IMAH
Selama tiga
tahun berumah tangga, boleh dibilang aku tidak pernah berselingkuh. Istriku
cantik, dan kami telah dianugerahi seorang anak lelaki berusia dua tahun. Rumah
tangga kami boleh dibilang rukun dan bahagia, semua orang mengakui bahwa kami
pasangan yang serasi.
Sebenarnya
godaan cukup banyak. Bukannya sombong, sebagai laki-laki berusia sekitar 29
tahun yang cukup ganteng, punya jabatan pula, kukira aku termasuk idola para
wanita. Di kantor, misalnya, aku tahu ada satu atau dua karyawati yang
menyukaiku. Tante Shinta, instruktur senam istriku, setiap kali bertemu pasti
memberi sinyal-sinyal mengundang kepadaku, tapi tidak pernah kuladeni. Demikian
pula Ibu Yessi, salah seorang rekanan bisnisku. Siapa sangka, akhirnya aku selingkuh
juga. Yang lebih tidak dapat dimengerti, aku berselingkuh dengan pembantu!
Namanya Imah,
usianya sekitar 18 tahun, asal Sukabumi. Wajahnya memang lumayan manis, lugu,
ditambah lagi dengan kulitnya yang putih mulus. Tubuhnya agak kecil, tingginya
sekitar 150 cm, tetapi sintal. Pinggangnya ramping, sementara pantatnya besar
dan buah dadanya bulat montok.
Terus terang,
aku sudah punya perasaan dan pikiran negatif sejak pertama kali dia
diperkenalkan kepada kami oleh Bik Iroh, pembantu tetangga sebelah rumah. Entah
bagaimana, ada desir-desir aneh di dadaku, terlebih lagi ketika kami beradu
pandang dan dia mengulum senyum sembari menunduk.
Saat itu
sebenarnya istriku merasa kurang sreg untuk menerima Imah bekerja. Naluri
kewanitaannya mengatakan bahwa gadis itu tipe penggoda. Dia takut jangan-jangan
akan banyak terjadi skandal dengan sopir-sopir dan para bujang di lingkungan
kami. Tetapi kondisinya saat itu agak memaksa sebab istriku tiba-tiba harus
berangkat ke luar negeri untuk urusan dinas, sementara pembantu kami baru saja
pulang kampung.
Ternyata,
skandal yang dikhawatirkan istriku itu benar-benar terjadi, tetapi justru
dengan aku sendiri. Celakanya sampai saat ini aku tidak bisa menghentikan itu.
Aku seperti mabuk kepayang. Harus kuakui, bersetubuh dengan Imah memang lain.
Kenikmatannya tiada banding. Semakin sering aku menidurinya, rasanya malah
bertambah nikmat.
Agar tidak
terbongkar, aku segera mengambil langkah pengamanan. Hanya beberapa hari
setelah istriku kembali dari luar negeri, Imah minta berhenti. Alasannya pulang
kampung karena orang tuanya sakit keras. Tentu saja itu bohong. Yang betul
adalah dia kuamankan di sebuah kamar kos yang letaknya tidak jauh dari
kantorku. Aku juga membiayai semua kebutuhan sandang pangannya. Hampir setiap
siang aku mampir ke sana untuk mereguk kenikmatan bersamanya. Kadang-kadang aku
juga menginap satu-dua malam dengan alasan dinas ke luar kota. Dan itu telah
berjalan hampir dua tahun sampai saat ini.
Hari pertama
Imah bekerja di rumah kami, tidak ada kejadian yang berarti untuk
diceritakan.Yang jelas, semua petunjuk dan instruksi dari istriku
dilaksanakannya dengan sangat baik. Nampaknya dia cukup rajin dan
berpengalaman, serta pandai pula menjaga anak.
Hari kedua,
pagi-pagi sekali, aku berpapasan dengan Imah di muka pintu kamarnya. Aku sedang
menuju ke kamar mandi ketika dia keluar kamar. Dia pasti baru selesai mandi
karena tubuhnya menebarkan bau harum. Saat itu dia mengenakan rok span dan
t-shirt ketat seperti yang umum dikenakan ABG zaman sekarang. Sexy sekali.
