. Tapi
cuma D3, Tante.“
“Udah punya
pacar?”
“Belum Tante.
Tabungannya juga masih tipis sekali. Gak berani pacaran dulu.“
“Tapi kamu
tinggal di mess segala, berarti posisimu bagus dong. Buruh biasa takkan
ditempatkan di mess.“
“Belum
bagus-bagus benar. Cuma staf bagian produksi.“
“Jadi kamu
kerja di pabrik?”
“Iya Tante.
Pabrik obat-obatan.“
“Ooo...
baguslah. Besok libur nggak?”
“Libur Tante.
Kan besok tanggal merah.“
“Kalau gitu,
sekarang tidur di sini aja ya. Tante takut tidur sendirian nanti malam.“
“Tapi...
tempat tidurnya cuma satu Tante,“ sahut Hen sambil memandang ke sekeliling
kamar hotel.
“Ya tidur di
sana aja berdua, biar hangat,“ kataku sambil menunjuk ke arah tempat tidur. Hen
menatapku dengan sorot ragu.
“Kenapa kayak
yang bingung? Nggak mau tidur sama tante?”
“Iii...
iya.... mau Tante... mau...“ jawabnya tergagap.
“Dulu kamu
sering ngintip tante mandi ya?”
“Iii... iya
Tante... waktu itu aku nakal sekali ya..“
“Tante marah
karena waktu itu kamu belum dewasa. Sekarang sih boleh lihat tante telanjang.
Karena sekarang kamu sudah dewasa.“
“Kalau
sekarang aku malah takut melihatnya...“ sahut Hen hampir tak terdengar.
“Kenapa
takut?”
“Takut gak
kuat menahan nafsu...“ sahutnya terdengar lugu.
“Kalau nafsu
ya masukin aja tititnya ke memek tante.“
“Eee... emang
boleh?”
Sebagai
jawaban, kutarik tangan kiri Hen dan kuselinapkan ke balik kimonoku lewat
belahannya. Lalu telapak tangannya kutempelkan di permukaan kemaluanku yang
belakangan ini selalu kucukur plontos, untuk mengikuti selera anak muda zaman
sekarang. Terasa tangan Hen gemetaran setelah menyadari apa yang sedang
disentuhnya.
“Ayo terus
terang... dulu kamu sering bayangin memek tante kan?”
“Iii... iya
Tante. Tapi waktu itu aku gak sempat melihat memek Tante. Karena Tante selalu
membelakangi pintu yang ada bolongnya dan sering kulihat buat ngintip Tante
mandi,“ sahut Hen dengan tangan mulai mengusap-usap permukaan kemaluanku.
“Masa sih?!“
ucapku sambil melepaskan ikatan tali kimonoku. Lalu kedua sisi kimono putih ini
kubuka selebar mungkin sambil berkata,
“Sekarang
lihatlah sepuasmu.“
“Tan...
Tante...“ Hen melotot ke arah kemaluan dan sepasang payudaraku yang sudah
terbuka penuh.
“Kamu duduk di
situ,“ ucapku sambil menunjuk ke lantai. di antara kedua belah kakiku yang
kurenggangkan,
“Lihat deh
memek tante dari jarak yang sangat dekat. Tapi ingat... segala yang terjadi di
sini harus dirahasiakan ya. Jangan sampai mamamu tahu.“
“Iiii... iya
Tante,“ sahut Hen sambil berdiri, lalu bersila di lantai bertilamkan karpet
merah itu. Menghadap ke arah kemaluanku yang sengaja kumajukan agar Hen bisa
melihatnya secara lebih teliti. Hen memusatkan pandangannya ke arah kemaluanku,
dengan mata hampir tak berkedip.
“Kalau kamu
mau jilatin memek tante... jilatin aja deh...“ kataku.
“Iii... iya
Tante. Aku sering nonton di bokep, tapi belum pernah me... melakukannya,“ sahut
Hen tergagap.
“Ya lakukanlah
sepuasmu, seperti yang sering kamu lihat di bokep itu,“ ucapku sambil memajukan
lagi bokongku, agar Hen lebih leluasa beraksi pada kemaluanku.
