RANJANG BIRAHI (PART 1 - PART 6)

 


SINOPSIS:

Alya, Lidya, dan Dina adalah kakak beradik, ketiganya memiliki kesamaan dalah hal bentuk fisik. Cantik dan menggairahkan. Tapi selain itu, ketiganya juga memiliki kesamaan lain, dalam hal problematika hidup.

Alya, dia dipaksa berhubungan badan dengan Bejo seorang preman kampung bengis. Lidya dipaksa harus melayani nafsu bejat mertuanya sendiri, sementara Dina harus menanggung kesalahan suaminya dan merelakan tubuhnya untuk dinikmati bos suaminya sendiri.

Bagaimana kisah mereka bertiga?


FORMAT : PDF 

JUMLAH HALAMAN : 250 HALAMAN

HARGA : Rp 30.000


BAB 1

“Dasar tua bangka bejat!” maki Lidya Safitri saat Pak Bejo pergi meninggalkan rumah. Alya Arumsari terkejut dan melotot ke arah adiknya dengan pandangan marah.

“Heh! Ngawur! Jangan keras-keras! Mengatai orang kok seenaknya sendiri! Kalau dia denger gimana coba?”

Pak Bejo Suharso adalah seorang tetangga yang baik, gemar membantu orang lain dan sangat ramah walaupun hidup mereka sedikit kekurangan. Ia dan istrinya, Bu Bejo, adalah tetangga dekat keluarga Alya. Sejak kepindahan mereka ke kawasan pemukiman ini Pak Bejo dan istrinya amatlah sering memberikan bantuan.

 Bahkan ketika Alya atau suaminya sibuk, Pak Bejo dan istrinya sering menjaga Opi, putri mungil mereka. Lidya adalah adik Alya yang semalam kebetulan menginap di rumah Alya. Lidya sudah mulai tidak suka dengan Pak Bejo sejak pertama kali bertemu dengannya.

“Habis dia nggak tau diri sih, Mbak,” jawab Lidya.

“Waktu Mbak Alya membungkuk mau mengambil mainannya Opi yang jatuh, matanya jelalatan, ngeliatin ke belahan dada Mbak Alya, lalu menjilat bibirnya dengan mesum. Itu kan nggak sopan namanya!” Lidya berhenti sebentar, lalu melanjutkan sambil menatap kakaknya yang molek dengan pandangan serius.

“Jangan-jangan Pak Bejo pengen tidur sama Mbak Alya?”

Seketika Alyapun tertawa, Lidya ikut-ikutan tertawa. Alya tidak membela Pak Bejo, tapi berjanji dalam hati di lain kesempatan akan lebih hati-hati saat tetangganya itu datang berkunjung. Lidya juga tidak bisa menyalahkan Pak Bejo, jangankan dia, semua orang yang normal pasti mau tidur dengan Alya.

Kakak Lidya itu memiliki tubuh yang seksi seperti bidadari dan memiliki kecantikan luar dalam. Ditambah perilaku yang sangat lembut dan ramah, makin lengkaplah kesempurnaan Alya. Rambut panjang indah sebahu, tubuh ramping yang jauh lebih indah lekukannya daripada sirkuit sentul, kulit putih mulus dan buah dada yang luar biasa ranum menggiurkan meskipun sudah beranak satu. Ya, semua orang pasti punya pandangan mesum pada kakaknya itu.

Tapi Lidya sendiri juga sangat cantik. Tubuhnya juga tidak kalah indah, walaupun kalau dibanding Alya yang memiliki ukuran BH 36, Lidya hanya 34C. Kecantikan keluarga mereka memang sudah terkenal. Kadang banyak laki-laki kampung sekitar berkumpul di depan rumah keluarga Alya kalau Dina, Alya dan Lidya sudah berkumpul.

***

Dina Febrianti sedang resah menghitung tagihan bulanan yang bertebaran di atas mejanya. Wanita cantik berusia 32 tahun yang masih terlihat seperti remaja belasan tahun itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan membolak-balik kertas berisi angka-angka. Tagihan listrik, telepon, air, credit card, cicilan motor, cicilan mobil, pembayaran kredit kontrak rumah dan cicilan kredit biaya rumah sakit mertua. Jumlah terhutang sangatlah besar, dan tiap bulannya seakan jumlah itu selalu bertambah besar karena bunga yang ditanggung juga meningkat.

Karena stress, Dina menarik nafas panjang, menyisihkan surat-surat tagihan dan mengambil sebuah amplop besar berwarna coklat yang berisi tagihan kredit pinjaman pembangunan rumah. Anton dan Dina tengah membangun sebuah rumah di kawasan pinggir kota karena sudah bosan selama ini mengontrak terus. Sayangnya, rumah yang sedang mereka bangun menurut Dina terlalu besar dan mewah untuk ukuran mereka.

