DIGAGAHI PRIA TUA


GENRE : DRAMA EROTIC

JUMLAH HALAMAN : 33 HALAMAN

HARGA : Rp 10.000


Gubuk itu terlihat kumuh dan kotor. Dinding-dindingnya yang terbuat dari papan dan anyaman bambu sudah bolong di beberapa tempat. Semak dan rumput tinggi melebat di sekitarnya. Atapnya yang terbuat dari anyaman daun dan rumput sebagian sudah lepas dari tempatnya. Gubuk itu sendiri merupakan satu-satunya bangunan yang ada di tempat itu. Satu-satunya tempat yang dihuni manusia sepanjang radius seratus kilometer.

Desahan-desahan nafas memburu terdengar dari balik dinding bambu. Sesekali terdengar erangan halus suara wanita diselingi oleh suara berat yang bisa dipastikan suara pria. Suara decitan persendian kayu yang tidak terpasang sempurna terdengar berirama mengiringi desahan dan erangan yang berasal dari dalam gubuk.

Di dalam gubuk, di atas sebuah ranjang kayu kasar yang berlapis kasur usang, terlihat sepasang manusia yang berbeda jenis kelamin sedang bergumul dalam keadaan telanjang bulat. Keringat membasahi tubuh mereka. Yang pria adalah seorang berkulit gelap, kurus dan renta, sedangkan yang digumulinya adalah seorang wanita yang sangat cantik, masih muda dan segar. Kulitnya putih mulus dengan tubuh yang indah yang jelas terlihat kalau tubuh itu adalah tubuh yang sangat terawat baik.

“Oooohh……”

Desah manja meluncur dari bibir mungil wanita itu. Wajahnya sangat cantik, bulat oval dengan mata bening. Rambutnya yang panjang sedada bergoyang liar seirama dengan gerakan tubuhnya.

“Ohh… Ohh…” Pria tua yang menggumuli tubuh mulus telanjang gadis cantik itu mendengus penuh nikmat. Pria itu berwajah keriput dengan rambut jarang-jarang nyaris botak. Giginya yang nyaris habis membuat pipinya yang kurus menjadi makin cekung.

“Ohh.. Neng Desy suka dientot kayak gini kan?” kata si pria di tengah usahanya menggauli wanita cantik yang berada di bawah tindihannya. Wanita yang dipanggil dengan sebutan Desy itu tersenyum samar antara ya dan tidak.

“Ohh.. iya Pak.. Ahh.. Saya suka…”

Wanita itu menjawab dengan nada manja, matanya menyipit merasakan gairah seksual yang mendesak-desak tubuhnya, sementara suara berdecak dari kemaluan mereka yang bersatu ketat terdengar cukup keras. Mendengar itu pria tua itupun kian bersemangat menggenjotkan penisnya ke dalam vagina si wanita membuat ranjang yang mereka pakai berdecit-decit keras.

“Ohh.. Ohh.. Ohh.. ” pria tua itu mengejang.

“Oohh.. Ohh.. Saya mau ngecrot Neng Desy.. Ohh.. Ahh..!!”

Desy merespon desakan penis pria tua itu pada vaginanya. Genjotan dan sodokan penis pria itu membakar sensasi seksualnya, tubuhnya yang mulus menggeliat penuh nikmat.

“Oohh.. Ohh.. Ahh.. Aahh..!”

Desy mengerang keras, kepalanya bergoyang liar, tubuhnya mendadak melengkung membuat payudaranya yang kenyal, putih dan mulus mencuat menggemaskan. Sesaat kemudian Desy merasakan semburan cairan hangat memenuhi liang vaginanya, rupanya pria itu telah berejakulasi di dalam rahimnya. Sesaat kedua tubuh itu menegang sebelum akhirnya melemas kembali.

Untuk beberapa saat lamanya pria itu tetap menindih tubuh telanjang Desy seolah sedang meresapi setiap kenikmatan yang bisa dia peroleh dari tubuh putih mulus itu. Kemudian pria itu tergolek di sebelah tubuh Desy, nafas keduanya terengah setelah mencapai kenikmatan seks yang begitu tinggi. Pria itu menoleh menatap wajah cantik Desy, Desy memalingkan wajahnya. Sebutir air mata mengembang di sudut matanya. Perlahan Desy bangkit dan duduk bersimpuh di ranjang dengan kedua tangan mendekap payudaranya yang telanjang. Pria itupun duduk, kemudian memeluk pundak Desy.