Hen seperti
ragu pada mulanya. Cuma mengusap-usap kemaluanku yang sudah agak ternganga,
karena kedua kakiku sudah sangat kurentangkan. Maka kutarik kepala Hen agar
mulutnya menyentuh kemaluanku. Hen benar-benar menciumi kemaluanku yang pasti
harum di penciumannya, karena selangkanganku sudah kusemproti parfum impor
tadi. Kemudian Hen mulai menjilati belahan kemaluanku dengan lahapnya. Nafasku
pun mulai tertahan-tahan sambil menikmati enaknya jilatan Hen di bagian yang
terpeka di tubuhku ini. Sementara tangan kiriku mulai mengusap-usap rambut Hen
yang berada di bawah perutku.
“Itil tante
jangan terlewat.. jilatin juga... yang ini nih,“ ucapku sambil menyentuhkan
telunjukk ke clitorisku.
Hen tidak
menyahut dengan lisan. Namun ia mulai menjilati kelentitku juga dengan
lahapnya. Ini membuatku semakin horny. Tapi aku masih berusaha untuk menahan
diri. Agar Hen “kenyang” menjilati kemaluanku yang sudah membasah ini.
***
Aku sudah
sangat horny. Bahkan sudah lupa diri. Maka kukepit sepasang pipi Hen dengan
kedua telapak tanganku, sambil bertanya frontal,
“Kontolmu udah
ngaceng Hen?” Hen menjauhkan mulutnya dari memekku.
“Dari tadi
juga udah tegang Tante.“
“Coba berdiri
dulu.“ Hen menurut saja. Berdiri canggung di depanku.
Aku pun
menarik ritsleting celana jeansnya, Lalu menyelinapkan tanganku ke balik celana
dalamnya. Dan kusembulkan batang kemaluannya yang ternyata sudah sangat ngaceng
itu. Maaak... ternyata kontol Hen gede dan panjang banget. Sama panjangnya
dengan kontol Sam.
“Lepasin aja
celananya... lalu masukin kontolmu ke sini,“ perintahku yang dijawab spontan
dengan anggukan Hen.
Hen melepaskan
celana jeans sekaligus celana dalamnya, sehingga batang kemaluannya seolah
menunjuk ke arah mukaku. Sebenarnya aku ingin menjilati dan mengoralnya. Tapi
takut keburu ngecrot sebelum memekku sempat merasakan entotannya. Maka kutarik
pahaku dengan kedua tanganku, sampai sepasang lututku menyentuh sepasang
toketku.
“Ayo masukin
ke sini Hen.“ perintahku sambil menepuk-nepuk memekku yang sudah gatel, yang
ingin segera digesek oleh kejantanan anak muda dan disemprot dengan cairan
kental hangat ini.
Hen berdiri
membungkuk sambil meletakkan moncong penisnya di ambang mulut memekku. Takut
meleset pada waktu didorong, kupegang dan kuarahkan moncong penis Hen sampai
benar-benar pas targetnya.
“Ayo dorong
kontolmu yang kuat!“ perintahku. Hen pun mendesakkan batang kemaluannya
kuat-kuat seperti yang kuminta. Dan langsung amblas separohnya.
“Kamu udah
pernah menggauli cewek Hen?” tanyaku sambil meletakkan betis kiriku di bahu
kanan Hen, sementara kaki kananku kujulurkan ke lantai, sambil merebahkan diri
dengan leher agak menekuk di sandaran sofa.
“Belum pernah
Tante. Ini yang pertama kalinya. Kalau nonton bokep sih sering.“
“Kalau gitu
harus diajarin juga ya. Ayo sekarang entotin, tapi waktu menariknya harus
hati-hati, jangan sampai terlepas dari memek tante.“
“Iii... iya
Tante...“ sahut Hen sambil mendesakkan lagi batang kemaluannya kuat-kuat,
sampai amblas sepenuhnya di dalam liang sanggamaku.
“Naaah... udah
masuk semua Hen. Sekarang entotlah perlahan-lahan dulu. Nanti juga kamu akan
mengerti sendiri. Yang penting jangan sampai kontolmu terlepas, biar gak susah
lagi masukinnya.“
Hen mengikuti
anjuranku. Sambil memegangi paha kiriku’ karena betisku masih menumpang di bahu
kanannya, Hen pun mulai menarik penisnya perlahan-lahan, lalu mendorongnya lagi,
menariknya lagi, mendorongnya lagi dan begitu seterusnya.