Dina sering membujuk Anton agar berhemat karena dia tahu untuk membangun rumah seperti yang diinginkan Anton akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan seandainya mereka mengambil kredit, maka biaya berikut bunganya akan sangat besar. Anton hanya tertawa dan mengatakan istrinya terlalu banyak khawatir. Saat menyesuaikan keuangan rumah tangga dan tagihan hari ini, Dina merasa kekhawatirannya menjadi kenyataan.

Untungnya jumlah uang yang mereka kumpulkan bulan ini cukup untuk membayar semua tagihan, Dina menarik nafas lega. Paling tidak mereka bertahan sampai bulan depan. Dina berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih hati-hati dalam hal keuangan. Dia berniat memaksa Anton untuk lebih bijaksana. Paling tidak mereka bisa memotong anggaran untuk credit card dan kembali ke pembayaran cash. Bunga yang ditarik oleh bank untuk credit card sangatlah besar dan membuat mereka mengalami defisit. Sayangnya permintaan Dina selalu ditampik oleh Anton.

“Biarlah yang terjadi esok hari, terjadi esok hari. Yang penting kita hari ini bisa bertahan.” Kata Anton setiap kali Dina mengajukan usulan. Seandainya Dina sadar kalau kata-kata Anton itu bagaikan ramalan, dia seharusnya lebih cemas lagi.

Kalau mengesampingkan kesulitan finansial yang dialami keluarganya, kehidupan Dina sangatlah sempurna. Dia amat mencintai Anton dan suaminya itu memang memiliki gaji yang lumayan untuk menghidupi keluarga. Bersama kedua putranya yang masih kecil, ibu muda yang cantik ini memiliki segala yang mereka inginkan. Hanya sayangnya, mereka tidak punya tabungan di bank seandainya sewaktu-waktu diperlukan pengeluaran mendadak.

Dina tersenyum saat teringat pada kedua anak kebanggaannya. Dani, putranya yang paling besar sudah kelas 5 SD, sedangkan Dion baru masuk ke kelas 1 SD. Mengingat kebutuhan mereka yang semakin besar, senyum Dina memudar. Alat tulis, buku dan seragam makin hari makin mahal. Belum lagi si Dani sudah waktunya disunat, tentu biaya yang dibutuhkan akan sangat besar kalau mereka mengadakan syukuran.

Dina mencari amplop berisi uang belanja bulanan yang biasa diberikan Anton. Begitu menemukannya, Dina langsung menghitung uang yang diberikan Anton bulan ini. Betapa kagetnya Dina begitu tahu jumlah pemberian uang belanja bulan ini sangat sedikit. Tidak akan mencukupi kebutuhan rumah tangga selama sebulan!

Dina tidak meminta uang belanja yang berjuta-juta, cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari saja sudah bersyukur. Tapi jumlah uang yang mepet itu ternyata masih dipotong lagi oleh Anton. Dina memutuskan untuk menelepon suaminya. Ibu rumah tangga yang kebingungan itu segera memencet nomor HP Anton. Sayangnya HP Anton tidak aktif. Dina menelepon ke kantor. Menurut Desi sekretaris Anton, suami Dina itu sudah meninggalkan ruangannya. Dina meletakkan gagang telepon dengan terheran-heran.

“Kemana lagi dia? Bukannya pulang malah keluyuran?”

Tanpa sepengetahuan Dina, Anton memiliki penghasilan lain yang tidak halal. Sudah bertahun-tahun Anton membohongi Dina. Anton adalah seorang pemain judi. Bahkan saat ini pun dia sedang berada di arena taruhan. Suami Dina itu sedang menyobek-nyobek kupon taruhannya karena lagi-lagi kalah memasang nomor. Perhitungannya meleset jauh padahal jumlah uang yang dijadikan taruhan tidak sedikit.

Saat Anton pulang ke rumah dan ambruk di ranjang, dia beruntung Dina tidak sedang dalam kondisi badmood. Dina segera menanyakan perihal jumlah uang belanjanya yang berkurang, senyum Anton yang menawan membuat hati si cantik itu luluh. Dina sangat mencintai suaminya dan dia tahu Anton juga memujanya. Memangnya kenapa kalau suaminya itu sedikit boros? Uang belanja adalah uang Anton juga, sehingga kalau dia memang memerlukannya, tidak ada salahnya Dina rela. Apalagi Anton sudah memberikan banyak hal untuk Dina dan anak-anaknya. Anton sudah membuai mereka dengan harta benda.

