THE PARTY
SINOPSIS:
“Lu yakin ini
bakal membawa perubahan?” Tanyaku semakin berdebar-debar seiring semakin
mendekatnya tujuan kami.
“Hopefully
say, this is our last effort.” Kata Ricky sambil menggenggam telapak
tanganku dengan hangat,
“Kalau sampai
ini gak berhasil dan kita harus cerai, kita masih teman baik kan?” dia menoleh
ke arahku, kami saling pandang. Aku tersenyum kecil dan mengangguk,
“Belum married
dulu kita emangnya teman baik, mungkin udah takdir kita sebagai teman bukan
sebagai suami istri. Eh, jalan tuh!” Kataku menyadari lampu hijau sudah menyala
dan mobil di belakang mengklakson. Ricky buru-buru menjalankan mobil meneruskan
perjalanan.
Hari itu
Sabtu, cuaca cerah namun tidak dengan hati kami, kegundahan memenuhi hatiku dan
suamiku ini. Empat tahun lebih pernikahan kami sedang di ujung tanduk menuju
perceraian. Secara materi kami bisa dibilang sangat berkelimpahan, Ricky
mempunyai karier mapan, dalam usia 34 tahun ia telah menjabat wakil direktur di
perusahaan multinasional yang bergerak di bidang konstruksi.
Aku sendiri Leni,
29 tahun, dikarunia wajah yang cantik oriental dengan tubuh ideal berpostur
sedang. Semua mengatakan kami pasangan yang sempurna, yang pria tampan dan yang
wanita cantik, dan sudah hidup mapan pula. Ooohh... seandainya saja mereka tahu
yang sebenarnya, semua tidaklah seindah yang mereka lihat. Ingin rasanya aku
berteriak pada mereka, “WHAT DO YOU KNOW, BITCH!!??”. Buah hati yang
belum kunjung lahir adalah awal segala masalah, Ricky adalah satu-satunya anak
laki-laki di keluarganya sehingga orang tuanya sangat berharap cucu darinya.
Ini yang menyebabkan mama mertuaku sering sinis padaku. Kami sudah berusaha dan
berkonsultasi dengan beberapa dokter, namun semua hasilnya tidak memuaskan, ada
dokter yang mengatakan masalahnya di Ricky yang spermanya lemah, tapi dokter
lain mengatakan ada masalah di rahimku.
Aku tidak tahu
mana yang benar, sejauh ini kami berhubungan intim normal-normal saja. Di
tengah kesibukan Ricky yang karirnya makin menanjak dan diriku yang mengelola
bisnis catering dari rumah, waktu kami berdua semakin berkurang, sehingga yang
ada malah pertengkaran yang dipicu hal-hal sepele. Setelah berkonsultasi ke
psikiater dan juga pendeta, kami mulai saling terbuka satu sama lain untuk
mendekatkan diri. Dari situ keluarlah pengakuan bahwa kami masing-masing pernah
melakukan selingkuh selama empat tahun pernikahan kami.
Ricky pernah
melakukan dua kali dengan wanita panggilan ketika perjalanan bisnis ke luar
negeri, sedangkan aku sendiri dengan mantan pacarku yang sudah tinggal di kota
lain. Kami berhubungan lagi lewat medsos dan aku bercinta sekali dengannya
ketika ia datang ke kota ini sekalian mengunjungiku. Kekhilafan yang terjadi
karena kesepian dan jenuh dengan rutinitas ini memang akhirnya kusesali. Saat
itu aku merasakan hatiku hancur dan aku tahu Ricky juga merasakan hal yang sama
sampai kami kehilangan kata-kata waktu itu. Malam itu kami sepakat untuk
mengakhiri saja pernikahan kami.
Namun besok
lusanya, Ricky berubah pikiran, ia cerita padaku setelah curhat dengan
sepupunya di Bandung, sang sepupu mengusulkan sebuah solusi terakhir. Sebuah
solusi yang nyeleneh kalau tidak mau dibilang gila. Menurut sepupu suamiku itu,
kami mengalami kejenuhan dalam pernikahan ditambah tekanan karena belum
memiliki keturunan, kuakui yang satu ini memang benar, sehingga kami memerlukan
sebuah treatment. Namun ini bukan treatment biasa yang diisi
dengan meditasi atau doa untuk menenangkan diri, ini adalah treatment
dimana peserta dapat melampiaskan birahi seliar-liarnya bahkan di depan
pasangan. Eksplorasi seksual seperti ini membuat peserta lebih jujur ke
pasangan sekaligus mendapat kenikmatan yang berbeda.
