PARTY AFTER MEETING

 


GENRE : DRAMA EROTIC

JUMLAH HALAMAN : 45 HALAMAN

HARGA : Rp 10.000


Kali ini aku ada bisnis yang harus diselesaikan secepatnya sekarang giliran kota Surabaya yang aku datangi, sangat menyenangkan karena di sana aku bisa bertemu dengan teman lama yang tak lama jumpa, tapi sayangnya suamiku tidak bisa ikut karena kesibukan kantornya.

Ya udah aku suruh orang untuk menemaniku, dia bernama Andi, dia adalah kepercayaan suamiku. Kami berdua berangkat sore hari agar bisa beristirahat mengingat besok ada meeting dengan client membahas soal kontrak dan negosisai bersama calon klienku bernama Pak Reza pukul 9 pagi.

Pukul 19:00 kami check in di Sheraton Hotel, setelah menyelesaikan administrasinya kami langsung masuk ke kamar masing-masing untuk istirahat. Kurendam tubuhku di bathtub dengan air hangat untuk melepas rasa penat setelah seharian meeting di kantor menyiapkan bahan untuk besok. Cukup lama aku di kamar mandi hingga kudengar HP ku berbunyi, tapi tak kuperhatikan, paling juga suamiku yang lagi kesepian di rumah, pikirku. Setelah puas merendam diri, kukeringkan tubuhku dengan handuk menuju ke kamar.

Kukenakan pakaian santai, celana jeans straight dan kaos ketat full press body tanpa lengan hingga lekuk tubuhku tercetak jelas, kupandangi penampilanku di kaca, dadaku kelihatan padat dan menantang, cukup attraktif, di usiaku yang 32 tahun pasti orang akan mengira aku masih berumur sekitar 27 tahun.

Kutelepon rumah dan HP suamiku, tapi keduanya tidak ada yang jawab, lalu kuhubungi kamar Andi yang nginap tepat di sebelah. Aku teringat miss call di HP-ku, ternyata si Rio, gigolo langgananku di Jakarta, kuhubungi dia.

Hallo sayang, tadi telepon ya? sapaku.

Mbak Eva, ketemu yok, aku udah kangen nih, kita pesta yok, ntar aku yang nyiapin pesertanya, pasti oke deh mbak! suara dari ujung merajuk.

Pesta apaan?

Pesta asik deh, dijamin puas! Mbak cuma sediakan tempatnya saja, lainnya serahkan ke Rio, pasti beres, aku jamin mbak! bujuknya.

Emang berapa orang? tanyaku penasaran.

Rencanaku sih aku dengan dua temanku, lainnya terserah Mbak, jaminan kepuasannya Rio deh mbak.

Asik juga sih, sayang aku lagi di Surabaya nih, bagaimana kalo sekembalinya aku nanti?

Wah sayang juga sih mbak, aku lagi kangen sekarang nih…

Simpan saja dulu ya sayang, ntar pasti aku kabari kalo udah balik.

Baiklah mbak, jangan lupa ya!

Aku nggak akan lupa kok sayang, eh kamu punya teman di Surabaya nggak? tanyaku ketika tiba tiba kurasakan gairahku naik mendengar rencana pestanya Rio.

Nah kan bikin pesta di Surabaya… ada nada kecewa di suaranya

Gimana punya nggak? Aku perlu malam ini saja.

Ada sih, biar dia hubungi Mbak nanti, nginapnya dimana sih?

Kamu tahu kan seleraku, jangan asal ngasih ntar aku kecewa.

Garansi deh mbak!

Kumatikan HP setelah memberitahukan hotel dan kamarku, lalu aku ke lobby sendirian, masih sore, pikirku setelah melihat jam tanganku masih pukul 21:00 tapi cukup telat untuk makan malam. Cukup banyak tamu yang makan malam, kuambil meja agak pojok menghadap ke pintu sehingga aku bisa mengamati tamu yang masuk. Ketika menunggu pesanan makanan aku melihat Pak Reza sedang makan bersama seorang temannya, maka kuhampiri dan kusapa dia.