Dalam tempo
singkat Hen Mahendra sudah mengerti apa yang harus dilakukannya. Sambil
memegangi paha kiriku dengan tangan kanannya, Hen mulai lancar mengentotku
secara normal. Sementara tangan kirinya kutarik dan kutempelkan di permukaan
toket kananku. Hen pun bisa mengentotku sambil meremas toket kananku, sambil
berdiri dan agak membungkuk.
Kerinduanku
pada sentuhan kejantanan mulai kunikmati. Tapi aku ingin lebih nyaman lagi
menikmatinya. Karena itu aku mengajak Hen pindah ke atas bed. Hen manut saja.
Mencabut batang kemaluannya dari liang memekku. Lalu mengikuti langkahku menuju
tempat tidur.
Sebelum naik
ke atas bed, kutanggalkan dulu kimonoku. Sementara Hen pun kusuruh menanggalkan
baju kaus putihnya. Setelah sama-sama telanjang, aku menelentang di atas kasur
bertilamkan seprai putih bersih, sambil mengusap-usap memekku.
“Ayo masukin
lagi Hen…“ kataku.
Hen mengangguk
sambil tersenyum. Lalu merayap ke antara sepasang pahaku yang sudah
kurentangkan. Hen meraba-raba memekku sesaat, mungkin sedang memastikan ke arah
mana penisnya harus dibenamkan. Aku biarkan Hen mencari sendiri arah itu.
Akhirnya terasa penis Hen melesak masuk ke dalam liang memekku....
blessssss.... sekaligus masuk semua karena liang sanggamaku masih sangat basah
dan licin.
Aku pun
menyambutnya dengan merengkuh leher Hen ke dalam peluikanku, sambil menatap
wajah keponakanku dari jarak yang sangat dekat. Setelah dewasa Mahendra memang
tampan. Cewek mana pun takkan menyesal disetubuhi olehnya. Apalagi aku yang
sudah berumur 42 tahun ini.
“Memek tante
enak nggak Hen?” tanyaku.
“Luar biasa
enaknya Tante. Laksana memek bidadari yang sering datang dalam mimpi-mimpiku,“
sahutnya.
“Biasanya
cowok seusiamu sudah banyak pengalaman menggauli perempuan.“
“Aku nggak
berani Tante. Main embat cewek baik-baik, takut hamil. Ngembat perempuan nakal,
takut ketularan penyakit kotor... takut ketularan HIV/AIDS pula.“
“Terus...
kalau kamu lagi kepengen diapain aja kontolmu? Ngocok ya?”
“Hehehee...
iya Tante... mendingan ngocok sambil membayangkan Tante...“
“Oh ya?! Jadi
kamu sering membayangkan tante sambil ngocok?”
“Jujur...
selalu begitu Tante. Makanya aku senang sekali bisa mewujudkan khayalan dan
mimpi-mimpiku, bahkan tadi malam aku ngocok sambil membayangkan sedang
menyetubuhi Tante juga.“
“Ya udah...
mulai sekarang kalau sedang nafsu dan ingin bersetubuh, jangan dikocok lagi.
Kirim WA aja. Nanti tante datang ke sini atau kamu yang datang ke rumah tante.“
“Kalau
ketahuan Om Darda gimana?”
“Dia jarang
pulang sekarang Hen. Terlalu sibuk dengan kerjaannya. Sudah punya bini muda
pula. Ayo entotin lagi kontolmu... jangan direndam terus. Nanti keburu jadi es
lilin. “
“Hahahaaa...
iya Tante... iyaaaa....“ Hen mulai mengayun penisnya dalam gerakan perlahan...
makin lama makin cepat dan berirama. Yang kusambut dengan pagutan dan lumatan
di bibirnya.
“Aaaaa...
aaaaah... kontolmu enak sekali Heeeen.... iyaaaaa..... iyaaaaaa. entot terus
Heeeen.... iyaaaa.... enak Heeen.... aaaaa... aaaah...“ rintihku tak
terkenbdalikan lagi, karena entotan Mahendra mulai kurasakan enaknya,
“Sambil emut
pentil tetek tante Hen... nnnaaah... iyaaaa.... begitu Hen... dudududuuuuh....
tambah enak Hen....“
Tadinya
kupikir Hen akan cepat ngecrot, karena mengaku baru sekali ini menyetubuhi
perempuan. Tapi ternyata Hen mampu bertahan lama. Mungkin karena dia sering
ngocok, sehingga dia bisa bertahan lama di atas perutku. Bahkan terasa tubuh
Hen mulai bersimbah keringat. Bercampur baur dengan keringatku sendiri.