Otomatis kelelakianku bangkit. Aku jadi seperti orang tolol, mematung diam
sembari memandangi Imah. Sejenak gadis itu membalas tatapanku, lalu menunduk
dengan muka memerah dadu. Aku lekas-lekas berlalu menuju kamar mandi.
Sehabis mandi,
kudapati Imah sudah berganti pakaian, kembali mengenakan baju longgar dan sopan
seperti kemarin. Keherananku segera terjawab ketika istriku bercerita di dalam
kamar sembari bersungut-sungut:
“Gawat nih si
Imah itu! Papa nggak lihat sih, pakaiannya tadi Sexy banget! Jangan-jangan Papa
juga bisa naksir kalau lihat.”
“Terus?”
tukasku tak acuh.
“Yah Mama
suruh ganti. Ingat-ingat ya Pa, selama Mama nggak ada, jangan kasih dia pakai
baju yang sexy-sexy begitu!”
Hari ketiga,
lewat tengah malam, aku bercumbu dengan istriku di ruang TV. Besok istriku
berangkat untuk kurang lebih tiga minggu, jadi malam itu kami habiskan dengan
bermesraan.Sebelumnya kami menonton film biru terlebih dahulu untuk lebih
memancing birahi. Seperti biasa, kami bermain cinta dengan panas dan lama.
Pada akhir
permainan, di saat-saat menjelang kami mencapai orgasme, tiba-tiba aku merasa
ada seseorang mengawasi kami di kegelapan. Aku tidak bercerita kepada istriku,
sementara aku tahu, orang itu adalah Imah. Yang aku tidak tahu, berapa lama
gadis itu menyaksikan kami bermain cinta. Keesokan harinya, sore-sore, istriku
berangkat ke Thailand. Aku mengantarnya ke airport bersama anak kami. Hari itu
kebetulan Sabtu, jadi aku libur.
Pulang dari
airport, kudapati Imah mengenakan t-shirt ketat berwarna pink yang kemarin.
Jantungku langsung dag-dig-dug melihat penampilannya yang tak kalah menarik
dibanding ABG-ABG Jakarta. Selintas aku teringat pesan istriku, tapi
kenyataannya aku membiarkan Imah berpakaian seperti itu terus. Bahkan diam-diam
aku menikmati keindahan tubuh Imah sementara dia menyapu dan membersihkan
halaman rumah.
Hari kelima,
pagi-pagi sekali, aku hampir tidak tahan. Aku melihat Imah keluar dari kamar
mandi dengan hanya berlilitkan handuk di tubuhnya. Dia tidak melihatku.
Kemaluanku langsung mengeras. Bayangkan saja, ketika istri sedang tidak ada,
seorang gadis manis memamerkan keindahan tubuhnya sedemikian rupa. Maka,
diam-diam aku menghampiri begitu dia masuk kamar.
Aneh, pintu
kamarnya tidak ditutup rapat. Aku dapat melihat ke dalam dengan jelas melalui
celah pintu selebar kira-kira satu centi. Apa yang kusaksikan di kamar itu
membuat jantungku memompa tiga kali lebih cepat, sehingga darahku
menggelegak-gelegak dan nafasku memburu. Aku menelan ludah beberapa kali untuk
menenangkan diri.
Nampak olehku
Imah sedang duduk di tepian ranjang. Handuk yang tadi meliliti tubuhnya kini
tengah digunakannya untuk mengeringkan rambut, sementara tubuhnya dibiarkannya
telanjang bulat. Sepasang buah dadanya yang montok berguncang-guncang. Lalu ia
mengangkat sebelah kakinya dengan agak mengangkang untuk memudahkannya melap
selangkangannya dengan handuk. Dari tempatku mengintip, aku dapat melihat
rerumputan hitam yang tidak begitu lebat di pangkal pahanya.
