ABG MESUM

 


GENRE : DRAMA EROTIC

JUMLAH HALAMAN : 44 HALAMAN

HARGA : Rp 10.000

Namaku Lani, seorang ibu rumah tangga, umurku 36 tahun. Suamiku namanya Prasojo, umur 44 tahun, seorang tentara aktif. Aku bahagia dengan suami dan kedua anakku. Suamiku seorang laki-laki yang gagah dan bertubuh besar, biasalah dulu dia seorang tentara. Penampilanku walaupun sudah terbilang berumur tapi sangat terawat, karena aku rajin ke salon dan fitnes.

Tubuhku masih bisa dikatakan langsing, walaupun payudaraku termasuk besar, karena sudah punya anak dua. Anakku yang pertama bernama Rika, seorang gadis remaja yang beranjak dewasa. Dia sudah mau lulus SMA, yang kedua Arjuna, masih sekolah SMA kelas 1. Rika walaupun tinggal serumah dengan kami tapi dia lebih sering menghabiskan waktunya di tempat kosnya yang berada tak jauh dari sekolahnya. Kalau si Arjuna, karena cowok remaja, lebih sering berkumpul dengan teman-temannya ataupun sibuk berkegiatan di sekolah.

Semenjak tidak lagi sibuk mengurusi anak-anak, kehidupan seksku semakin tua justru semakin menjadi-jadi. Apalagi suamiku selain bertubuh kekar, juga orang yang sangat terbuka soal urusan seks. Segala macam gaya berhubungan badan sudah kami lakukan. Kami bercinta sangat sering, minimal seminggu tiga kali. Entah mengapa gairah seksku semakin menggebu. Sebagai tentara, suami sering tidak ada di rumah, tapi kalau pas di rumah, kami langsung menghabiskan waktu dengan sex.

Sudah lama kami memutuskan untuk tidak punya anak lagi. Tapi aku sangat takut untuk pasang spiral. Dulu aku pernah mencoba suntik dan pil KB. Tapi sekarang kami lebih sering pakai kondom, atau lebih seringnya suamiku ‘keluar’ di luar. Biasanya di muka, di payudara, atau bahkan di dalam mulutku. Pokoknya kami sangat hati-hati agar Arjuna tidak punya adik lagi. Dan tenang saja, suamiku sangat jago mengendalikan muncratannya, jadi aku tidak khawatir muncrat di dalam rahimku.

Walaupun sudah dua kali melahirkan tubuhku termasuk sintal dan seksi. Payudaraku masih cukup kencang karena terawat. Tapi yang jelas, bodiku masih semlohai, karena aku masih punya pinggang. Aku sadar, kalau tubuhku masih tetap membuat para pria menelan air liurnya. Apalagi aku termasuk ibu-ibu yang suka pakai baju yang agak ketat. Sudah kebiasaan sih dari remaja.

Suamiku termasuk seorang pribadi yang baik. Dia ramah pada setiap orang. Di kampung dia termasuk aparat yang disukai oleh para tetangga. Apalagi suamiku juga banyak bergaul dengan anak-anak muda kampung. Kalau pas di rumah, suamiku sering mengajak anak-anak muda untuk ngobrol di teras rumah. Semenjak setahun yang lalu, di halaman depan rumah kami di bangun semacam gazebo untuk nongkrong para tetangga.

Setelah membeli televisi baru, televisi lama kami, ditaruh di gazebo itu, sehingga para tetangga betah nongkrong di situ. Yang jelas, banyak bapak-bapak yang curi-curi pandang ke tubuhku kalau aku bersih-bersih halaman atau ikutan nimbrung sebentar di gazebo. Maklumlah, kalau istilah kerennya, aku ini termasuk MILF, hehehe.