Sementara penis Hen tetap asyik mengentot liang memekku.
Sampai pada
suatu saat, aku mulai berkelojotan, lalu menggeliat dan mengejang tegang. Ini
jelas, bahwa aku akan mencapai orgasmeku yang pertama. Aku tidak mengatakan
apa-apa, hanya mengejang sambil meremas-remas rambut dan bahu Hen dengan
kuatnya. Lalu titik terindah itu kucapai. Titik puncak orgasme yang membuatku
serasa melesat ke langit yang ketujuh. Langit yang seolah bertaburkan
bunga-bunga surgawi. Yang seolah mengumandangkan gamelan kahyangan di antara
awan-awan di langit yang berwarna orange psikadelic. Kuhembuskan nafasku
setelah beberapa detik tertahan barusan,
“Aaaaaahhh....
“
Lalu sekujur
tubuhku menjadi lemah lunglai. Sementara penis Hen malah semakin garang
mengentot liang memekku yang mulai becek ini. Aku hanya merasa lemas dan
ngilu-ngilu selama beberapa detik saja. Kemudian aku mulai bergairah kembali
untuk meladeni entotan Hen. Bahkan setelah merasa entotan Hen mulai sangat
lancar, aku pun mulai menggeolkan pinggulku denga gerakan memutar, meliuk-liuk
dan menghempas-hempas. Aku senang sekali membuat gerakan menghempas-hempas,
karena pada waktu memekku menukik, terasa kelentitku bergesekan dengan kontol
Hen. Hal seperti ini sering kulakukan waktu disetubuhi oleh Sam.
Pergesekan
antara kelentitku dengan penis Hen memang menimbulkn rasa nikmat yang luar
biasa. karena kelentit adalah bagian yang paling peka di tubuh wanita. Sementara
Hen tampak enjoy dengan geolan pantatku yang laksana goyang Karawang ini. Tubuh
kami pun mulai bermandikan keringat. Namun kata orang, keringat membanjir pada
saat bersetubuh, adalah indikator normalnya hubungan sex itu. Bukankah enerji
yang dikeluarkan di setiap persetubuhan sama dengan jalan kaki sejauh 7,5
kilometer?
Sementara itu,
diam-diam aku merasakan sesuatu yang kurindukan selama ini. Stamina Hen ini...
mengingatkanku pada Sammy. Memang Hen ini terasa tangguh, seperti yang
kuinginkan selama ini. Yang tak pernah kudapatkan pada Yoga, apalagi Rendi. Aku
sudah terbiasa dengan cowok tangguh. Dan itu kudapatkan pada diri Sam.
Disetubuhi oleh Sam, selalu saja aku merasa puas. Sangat puas.
Namun setelah
Sam mengikuti ayahnya dan tinggal entah di mana, aku tak pernah lagi
mendapatkan kepuasan itu. Yoga pun tak bisa dibandingkan dengan Sam, meski Yoga
itu adik kandung Sam. Dengan kata lain, Yoga tak pernah mampu memuaskan hasrat
birahiku. Sehingga membuatku malas merengkuhnya lagi. Hanya Sam yang bisa
memuaskan hasrat birahiku. Dan kini aku mendapatkan sosok yang mampu memuaskan
hasrat birahiku. Mahendra ini, terasa sebanding dengan Sam.
Aku tak
menduga kalau Hen bisa kuanggap sebagai pengganti Sam. Karena itu aku harus
menjaga hubungan rahasiaku dengan Hen, jangan sampai putus di tengah jalan
lagi. Jangan hilang seperti Sam lagi. Untuk itu, aku akan memanjakan Hen. Apa
pun yang Hen inginkan harus kuwujudkan semampuku. Dan kini Hen tengah
ber”push-up“ di atas perutku. Aksi Hen mampu membuatku orgasme dua kali,
sementara Hen masih tampak tangguh. Mengentot liang sanggamaku dengan
kejantanannya. Aku pun meladeninya dengan goyang pinggulku, yang membuat liang
memekku makin lahap membesot-besot penis perkasanya. Sampai pada suatu saat,
Hen tampak panik dan bertanya terengah-engah,
“Tante...
aaaaaaa... le... lepasin di... di mana Taaan...?”
“Lepasin di
dalam aja Hen... tante ingin merasakan nikmatnya disemprot oleh air manimu.