Saat itu setan-setan
memberi petunjuk kepadaku. Mengapa dia membiarkan pintunya sedikit terbuka
seperti ini? Setelah menyaksikan aku bermain cinta dengan istriku, tidak
mustahil kalau dia sengaja melakukan ini untuk memancing birahiku. Dia pasti
menginginkan aku masuk Dia pasti akan senang hati menyambut kalau aku menyergap
tubuhnya di pagi yang dingin seperti ini
Ketika
kemudian dia meremas-remas sendiri kedua payudaranya yang montok, sementara
mukanya menengadah dengan mata terpejam, aku benar-benar tidak tahan lagi.
Batang kemaluanku seakan berontak saking keras dan panjang, menuntut
dilampiaskan hasratnya. Tanganku langsung meraih handle karena aku sudah
memutuskan untuk masuk
Pada saat itu
tiba-tiba terdengar anakku menangis. Aku jadi sadar, lekas-lekas aku masuk ke
kamar anakku. Tak lama kemudian Imah menyusul, dia mengenakan daster batik yang
terbuka pada bagian pundak. Kurang ajar, pikirku, anak ini tahu betul dia punya
tubuh indah. Otomatis batang kemaluanku mengeras kembali, tapi kutahan nafsuku
dengan susah payah.
Alhasil, pagi
itu tidak terjadi apa-apa. Aku keluar rumah untuk menghindari Imah, atau lebih
tepatnya, untuk menghindari nafsu birahiku sendiri. Hampir tengah malam, baru
aku pulang. Aku membawa kunci sendiri, jadi kupikir, Imah tidak akan menyambutku
untuk membukakan pintu. Aku berharap gadis itu sudah tidur agar malam itu tidak
terjadi hal-hal yang negatif.
Tetapi
ternyata aku keliru. Imah membukakan pintu untukku. Dia mengenakan daster yang
tadi pagi. Daster batik itu berpotongan leher sangat rendah, sehingga
punggungnya yang putih terbuka, membuat darahku berdesir-desir. Lebih-lebih
belahan buah dadanya sedikit mengintip, dan sebagian tonjolannya menyembul.
Rambutnya yang ikal sebahu agak awut-awutan. Aku lekas-lekas berlalu
meninggalkannya, padahal sejujurnya saat itu aku ingin sekali menyergap tubuh
montoknya yang merangsang.
Sengaja aku
mengurung diri di dalam kamar sesudah itu. Tapi aku benar-benar tidak dapat
tidur, bahkan pikiranku terus menerus dibayangi wajah manis Imah dan seluruh
keindahan tubuhnya yang mengundang. Entah berapa lama aku melamun, niatku untuk
meniduri Imah timbul-tenggelam, silih berganti dengan rasa takut dan malu.
Sampai tiba-tiba aku mendengar suara orang meminta-minta tolong dengan lirih
Tanpa pikir
panjang, aku langsung melompat dari ranjang dan segera berlari ke arah suara.
Ternyata itu suara Imah. Sejenak aku berhenti di muka pintu kamarnya, tetapi
entah mengapa, kini aku berani masuk.
Kudapati Imah
tengah meringkuk di sudut ranjang sambil merintih-rintih lirih. Aku tercekat
memandangi tubuhnya yang setengah telanjang. Daster yang dikenakannya
tersingkap di sana-sini, memamerkan kemulusan pahanya dan sebagian buah dadanya
yang montok. Sejenak aku mematung, menikmati keindahan tubuh Imah yang tergolek
tanpa daya di hadapanku, di bawah siraman cahaya lampu kamar yang terang
benderang. Otomatis kelelakianku bangkit. Hasratku kian bergelora, nafsu yang
tertahan-tahan kini mendapat peluang untuk dilampiaskan. Dan setan-setan pun
membujukku untuk langsung saja menyergap. “Dia tidak akan melawan,” batinku.
“Jangan-jangan malah senang, karena memang itu yang dia harapkan…” Kuteguk
liurku berulang-ulang sambil mengatur nafas. Untuk sesaat aku berhasil
mengendalikan diri. Kuraih pundak Imah, kuguncang-guncang sedikit agar dia terbangun.
Gadis itu
membuka mata dengan rupa terkejut. Posisinya menelentang kini, sementara aku
duduk persis di sisinya. Jantungku bergemuruh. Dengan agak gemetar,
kutepuk-tepuk pipi Imah sambil berupaya tersenyum kepadanya.