Malam Bapak, apa kabar? sapaku sambil menyalami dia

Eh Mbak Eva, kapan datang? Kenalin ini Pak Edwin buyer kita yang akan meng-export barang kita ke Cina. sambut Pak Reza, aku menyalami Pak Edwin dengan hangat.

Silahkan duduk, gabung saja dengan kami, biar lebih rame. Siapa tahu kita tak perlu lagi meeting besok. kelakar Pak Edwin dengan ramah.

Terima kasih Pak. Wah kebetulan kita bertemu di sini, kan aku nginap di hotel ini juga. jawabku lalu duduk bergabung dengan mereka.

Kami pun bercakap ringan sambil makan malam, hingga aku tahu kalau Pak Edwin dan Pak Reza ternyata sobat lama yang selalu berbagi dalam suka dan duka, meskipun kelihatannya Pak Reza lebih tua, menurut taksiranku sekitar 45 tahun, sementara Pak Edwin, seorang Chinesse, mungkin usianya tidak lebih dari 40 tahun, maximum 37 tahun perkiraanku. Setelah selesai makan malam, aku pesan red wine kesukaanku, sementara mereka memesan minuman lain yang aku tidak terlalu perhatikan.

Bagaimana dengan besok, everything okay? Tanya Pak Reza.

Untuk Bapak aku siapkan yang spesial, kalau tahu bapak ada di sini pasti kubawa proposalku tadi. kelakarku sambil tersenyum melirik Pak Edwin, si cina ganteng itu.

***

Tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 22:30, cukup lama juga kami ngobrol dan entah sudah berapa gelas red wine yang sudah meluncur membasahi tenggorokanku hingga kepalaku agak berat. Tak pernah aku minum wine sebanyak ini, pengaruh alkohol sepertinya sudah menyerangku. Tamu sudah tidak banyak lagi di sekitar kami. Kupanggil waitres untuk menyelesaikan pembayaran yang di charge ke tagihan kamarku.

Kamipun beranjak hendak pulang ketika tiba-tiba kepalaku terasa berat dan badanku terhuyung ke Pak Edwin. Pak Reza sudah duluan pergi ketika Pak Edwin memeluk dan membimbingku ke lift menuju kamar, aku sendiri sudah diantara sadar dan tidak, ketika Pak Edwin mengambil tas tanganku dan mengambil kunci kamar lalu membukanya.

Dengan hati-hati Pak Edwin merebahkan tubuhku di ranjang, dilepasnya sepatu hak tinggiku dan perlahan membetulkan posisi tubuhku, aku sudah tak ingat selanjutnya. Kesadaranku tiba tiba timbul ketika kurasakan dadaku sesak dan ada kegelian bercampur nikmat di antara putingku, kubuka mataku dengan berat dan ternyata Pak Edwin sedang menindih tubuhku sambil mengulumi kedua putingku secara bergantian. Tubuhku sudah telanjang, entah kapan dia melepasnya begitu juga Pak Edwin yang hanya memakai celana dalam.

Bukannya berontak setelah kesadaranku timbul tapi malah mendesah kenikmatan, kuremas rambut kepala Pak Edwin yang masih bermain di kedua buah dadaku. Tangannya mulai mempermainkan selangkanganku. Entah kapan dia mulai menjamah tubuhku tapi kurasakan vaginaku sudah basah, aku cuma mendesah dalam kenikmatan.

Sshh.. Eehh.. Eegghh.. desahku membuat Pak Edwin makin bergairah, dia kemudian mencium bibirku dan kubalas dengan penuh gairah. Kuraba selangkangannya dan kudapati tonjolan mengeras di balik celananya, cukup besar pikirku.

Sambil berciuman, kubuka celana dalamnya. Dia menghentikan ciumannya untuk melepas hingga telanjang, ternyata penisnya yang tegang tidak sedasyat yang aku bayangkan. Meski diameternya besar tapi tidak terlalu panjang, paling sepanjang genggamanku, dan lagi belum disunat, ada rasa sedikit kecewa di hatiku, tapi tak kutunjukkan.

