CLBK

 


GENRE : DRAMA EROTIC

JUMLAH HALAMAN : 30 HALAMAN

HARGA : Rp 10.000


VW kodok yang aku kendarai melaju pelan mengikuti antrian kendaraan lain yang hendak memasuki halaman parkir sebuah gedung malam itu. Sepasang janur kuning berukuran besar tampak menjuntai di kejauhan, menandakan acara apa yang sedang dilangsungkan di dalamnya. Aku memang berniat menuju ke sana, sama seperti kerumunan mobil yang terjebak dalam antrean ini. Perlahan Aku perhatikan mobil-mobil yang berjejal dalam antrean. VW kodok ku terlihat seperti sebuah rumput liar di taman penuh bunga.

Tepat di depan Aku terpampang Range Rover, lalu beberapa meter darinya tampak Alphard. Ada pula Rolls Royce dengan plat nomor BS di belakangnya, lalu masih banyak lagi mobil-mobil mewah yang bahkan dalam mimpi pun Aku belum pernah melihatnya. Semuanya antri ingin memasuki halaman parkir perhelatan tersebut. Tiba-tiba Aku tersenyum simpul, mengingat ucapan seorang yang Aku tuakan dalam hidup ini. Katanya di Jakarta tidaklah heran menemukan orang kaya, yang mengherankan adalah menemukan orang jujur. Dan sudah jujurkah semua tuan-tuan bermobil mewah ini? atau lebih jauh lagi, sudah jujur pulakah diriku?

Kurang lebih 15 menit yang Aku butuhkan sampai akhirnya dapat melangkahkan kaki dengan tenang menuju pintu gerbang perhelatan akbar tersebut, meninggalkan VW kodok ku yang terparkir nun jauh di sana. Setelah memasukkan amplop, yang Aku yakin isinya cuma senilai kwaci bagi pasangan mempelai, mengisi daftar hadir dan mengambil souvenir yang dengan ramah diberikan oleh penerima tamu Aku langsung menyusuri elevator yang menuju ke lantai dua, tempat acara tersebut diselenggarakan.

Antrian tamu yang hendak memberikan selamat telah mengekor panjang dengan Aku sebagai salah satu korbannya, dengan diiringi gending-gending Jawa yang terus mengalunkan nada-nada lembut. Di kejauhan tampak Sofia, teman semasa SMA dulu, wanita itu terlihat cantik dengan busana daerah Jawa, sibuk menyalami para tamu sambil sesekali menyeka keringat yang menetes di dahinya. Di sampingnya tampak suaminya yang terlihat cukup gagah. Ya, mereka berdua nampak sangat berbahagia malam ini.

“Arya, makasih ya udah mau dateng, kapan nih mau nyusul? Kok sendirian?” berondong Sofia saat dengan lembut kusalami mereka di pelaminan. Aku hanya mampu membalasnya dengan tersenyum.

Hhmm.... menikah? bahkan memikirkannya pun tidak. Dalam dua atau tiga bulan lagi usiaku akan menginjak 24 tahun, masih ada waktu cukup untuk bermain-main, melihat semua silau dunia sebelum pada akhirnya Aku akan memutuskan untuk menetap dalam pelukan kedamaian seorang wanita.

Kok sendiri? Pertanyaan itu yang masih menggayut di telingaku, saat satu per satu anak tangga pelaminan kuturuni. Seakan-akan menjatuhkanku dalam jurang kesunyian. Bahkan seorang yang bijaksanapun terkadang merasa sangat kesepian, seperti saat ini di mana diriku merasa sangat sendiri di tengah keramaian para tamu undangan. Sesak juga rasanya jika sisi sentimentil ini sedang terusik.

“Arya? Hei, kamu apa kabar?” tiba-tiba suara wanita menghentakkan lamunanku, membangkitkan kembali diriku dari kesunyian yang baru saja kualami.

Sejenak Aku palingkan muka mencari sumber suara tersebut. Rasanya pernah sangat mengenalnya. Terus kutelusuri wajah para tamu sampai akhirnya pandanganku tertuju pada sesosok wajah yang cantik, lembut dan tentu saja Aku sangat mengenalnya. Keyla, sahabatku di SMA dulu, tampak sangat anggun dengan kebaya modern bernuansa silver transparan yang dikenakannya.

Tiba-tiba ingatanku terlempar pada masa beberapa tahun silam. Keyla, sebuah nama yang masih saja membekas hangat dalam setiap jejak ingatanku. Masih segar dalam benakku bagaimana dekatnya kami saat menempuh pendidikan di bangku SMA dulu. Tidak ada seorang pun yang percaya bahwa kami berdua tidak terlibat cinta. Banyak teman-temanku

Jujur di dalam hati pun Aku pernah memimpikan hal yang sama terjadi. Ya, Aku memang hanya manusia biasa, yang terkadang sulit mengontrol perasaan dan harapan kala mana berdekatan dengan sesosok lawan jenis yang sangat kami kenal dan terasa sangat mengenal kami. Tapi pada akhirnya Aku memilih untuk mendiamkan perasaan itu, sambil membunuhi benih-benih rasa yang terlanjur tumbuh. Aku tidak akan pernah bisa kehilangannya sehingga jika Aku tidak dapat memilikinya lebih dari sekedar teman, biarlah Aku memilikinya sebagai seorang sahabat.