“Kamu ngigo’
yaa?” godaku. Imah tersipu.
“Eh, Bapak?!
Imah mimpi serem, Pak!”
Suaranya
lirih. Gadis itu bangkit dari tidurnya dengan gerakan agak menggeliat, dan itu
malah membuat buah dadanya semakin terbuka karena dasternya sangat tidak
beraturan. Aku jadi semakin bernafsu.
“Mimpi apaan,
Mah?” tanyaku lembut.
“Diperkosa!”
jawab Imah sembari menunduk, menghindari tatapanku.
“Diperkosa
siapa?”
“Orang jahat!
Rame-rame!”
“Oooh kirain
diperkosa saya!”
“Kalau sama
Bapak mah nggak serem!”
Aku jadi
tambah berdebar-debar, birahiku semakin membuatku mata gelap. Kurapikan
anak-anak rambut Imah yang kusut. Gadis itu menatapku penuh arti. Matanya yang
bulat memandangku tanpa berkedip. Aku jadi semakin nekad.
“Kalau sama
saya nggak serem?” tanyaku menegaskan dengan suara agak berbisik sambil mengusap
pipi Imah. Babu manis itu tersenyum.
Entah siapa
yang memulai, tahu-tahu kami sudah berciuman. Aku tidak peduli lagi. Kusalurkan
gejolak birahi yang selama ini tertahan dengan melumat bibir Imah. Dia membalas
dengan tak kalah panas dan bernafsu. Dia bahkan yang lebih dahulu menarik
tubuhku sehingga kami rebah di atas ranjang sembari terus berciuman.
Tanganku lasak
meremas-remas buah dada Imah. Kupuaskan hasratku pada kedua gundukan daging
kenyal yang selama beberapa hari terakhir ini telah menggodaku. Imah pun tak
tinggal diam. Sambil terus membalas lumatanku pada bibirnya, tangannya merayap
ke balik celana pendek yang kukenakan. Pantatku diusap-usap dan diremasnya
sesekali dengan lembut.
Ketika ciuman
terlepas, kami berpandangan dengan nafas memburu. Imah membalas tatapanku
dengan agak sayu. Bibirnya merekah, seakan minta kucium lagi. Kusapu saja
bibirnya yang indah itu dengan lidah. Dia balas menjulurkan lidah sehingga
lidah kami saling menyapu. Kemudian seluruh permukaan wajahnya kujilati. Imah
diam, hanya tangannya yang terus merayap-rayat di balik celana dalamku.
Aku jadi
tambah bernafsu. Lidahku merambat turun ke leher. Imah menggelinjang memberi
jalan. Terus kujilati tubuhnya yang mulai berkeringat. Imah
menggelinjang-gelinjang hebat ketika buah dadanya kujilati. “Geliii..” desisnya
sambil mengikik-ngikik, dan itu malah membuatku tambah bernafsu. Daging-daging
bulat montok itu terus kujilati, kukulum putingnya, kusedot-sedot dengan rakus,
tentunya sambil kuremas-remas dengan tangan.
Payudara Imah
yang lembut kurasa semakin mengeras, pertanda birahinya kian meninggi.
Lebih-lebih putingnya yang mungil berwarna merah jambu, telah amat keras
seperti batu. Aku jadi semakin bersemangat. Sesekali mulutku merayap-rayap
menciumi permukaan perut, pusar dan turun mendekati selangkangannya.
Imah mulai
merintih dan meracau, sementara tangannya mulai berani meraba batang kemaluanku
yang telah menegang sedari tadi. Kurasakan pijitannya amat lembut, menambah
rangsangan yang luar biasa nikmat. Aku tidak tahan, tanganku balas merayap ke
balik celana dalamnya. Imah mengangkang, pinggulnya mengangkat. Kugosok celah
vaginanya dengan jari. Basah. Dia mengerang agak panjang ketika jari tengahku
menyelusup ke dalam liang vaginanya, batang penisku digenggamnya erat dengan gemas.
Aku semakin tidak tahan, maka kubuka celana pendek dan celana dalamku
sekaligus.
Posting Komentar
0 Komentar