“Shhh, anak-anak belum tidur. Jangan ribut,” Bisik Dina pada suaminya yang tiba-tiba saja ‘menyerangnya’.

“Oh, masa aku nggak boleh ngentotin istriku sendiri?”

“Anton Hartono! Bahasanya kok jorok gitu? Kampungan!”

“Hm, kalau tahu aku dulu akan menikahi perempuan lugu, aku pasti protes keras pada almarhum Bapak dan Ibumu,” canda Anton.

“Mereka membesarkan seorang anak perempuan yang cantik jelita namun sangat naif.”

“Tidak lucu. Aku bukan perempuan lugu.”

Anton mengamati istrinya, rambutnya dipotong ala Dian Sastrowardoyo artis cantik yang begitu terkenal, matanya indah dengan bulu mata yang lentik, pipinya halus mulus tanpa bercak ataupun jerawat, kulitnya putih mulus bagai susu, buah dadanya masih membusung kencang dan tidak melorot, pinggang langsing, pinggul sempurna di atas pantat yang bulat merangsang dan kaki jenjang yang sangat menawan.

Dulu pernah sekali waktu, seorang agen iklan meminta Dina menjadi model iklan sabun mandi terkenal, namun Dina menolaknya. Anton mengagumi keindahan istrinya yang hampir sempurna. Tangan-tangannya yang nakal menjelajahi perut Dina. Masih seperti perut seorang gadis remaja, walaupun kenyataannya Dina sudah melahirkan dua orang anak.

“Baiklah, kalau begitu wanita konservatif,”

“Maksudnya?” Dina mulai gusar.

Anton menyesal memulai percakapan ini. Dina sangat lugu dan naif dalam hal bercinta dan berpenampilan. Pakaian yang dikenakan istrinya selalu sopan dan tidak pernah menonjolkan kemolekan tubuhnya. Dina juga bukan seorang petualang di ranjang. Dia pemain seks yang konservatif dan monoton. Berciuman, saling menggesek dan bercinta dengan posisi missionary. Selalu begitu.

Sekali dua kali, Anton bisa melakukan doggiestyle, tapi istri Anton itu tidak pernah mengijinkan sang suami menyentuh anusnya dalam kondisi apapun. Walaupun Dina pernah mengatakan kalau doggiestyle itu juga merendahkan diri sama seperti binatang, namun dalam kondisi ‘panas’ Dina biasanya menyerah pada keinginan suaminya.

Di awal pernikahan mereka, Anton pernah mencoba melakukan oral seks pada organ kemaluan Dina, tapi istrinya itu langsung menjerit dan melonjak-lonjak marah. Dia langsung menghardik Anton dan mengatakan kalau kemaluan mereka kotor. Dina tidak pernah mengerti kenapa Anton ingin menjilati bibir kemaluannya yang merupakan sumber penyakit. Sebaliknya pun begitu. Suatu ketika sesaat setelah Anton meminta Dina mengulum penisnya, istrinya itu langsung mengunci diri di dalam kamar mandi dan tidak mau keluar selama dua jam. Anton tidak pernah meminta posisi yang aneh-aneh lagi.

“Jadi? Ayo katakan saja! Kenapa aku ini wanita konservatif?”, lanjut Dina.

“Apa karena aku ini bukan wanita murahan? Bukan pelacur?”

“Sudahlah. Lupakan saja.”

“Tidak mau. Kau yang memulai percakapan ini, jadi aku ingin mendengar lanjutannya.”

“Yah, kamu kan memang tidak ingin mencoba hal-hal baru saat bercinta denganku?”

“Aku melakukan apa yang menjadi tugasku,” kata Dina penuh emosi.

“Aku seorang istri yang baik, setia, penurut dan telah memberimu dua orang anak!”

“Maafkan aku, sayang. Kamu benar,” Anton mengalah. Dia berusaha mengembalikan mood sang istri yang nampaknya mulai naik pitam.

“Aku sedang tidak ingin melakukannya,” kata Dina sambil melepaskan tangan Anton yang meremas payudaranya. Dina mematikan lampu dan menarik selimut.

Anton memahami nada suara istrinya yang tinggi dan memiringkan badan untuk mengecup bibir Dina. Setelah mencium bibir Anton, Dina membalikkan badan dan memunggunginya. Si cantik itu segera terlelap. Anton bangkit dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi.

Entah kenapa, setelah 12 tahun menikah dan hapal dengan sifat-sifat Dina, dia dengan tololnya memutuskan untuk membicarakan hal yang menyinggung perasaan istrinya.

“Dasar sial” batin Anton. Suami Dina itu terpaksa onani di kamar mandi untuk melepas hasrat birahinya malam itu.


Posting Komentar

0 Komentar