“Sinting!” itu
yang pertama keluar dari mulutku setelah mendengar penuturannya.
“Lu yah, masa
dengerin si Ryan yang sex maniac itu?!”
“Leni honey...
“ ia menggenggam tanganku dan menatapku.
“Ini kan cuma
ide, jangan marah gitu dong.”
"Rick, gimana
Gua gak marah, suami gua pengen gua ML sama orang lain, termasuk threesome,
orgy, sama kegilaan lainnya!"
Aku memang
pernah bercinta dengan dua orang mantan pacarku dan sekali terlibat one
night stand dengan teman sebelum menikah dulu. Tapi soal cuckold, threesome,
gangbang bahkan orgy tidak pernah terpikir olehku untuk
melakukannya, memang ada fantasi ke arah sana namun aku tidak punya cukup
keberanian untuk itu. Terlebih setelah menikah, Ricky adalah satu-satunya yang
pernah bercinta denganku, kecuali sekali kekhilafan dengan mantanku itu.
"But
we did it anyway, right? Gua, Lu, thats why kita sampai ke tahap ini
kan? Terus apa bedanya kalau terjadi lagi di level yang lebih tinggi, kita
sama-sama tahu bahkan saling menyaksikan, sensasi rasa cemburu itu yang bikin
kita makin hot sama pasangan.”
“Jadi untuk
itu kita berdua harus sama-sama melakukan penyelewengan?”
“Gua tanya Lu
dulu, apa definisi menyeleweng itu? Seseorang itu dikatakan menyeleweng kalau
dia melakukan hal di luar pengetahuan pasangannya, dengan kata lain dia
melakukan secara sembunyi-sembunyi sehingga pasangannya gak tahu dan gak pernah
menyetujuinya. Beda dengan event ini. Semuanya terbuka dan melalui persetujuan
bersama antara kedua pasangan suami-istri itu!” jawab suamiku.
Aku terdiam
meresapi kata-katanya, mungkin ada benarnya juga, kami perlu hiburan yang tidak
biasa, perlu mencoba sesuatu yang baru untuk merefresh hubungan kita.
“Emang si Ryan
udah pernah nyoba ke acara itu? Terus hasilnya gimana?”
“Justru dia
udah pernah makanya dia cerita, katanya sex life dia sama bininya ML
lebih bergairah setelah ikutan acara itu."
"Jadi
Ryan melihat si Viona ML sama cowok lain?"
"Yup, dan
sebaliknya, kadang juga mereka tukar pasangan atau rame-rame dengan orang
lain." Aku mengernyitkan dahi mendengarnya, aku baru tahu ada klub yang
membuat event segila itu di Indonesia.
"Kalaupun
ngga ada hasilnya, ya anggaplah itu pesta perpisahan buat kita, gimana?” Ricky
merangkul tubuhku dan mendekapnya. Aku menghela nafas dan mengambil rokoknya
yang ia letakkan di bibir asbak lalu menghisapnya.
“Ya udah,
kalau gitu Lu atur aja, gimana emang cara ikutnya?”
“Ini ngga bisa
sembarang daftar, mereka dapat peserta itu lewat rekomendasi member, kalau kita
mau ikut Gua besok hubungi Ryan minta rekomendasi dari dia, udah gitu baru kita
dihubungi sama mereka.”
“Oke then,
I’m just waiting.” jawabku kembali menghisap rokok di jariku.
“Hei! Sejak
kapan lu ngerokok lagi? Sini!” Ricky merebutnya dari tanganku.
“Sejak barusan,
nggak liat?” aku melepaskan pelukannya dan beranjak dari sofa.
“Gua mau cuci
muka sikat gigi dulu, cape pengen bobo.”
Dalam hati aku
diam-diam tersenyum, ia masih perhatian padaku seperti jaman pacaran dulu, aku
selalu dilarangnya menyentuh rokok alasannya demi kebaikanku. Ia masih
mencintaiku sebagaimana aku masih mencintainya di tengah ujian dalam pernikahan
kami.