“Neng Desy memang hebat ngentotnya.” kata pria itu sambil mencium pipi mulus Desy. Desy diam saja diperlakukan begitu rupa, perasaannya campur aduk tak karuan.

 “Ngomong-ngomong bener nggak sih nama lengkap Neng itu Desy Mustika?” tanya pria tua itu sambil tetap menciumi pipi Desy. Desy hanya mengangguk pelan.

“Neng Desy presenter TV?” Desy kembali mengangguk, ingatannya menerawang ke kejadian beberapa hari yang lalu.

***

Sebagai seorang presenter, melakukan perjalanan ke luar Jakarta bukanlah hal baru bagi seorang Desy Mustika. Meski begitu saat tugas ke Sumatera itu dia terima ada sedikit rasa ragu di hatinya. Rasa ragu itu makin menjadi ketika, karena cuaca buruk, penerbangan mereka terhambat dan memaksa mereka meneruskan perjalanan melalui darat. Di tengah jalan cuaca terus tidak bersahabat, hujan lebat terus menyiram bumi sejak mobil mereka bergerak. Jalan yang rusak membuat sopir harus ekstra hati-hati dalam mengemudikan mobil, beberapa kali mereka nyaris selip karena jalan berlumpur begitu licin.

 Desy merasa agak ngeri melihat keadaan di sekelilingnya, yang bisa dilihatnya hanyalah pohon-pohon besar yang terlihat menyeramkan. Desy tiba-tiba merasa ngeri membayangkan kemungkinan yang akan mereka alami. Tiba-tiba mereka semua dikejutkan oleh suara keras dari arah depan.

“Awas..!” teriak salah satu kru.

Sebatang pohon tumbang berderak mengerikan dan langsung melintang di tengah jalan. Sopir tidak sempat menghindar karena jaraknya yang terlalu dekat, seketika itu pula mobil terpental ke atas saat rodanya menggilas batang pohon tumbang itu. Seluruh penumpang menjerit saat mobil menjadi liar tak terkendali dan meluncur keluar dari jalan utama. Desy menjerit ketakutan saat mobil berguncang keras, kepalanya membentur sesuatu yang keras, dan seketika semuanya menjadi gelap.

Desy membuka matanya, pandangannya kabur, kepalanya terasa berputar, sekujur badannya terasa sakit, tapi saat melihat keadaannya, Desy berusaha merangkak keluar dari mobil yang sudah ringsek itu, mengabaikan rasa sakitnya, mengabaikan wajahnya yang berdarah-darah. Samar-samar dia melihat mobilnya yang sudah rusak berat. Keempat rodanya mencuat miring ke atas. Desy terguncang melihat keadaan itu.

Pandangannya kembali kabur, kemudian Desy terkulai lemah. Saat itulah, antara sadar dan tidak, Desy melihat sekilas ada bayangan yang bergerak di dekatnya, kemudian Desy merasa tubuhnya seperti diangkat oleh bayangan itu. Desy sama sekali tak mampu menahan hal itu. Dia merasakan bayangan itu membawanya pergi, setelah itu Desy kembali pingsan

Desy membuka matanya, dia menemukan dirinya terbaring lemah di atas ranjang kayu, bau kain usang menguar di sekelilingnya. Desy mencoba untuk bangun tapi rasa sakit menderanya.

“Ohkk…!” Desy merintih menahan sakit yang makin menghebat tiap mencoba bangkit.