Emangnya kamu udah mau ngecrot?”
“Iiii... iya
Tante... “ cetus Hen sambil mempercepat ayunan penisnya.
Aku pun
mempercepat goyangan pantatku untuk mengikuti irama entotan Hen yang makin lama
makin cepat. Bahkan ketika Hen membenamkan penisnya, lalu mendiamkannya tanpa
ayunan lagi, aku tetap menggeol-geolkan pantatku dengan penuh gairah. Dan
akhirnya nafas Hen berdengus-dengus sementara penisnya terasa
“menembak-nembakkan” cairan spermanya yang kental hangat di dalam liang
kenikmatanku. Tubuh Hen mengejut-ngejut. Lalu terkulai di dalam pelukanku.
Sesaat
kemudian Hen mencabut batang kemaluannya dari liang memekku. Aku pun duduk
sambil memperhatikan mulut memekku yang tengah meluberkan air mani keponakanku.
“Spermamu
banyak sekali Hen,“ ucapku sambil mencolek cairan kental yang meleleh dari
mulut vaginaku. Lalu kujilat sperma hangat yang tercolek oleh telunjukku itu,
sambil tersenyum.
“Heheehee...
spermaku enak Tante?” tanya Hen.
“Enak...
gurih... kayak putih telor ayam kampung...“ sahutku sambil menepuk penis Hen
yang sudah terkulai lesu.
“Masa sih?!
Aku sendiri malah belum tau seperti apa rasa air maniku...“
“Hmmm...
kayaknya kita harus mandi lagi Hen. Badan kita penuh keringat gini. Mau mandi
bareng gak?”
“Mau Tante.
Biar badan kita segar lagi.” Dalam keadaan sama-sama telanjang, kami melangkah
ke dalam kamar mandi.
“Hotel ini
terlalu sederhana,“ kataku setelah berada di dalam kamar mandi,
“Gak ada
shower, apalagi air panas. Masih pakai bak dan gayung. Hihihiii...“
“Salah siapa
milih hotel ini,“ sahut Hen,
“di kota ini kan ada beberapa hotel
berbintang, Tante. Keadaannya jauh lebih baik daripada hotel ini.“
“Iya... lain
kali kalau ke sini lagi tante akan pilih hotel yang lebih bagus. Biar nyaman
ketemuannya sama kamu nanti.“ Hen memelukku dari belakang,
“Tante...“
katanya setengah berbisik.
“Hmm?”
“Aku merasa
seperti sedang bermimpi,“ sahutnya,
“soalnya gak
nyangka kalau obsesiku selama ini akan terwujud dalam kenyataan.“
“Iya. Makanya
tante sengaja datang ke sini, karena tante sudah menduga kalau kamu sering
membayangkan tante.“
“Iya, terima
kasih Tante, segala yang terjadi barusan, sangat berarti bagiku. Tapi kalau
kelak aku kangen sama Tante gimana?” tanya Hen dengan pelukan semakin erat.
“Zaman
sekarang kan serba mudah Hen. Kirim WA atau Line aja. Lalu kita atur mau
ketemuan di mana.“
“Iya... iya...
mmm... besok aku kan libur Tante. Bagaimana kalau besok pagi kita main ke hutan
di belakang pabrik tempatku bekerja?”
“Ke hutan ?
Mau ngapain ke hutan ? Nanti kalau ada ular gimana?”
“Sebutannya
aja hutan. Tapi sebenarnya kebun tanaman obat-obatan. Hanya pohon-pohon
besarnya dibiarkan tetap tumbuh, untuk menjaga agar jangan terjadi longsor.
Pemandangannya sangat indah Tante.“
“Terus mau
ngapain di sana?”
“Duduk-duduk
aja Tante. Tapi mau ML juga bisa, karena hutan itu tidak pernah diinjak orang
luar. Sekelilingnya dipasangi pagar kawat berduri. Hanya para peneliti dari
perusahaan yang suka ke sana. “
“Kamu mau
nyobain ngentot tante di alam terbuka?”
“Kalau boleh
sih memang ingin juga merasakan ML outdoor gitu... hehehee...“
“Kamu
keseringan nonton bokep sih. Makanya ingin meniru kebiasaan orang bule yang
suka bersetubuh di alam terbuka ya.“
“Iya... Tante
mau kan?”
“Mmm... gimana
besok aja deh...“
Posting Komentar
0 Komentar