Masih banyak lagi alasan mengapa Aku memilih untuk tidak mengungkapkan perasaan Aku terhadapnya. Kami hidup di dunia yang berbeda. Keyla adalah anak dari orang berada. Memang Keyla tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut, bahkan dia akan marah besar jika ada yang menyinggung permasalahan tersebut. Namun Aku juga harus tahu diri, biar bagaimanapun kesenjangan kelas sosial mau tidak mau akan menjadi kendala bagi berjalannya suatu hubungan, apalagi dalam usia remaja kala itu.

Seusai menempuh pendidikan di SMA, Keyla merencanakan untuk menuntut ilmu di Wina, Austria. Interior Design yang menjadi impiannya selama ini akan ditimbanya di negeri itu. Pertemuan terakhir kami saat Aku melepasnya di boarding gate Bandara Soekarno-Hatta, lima tahun yang lewat. Kami berpelukan erat, sepertinya tidak akan pernah bertemu lagi. Wajahnya perlahan menghilang di kerumunan penumpang lain yang siap berangkat. Dan wajah itulah yang sekarang hadir lagi di hadapanku.

“Hei kok malah bengong? Masih inget Aku nggak?” sapa Keyla ramai menyapaku. Ah, tentu saja Aku ingat, peri kecilku. Tentu saja Aku ingat kamu.

“Keyla?” balasku tertegun, tidak mempercayai kehadirannya di hadapanku kini.

“Of course, ini Aku, Keyla, siapa lagi?” seru Keyla sambil meninju bahuku,

“Siapa lagi temanmu yang secantik ini, hah?” katanya lagi. Huh pede sekali, tapi memang harus kuakui.

“Apa kabar?” balasku sambil menyalami hangat tangannya.

“Lho kok sendiri, cowokmu mana?” tanyaku cepat saat menyadari lingkaran berwarna keemasan melingkar di jari manis kirinya. Ingin rasanya memeluknya.

“Mas Adam lagi nggak ada di Indo. Eh tau dari mana kamu kalo Aku punya cowok?” sahutnya tersadar kalau statusnya terbongkar.

“Ah, wanita mana lagi yang mengenakan cincin emas di jari manisnya, kalau bukan pemberian seorang pria spesial.” todongku sambil cuek.

“Oh gitu, eh kamu kok juga sendiri, cewek kamu mana?”,balas Keyla nggak mau kalah.

“Aku memang masih sendiri kok, masih setia menantimu di ups....” Aku tidak mampu menyelesaikan kalimat, keburu sebuah cubitan mendarat di pinggangku.

“Hhhh....Gemes...Masih aja kayak dulu, ngegombalnya nggak ilang-ilang.” kata Keyla sambil mengencangkan cubitannya di pinggangku. Tinggallah Aku meringis menahan sakit, berusaha untuk tidak berteriak agar tidak menarik perhatian banyak orang.

Selanjutnya dapat ditebak, kami terlibat obrolan yang hangat dan akrab. Lima tahun tanpa kabar, dan kini tanpa sengaja bertemu di sebuah pesta pernikahan. Kabar si Anu, kabar si Itu, atau kabar teman-teman kami dulu silih berganti mengisi topik pembicaraan. Keyla kini bekerja di sebuah konsultan interior design di kawasan Kuningan, Jakarta. Tak jauh dari tempatnya tinggal, di sebuah komplek apartemen yang terletak di belakang sebuah Hypermarket made in France, di daerah yang sama.

Katanya menimba ilmu, pengalaman dan sense terlebih dulu, untuk nantinya membuka usaha serupa dengan modal sendiri, itu jawabannya yang diberikan kepadaku saat ku tanya mengapa dia memilih untuk jadi “ekor naga”, daripada menjadi “kepala ayam”. Mas Harry, kakaknya semata wayang, kini sudah menikah dan dikaruniai seorang putra, menempati rumah mereka dulu di kawasan Puri Indah. Dan sebagai gantinya, Keyla dibelikan sebuah unit apartemen yang ditempatinya hingga kini.

 Adam, lelaki yang berhasil melingkarkan cincin itu, adalah tunangannya sejak setengah tahun yang lalu. Ia kini sedang menyelesaikan kuliahnya di Boston, USA. Mereka telah 3 tahun dekat, walaupun baru berpacaran setahun yang lalu. Medio tahun depan mereka merencanakan untuk menikah, segera setelah Adam menyelesaikan studinya.

Kami terus berbincang akrab, tanpa sadar jumlah tamu makin berkurang karena hari beranjak malam. Dengan berat hati, akhirnya kami berpisah. Sempat kuantarkan Keyla menuju mobilnya, sebelum akhirnya kami benar-benar berpisah.


Posting Komentar

0 Komentar