Akhirnya Desy menyerah, dia kembali berbaring lemah di ranjang. Air matanya bercucuran menahan rasa sakit yang menderanya. Desy melihat ke sekelilingya. Dia berada di sebuah bilik kecil berdinding bambu. Beberapa lubang menganga di dindingnya membuat berkas sinar menerobos masuk. Sebuah jendela ada di dekat ranjang tempatnya terbaring, tertutup oleh kain kumuh. Sebuah meja dan kursi kayu ada di sudut. Desy melihat ada piring dan gelas di atas meja, bau makanan hangat menguap tercium oleh hidung Desy. Pintu bilik terbuka, sesaat sinar redup menerobos masuk, sebuah siluet manusia seperti terbingkai di sana.

“Sudah bangun ya?” terdengar suara berat, seorang pria berjalan masuk dan mendekati Desy.

Desy terkejut sesaat, ada rasa takut merayapi dirinya, Desy berusaha menjauh, tapi tubuhnya terlalu lemah untuk digerakkan. Pria itu makin mendekat. Desy bisa melihat sosoknya sekarang. Pria itu sudah tua, mungkin lebih dari 60 tahun. Kulitnya coklat gelap, badannya kurus dan agak bungkuk, rambutnya yang putih tipis nyaris botak sedangkan kumis dan janggutnya tumbuh liar tak teratur. Wajahnya keriput seperti terbungkus jaring laba-laba, kantong matanya menggelambir, bibirnya agak tebal dan kempot karena nyaris tak ada gigi tersisa di mulutnya. Pria itu memakai baju kumal dan bertambal.

“Di mana saya? Siapa kamu?” tanya Desy gugup.

“Jamal, panggil saja Jamal.” kata pria itu sambil duduk di tepi ranjang, membuat Desy beringsut menjauh.

“Jangan Pak.. Jangan..” Desy berusaha mundur, tapi Pak Jamal menahannya.

“Tenang Neng Desy, jangan banyak bergerak dulu.” Desy terkejut saat Pak Jamal menyebut namanya.

“Saya tahu dari KTP Neng Desy.” kata Pak Jamal seperti bisa menerka apa yang dipikirkan oleh Desy.

“Teman-teman saya…?” Desy teringat rekan-rekannya

“Semuanya meninggal.” jawab Pak Jamal lirih.

“Sungguh ajaib Neng Desy bisa selamat dari kecelakaan itu, mobil Neng Desy masuk jurang sedalam 30 meter dan terbakar beberapa saat setelah Neng Desy saya selamatkan.”

Desy seketika menangis dan menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajahnya. Tubuhnya ter guncang disela tangisnya. Dia merasa amat syok mendengar berita itu. Perasaan itu seperti menciptakan sebuah lubang kosong di perutnya. Emosinya campur aduk, tenggorokannya seperti tersumbat.

“Sudah Neng, sudah…” Pak Jamal berusaha menghibur.

“Seharusnya Neng Desy bersyukur bisa selamat.”

Ucapan itu, meski terdengar klise tapi cukup ampuh untuk menenangkan emosi Desy yang teraduk tak karuan. Perlahan nafas Desy kembali teratur, meski masih terisak tapi Desy merasa sedikit lebih tenang.

“Sebaiknya Neng Desy istirahat saja dulu.” kata Pak Jamal.

“Tubuh Neng Desy masih sangat lemah. Saya sudah buatkan obat untuk Neng Desy.”

Pak Jamal berdiri dan berjalan menuju meja. Dia mengambil gelas yang ada di meja lalu memberikannya pada Desy. Desy melihat isinya, cairan kental berwarna kehijauan, baunya seperti bau jamu.

“Minum Neng, ini bagus untuk memulihkan kondisi tubuhmu.” kata Pak Jamal. Desy agak ragu meminumnya, tapi setelah dipaksa beberapa kali oleh Pak Jamal, Desy akhirnya mencoba seteguk.

Rasanya memang pahit, tapi khasiatnya sangat mujarab. Tubuh Desy yang semula tidak karuan perlahan menjadi hangat dan ringan, seolah rasa sakitnya tersapu habis oleh khasiat jamu itu. Pak Jamal juga memberi Desy makanan dan minum. Desy yang memang lapar segera menghabiskannya. Dari Pak Jamal Desy tahu kalau dia pingsan selama dua hari. Malam itu Desy bisa tidur dengan pulas setelah minum obat dari Pak Jamal.


 

Posting Komentar

0 Komentar