Selain bapak-bapak, ada juga pemuda dan remaja yang sering bermain di rumah. Salah satunya karena gazebo itu juga dipergunakan sebagai perpustakaan untuk warga. Salah satu anak kampung yang paling sering main ke rumah adalah Indra, bocah kampung yang masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Dia anak tetangga kami yang berjarak 3 rumah dari tempat kami. Anaknya baik dan ringan tangan. Dengan suamiku dia sangat akrab, bahkan sering membantu suamiku kalau lagi bersih-bersih rumah, atau membelikan kami sesuatu di warung. Sejak masih anak-anak, Indra dekat dengan anak-anak kami, mereka sering main karambol bareng di gazebo kami. Bahkan kadang-kadang Indra menginap di situ, karena kalau malam, gazebo itu diberi penutup oleh suamiku, sehingga tidak terasa dingin.

Pada suatu malam, aku dan suamiku sedang bermesraan di kamar kami. Semenjak sering melihat adegan blow job di internet, aku jadi kecanduan mengulum penis suamiku. Apalagi penis suamiku adalah penis yang paling gagah sedunia bagiku. Tidak kalah dengan penis-penis yang biasa kulihat di film porno. Padahal dulu waktu masih pengantin muda aku selalu menolak kalau disuruh blowjob. Entah kenapa sekarang di usia yang sudah pertengahan kepala tiga ini aku justru tergila-gila mengulum batang suamiku. Bahkan aku bisa orgasme hanya dengan mengulum batang besar itu. Tiap nonton film porno pun mulutku serasa gatal. 

Malam itu pun aku dengan rakus menjilati penis suamiku. Bagi Mas Prasojo, mulutku adalah vagina keduanya. Dengan berseloroh, dia pernah bilang kalau sebenarnya dia sama saja sudah poligami, karena dia punya dua lubang yang sama-sama enak untuk dimasuki. Ucapan itu ada benarnya, karena mulutku sudah hampir menyerupai vagina, baik dalam mengulum maupun dalam menyedot. Karena kami menghindari kehamilan, bahkan sebagian besar sperma suamiku masuk ke dalam mulutku.

Malam itu kami lupa kalau Indra tidur di gazebo. Seperti biasa, aku mendesah keras pada waktu penis suamiku mengaduk-aduk vaginaku. Suamiku sangat kuat. Malam itu aku sudah berkali-kali orgasme, sementara suamiku masih segar bugar dan menggenjotku terus menerus. Tiba-tiba kami tersentak, ketika kami mendengar suara berisik di jendela. Segera Mas Prasojo mencabut batangnya dan membuka jendela. Di luar nampak Indra dengan wajah kaget dan gemetaran karena ketahuan mengintip kami. Suamiku nampak marah dan melongokkan badannya keluar jendela. Indra yang kaget dan ketakutan meloncat ke belakang. Saking kagetnya, kakinya terantuk selokan kecil di teras rumah. Indra terjerembab dan terjungkal ke belakang. Suamiku tak jadi marah, tapi dia kesal juga.

“Walah, Ndra! Kamu itu ngapain?!” bentak Mas Prasojo.

Indra ketakutan setengah mati. Suamiku yang tadinya kesal pun tak jadi memarahinya. Indra gelagepan. Wajahnya meringis menahan sakit, sepertinya pantatnya terantuk sesuatu di halaman. Aku tadinya juga sangat malu diintip anak ingusan itu. Tapi aku juga menyayangi Indra, bahkan seperti anakku sendiri. Aku juga sadar, sebenarnya kami yang salah karena bercinta dengan suara segaduh itu. Aku segera meraih dasterku dan ikut menghampiri Indra.

“Aduh, mas! Kasian dia, nggak usah dimarahin! Kamu sakit Ndra?” Aku mendekati Indra dan memegang tangannya. Wajah Indra sangat memelas, antara takut, sakit, dan malu.

“Sudah nggak papa. Kamu sakit, Ndra?” tanyaku sekali lagi.

 “Sini coba kamu berdiri, bisa nggak?”

Karena gemeteran, Indra gagal mencoba berdiri, dia malah terjerembab lagi. Secara reflek, aku memegang punggungnya, sehingga kami berdua menjadi berpelukan. Dadaku menyentuh lengannya, tentu saja dia dapat merasakan lembutnya gundukan besar dadaku, karena aku hanya memakai daster tipis yang sambungan, sementara di dalamnya aku tidak memakai apa-apa.