Dia kembali menindih tubuhku, diciuminya leherku sambil mempermainkan lidahnya sepanjang leher dan pundakku, lalu turun dan berputar putar di buah dadaku, putingku tak lepas dari jilatannya yang ganas. Jilatannya lalu beralih ke perut terus ke paha dan mempermainkan lututku, ternyata jilatan di lutut yang tak pernah kualami menimbulkan kenikmatan tersendiri. Daerah selangkangan adalah terminal terakhir dari lidahnya, dia mempermainkan klitoris dan bibir vaginaku sambil jari tangannya mulai mengocok vaginaku.

Sshh.. Eegghh.. Eehhmm.. ya Pak..truss Pak.. desahku merasakan kenikmatan dari jilatan dan kocokan jari Pak Edwin.

Pak Edwin kembali ke atasku, kakinya dikangkangkan di dadaku sambil menyodorkan penisnya, biasanya aku tak mau mengulum penis pada kesempatan pertama, tapi kali ini entah karena masih terpengaruh alkohol atau karena aku terlalu terangsang, maka kuterima saja penisnya di mulutku.

Kupermainkan ujung kepalanya dengan lidah lalu turun ke batang penis, kemudian tak lupa kantung bolanya dan terakhir kumasukkan penis itu ke dalam mulutku, cukup kesulitan juga aku mengulum penisnya karena batang itu memang besar.

Dia mengocok mulutku dengan penisnya selama beberapa saat, cukup kewalahan juga aku menghadapi kocokannya untung, tidak berlangsung lama. Pak Edwin kembali berada diantara kakiku, disapukannya penisnya ke bibir vaginaku lalu mendorong tanpa kesulitan berarti hingga melesaklah penis itu ke vaginaku semua, aku merasa masih banyak ruang kosong di bagian dalam vaginaku meski di bagian luarnya terasa penuh oleh besarnya batang penis Pak Edwin.

Ehh.. Sshh.. Eeghghgh…

Aku mulai mendesah ketika Pak Edwin mulai mengocokkan penisnya, dengan cepat dia mengocokku seperti piston pada mesin mobil yang tancap gas. Ada perbedaan rasa atas kocokan pada penis yang tidak disunat itu, gesekan pada dinding vaginaku kurang greger, tapi tak mengurangi kenikmatan malahan menambah pengalaman. Tanpa ampun pantatnya turun naik di atas tubuhku sambil menciumi leher jenjangku, kurasakan kenikmatan dari kocokannya dan kegelian di leherku.

Pak Edwin menaikkan tubuhnya dan bertumpu pada lutut dia mengocokku, dengan posisi seperti ini aku bisa melihat expresi wajahnya yang kemerahan dibakar nafsu. Tampak sekali rona merah diwajahnya karena kulitnya yang putih tipikal orang cina, wajah gantengnya bersemu kemerahan.

Kutarik wajahnya dan kucium bibirnya karena gemas, kocokannya makin cepat dan keras, keringat sudah membasahi tubuhnya meski belum terlalu lama kami bercinta. Kugoyangkan pantatku mengimbangi gerakannya, ternyata itu membuat dia melambung ke atas dan menyemprotlah spermanya di vaginaku. Kepala penisnya kurasakan membesar dan menekan dinding vaginaku, denyutnya sampai terasa di bibir vaginaku, lalu dia terkulai lemas setelah menyemprotkan spermanya hingga habis.

Agak kecewa juga aku dibuatnya karena aku bahkan belum sempat merasakan sensasi yang lebih tinggi, terlalu cepat bagiku, tak lebih dari sepuluh menit.

Sorry aku duluan.. bisiknya di telingaku sambil tubuhnya ditengkurapkan di atas tubuhku.

Nggak apa kok, ntar lagi. kataku menghibur diri sendiri. Kudorong tubuhnya dan dia rebah di sampingku, dipeluknya tubuhku, dengan tetap telanjang kami berpelukan, napasnya masih menderu.

Aku berdiri mengambil Marlboro putih dari tas tanganku, kunyalakan dan kuhisap dalam dalam dan kuhembuskan dengan keras untuk menutup kekesalan diriku.

I need another kontol. pikirku kalut. Kulihat di HP ada pesan dari Rio.

Sebentar lagi akan ada yang menghubungi, namanya Rino


Posting Komentar

0 Komentar