“Aduh!!!” pekikku. Tiba-tiba suamiku tertawa. Agak kesal aku melirik suamiku, kenapa dia menertawai kami.

“Aduh Mas ini! Ada anak jatuh kok malah ketawa?!”

“Hahaha.. lihat itu! Si Indra ternyata udah gede, hahaha...” kata suamiku sambil menunjuk selangkangan Indra.

Ternyata mungkin tadi Indra mengintip kami sambil mengocok, karena di atas celananya yang agak melorot, batang penisnya mencuat ke atas. Penisnya terlihat sangat tegang dan berwarna kemerahan. Indra makin salah tingkah.

“Hussh Mas! Kasihan ih!” kataku yang justru menambah malu si Indra.

“Kamu suka yang lihat barusan, Ndra? Wah, hayooo... kamu nafsu ya lihat istriku?” goda suamiku.

Suamiku malah ketawa sambil berdiri di belakangku. Tentu saja wajah Indra tambah memerah, walaupun tetap saja penisnya tegak berdiri. Kesal juga aku sama suamiku. Udah gak menolong malah mentertawakan anak ingusan itu.

“Udah Mas! Tolongin ih!”

“Lha dia kan sudah berdiri, ya tho Ndra? Hahahaha.” kata suamiku.

Aku sungguh tidak tega lihat muka anak itu. Merah padam karena malu. Aku lalu berdiri mengangkang di depan anak itu, dan memegang dua tangannya untuk menariknya berdiri. Berat juga badannya. Kutarik kuat-kuat, akhirnya dia terangkat. Tapi baru setengah jalan, mungkin karena dia masih gemetar dan aku juga kurang kuat, tiba-tiba justru aku yang jatuh menimpanya. Aku berusaha untuk menahan badanku agar tidak menindih anak itu, tapi tanganku malah menekan dada Indra dan membuatnya jatuh terlentang sekali lagi. Bahkan kali ini, aku ikut jatuh terduduk di pangkuannya, terasa sesuatu menggesek bibir vaginaku.

“Waa...!” aku tersentak dan sesaat bingung apa yang terjadi, begitu juga dengan Indra, wajahnya nampak sangat ketakutan.

“Aduuuhhh!” teriakku.

Sementara suamiku justru tertawa melihat kami jatuh lagi. Tiba-tiba aku sadar benda apa yang bergesekan dengan vaginaku, penis si Indra! Penis itu menggesek wilayah sensitifku disamping karena vaginaku masih basah oleh persetubuhanku dengan suamiku, juga karena aku tidak mengenakan apa-apa di balik daster pendekku.

“Ohhhhh.... apa yang terjadi?” Pikirku.

Mungkin juga karena penis Indra yang masih imut dan lubang vaginaku yang biasa digagahi penis besar suami, jadinya sangat mudah diselipin batang kecil itu.

“Ohhh.. Masss….” desisku pada suamiku. Kali ini suamiku berhenti tertawa dan agak kaget.

“Kenapa Dek?” tanyanya heran.

Kami bertiga sama-sama kaget, suamiku nampaknya juga menyadari apa yang terjadi. Dia mendekati kami, dan melihat bahwa kelamin kami saling bersentuhan. Beberapa saat kami bertiga terdiam bingung dengan apa yang terjadi. Aku merasakan penis Indra berdenyut-denyut. Lubangku juga segera meresponnya, mengingat rasa tanggung setelah persetubuhanku dengan suamiku yang tertunda. Aku mencoba bangkit, tapi entah kenapa, kakiku jadi gemetar dan kembali selangkanganku menekan tubuh si Indra. Tentu saja penisnya melesak ke lubangku. Aku merasakan sensasi yang biasa kutemui kala sedang bersetubuh.

“Ohhh...” desisku. Indra terpekik tertahan.

Wajahnya memerah. Tapi aku merasakan pantatnya sedikit dinaikkan merespon selangkanganku, kembali penis itu menusuk dalam lubangku. Yang mengherankan suamiku diam saja, entah karena dia kaget atau apa. Hanya aku lihat wajahnya ikut memerah dan sedikit membuka mulutnya, mungkin bingung juga untuk bereaksi dengan situasi aneh ini.

Aku diam saja menahan napas sambil menguatkan tanganku yang menahan tubuhku. Tanganku berada di sisi kanan dan kiri si Indra. Sementara Indra dengan wajah merah padam menatap mukaku dengan panik. Agak mangkel juga aku lihat mukanya, panik, takut, tapi kok penisnya tetap tegang di dalam vaginaku. Dasar anak mesum, pikirku. Tapi aneh juga, aku justru merasakan sensasi yang aneh dengan adanya penis anak yang sudah kuanggap saudaraku sendiri itu dalam vaginaku. Agak kasihan juga lihat mukanya, dan juga muncul rasa sayang. Pikirku, kasihan juga anak ini, dia sangat bernafsu mengintip kami, dan juga apalagi yang dikawatirkan, karena penisnya sudah terlanjur dalam vaginaku.

 Aku melirik suamiku sambil tetap duduk di pangkuan si Indra. Suamiku tetap diam saja. Agak kesal juga aku lihat respon mas Prasojo. Tiba-tiba pikiran nakal menyelimuti. Kenapa tidak kuteruskan saja persetubuhanku dengan Indra, toh penisnya sudah menancap di vaginaku. Apalagi kalau lihat muka hornynya yang sudah di ubun-ubun, kasihan lihat Indra kalau tidak diteruskan. Dengan nekat aku kembali menekan pantatku ke depan. Vaginaku meremas penis Indra di dalam. Merasakan remasan itu, Indra terpekik kaget. Suamiku mendengus kaget juga.

“Dek,…A-Apa ini…?” kata suamiku gagap.

Aku diam saja, hanya saja aku mulai menggoyang pantatku maju mundur. Suamiku melongo sekarang. Wajahnya mendekat melihat mukaku setengah tak percaya. Indra tidak berani lihat suamiku. Dia menatap wajahku keheranan dan penuh nafsu.

“Mas... aku teruskan saja ya, kasihan si Indra. Apalagi kan sudah terlanjur masuk, toh sama saja...” bisikku berani ke suamiku.

Aku tak bisa lagi menduga perasaan suamiku. Kecelakaan ini benar-benar di luar perkiraan kami semua. Tapi suamiku memegang pundakku, yang kupikir mengijinkan kejadian ini. Entah apa yang ada di pikiranku, aku tiba-tiba sangat ingin menuntaskan nafsu si Indra. Si Indra mengerang-erang sambil terbaring di rerumputan halaman rumah kami. Kembali aku memaju-mundurkan pantatku sambil meremas-remas penis kecil itu di dalam lubangku.

Remasanku selalu bikin suamiku tak tahan, karena aku rajin ikut senam. Apalagi ini si Indra, anak ingusan yang tidak berpengalaman. Tiba-tiba, karena sensasi yang aneh ini, aku merasakan orgasme di dalam vaginaku. Jarang aku orgasme secepat itu. Aku merintih dan mengerang sambil memegang erat lengan suamiku. Banjir mengalir dalam lubangku. Otomatis remasan dalam vaginaku menguat, dan penis kecil si Indra dijepit dengan luar biasa. Indra meringis dan mengerang. Pantatnya melengkung naik,

CROT!!

CROT!!!

CROT!!!!

Cairan panas itu membanjiri rahimku. Aku seperti hilang kendali, semua tiba-tiba gelap dan aku diserbu oleh badai kenikmatan.

“Ohhhhhhhhhh...”

Aku lalu terkulai sambil menunduk menahan tubuhku dengan kedua tanganku. Nafasku terengah-engah tidak karuan. Sejenak aku diam tak tahu harus bagaimana. Aku dan suamiku saling berpandangan.


Posting Komentar

0 Komentar