Tiga hari
kemudian, Ricky memberitahu bahwa ia telah menerima email persetujuan
atas rekomendasi dari sepupunya. Kami bersama melihat email tersebut dan
mempelajari keterangan lengkapnya dalam dokumen PDF. The Party, itulah yang
tertera pada kepala dokumen. Kami mempelajari dokumen yang berisi kontrak dan
peraturan-peraturan yang wajib ditaati, antara lain, peserta harus berusia 21
tahun ke atas, dilarang membawa anak-anak dan orang lain yang bukan peserta ke
lokasi treatment. Dilarang membawa dan mengkonsumsi narkoba, serta dokumentasi
dalam bentuk apapun dilarang keras. Juga tercantum biaya yang terbilang mahal,
untuk menjadi peserta satu paket per event saja dua puluh lima juta untuk tiga
malam, sementara untuk menjadi member dikenai biaya tahunan dua ratus juta,
bisa mengikuti acara kapan saja dengan koordinasi dengan pihak penyelenggara
terlebih dahulu. Dengan biaya setinggi itu, sudah dapat dipastikan yang menjadi
member pastilah kelas menengah atas.
Urusan
selanjutnya, Ricky lah yang mengurus, kami memutuskan mencoba paket tiga hari
dua malam. Setelah mengurus administrasi via online dan WA kami akhirnya
mendapat tempat dua minggu kemudian. Kembali ke awal cerita, akhirnya tibalah
kami pada hari yang ditentukan, mobil kami sudah memasuki gerbang kompleks
perumahan elite di pinggir ibukota, sesuai alamat yang diberikan. Kini kami
tinggal mencari kantor marketing propertinya. Tidak sulit menemukan tempat
tersebut yang terletak di kompleks ruko di depan gerbang masuk, bangunannya
yang bertingkat tiga dengan papan nama besar mencolok.
“Siang, saya mau
bertemu dengan Bu Grace, udah janji atas nama Ricky Setiadi.” kata suamiku pada
resepsionis.
“Baik Pak,
ditunggu sebentar ya.” si resepsionis segera mengangkat telepon untuk
menghubungi,
“Iya Bu, baik.”
Resepsionis itu menutup telepon lalu berkata,
“Bapak ibu
langsung saja ke lantai dua, ruangan Bu Grace yang di depannya ada bangku Panjang.”
Kami pun
segera ke atas dan baru juga sampai di lantai dua, pintu yang dimaksud sudah
membuka dan keluarlah seorang wanita cantik berambut sebahu dihighlight
kemerahan tersenyum ke arah kami.
“Halo, Ricky
dan Leni kan?” sapanya menghampiri kami dan mengulurkan tangannya.
“Saya Grace,
kita selama ini udah berhubungan lewat WA.”
Kami
berjabatan tangan, wanita itu nampak lebih cantik dari di picture profile
WA, usianya kira-kira pertengahan tiga puluhan, sebaya dengan kami. Profil
tubuhnya juga ideal, dengan tingginya sekitar 160an, terlihat seksi tapi anggun
dalam gaun putih lengan panjang dengan V-neck serta potongan bawah yang rendah
memamerkan keindahan pahanya. Kulihat Ricky curi-curi pandang ke bagian terbuka
itu, aku sudah maklum dengan naluri pria seperti itu.
“Mari kita
masuk dulu, ada beberapa hal yang harus diurus sebelum kita ke sana.” katanya
ramah.
Di dalam ia
mempersilakan kami duduk di sofa. Mataku memandangi ruangan ini dengan kagum.
Sebagai public relation, kantor Grace lumayan mewah dan lega dilengkapi
furniture berkelas. Setelah mengambil sebuah kotak jinjing dari dalam lemari,
ia duduk di hadapan kami.
“Sebelumnya
saya ucapkan selamat datang dulu di The Party!” katanya.
“Apa ada yang
mau ditanyakan dulu?”
“Pertama-tama
saya mau tahu dulu profil perusahaan yang mengadakan event ini, kok bisa ya ada
bisnis seperti ini di Indonesia, itu yang bikin saya penasaran.” tanya Ricky.
Grace tersenyum,
nampaknya ia sudah biasa menghadapi pertanyaan seperti ini, kemudian ia mulai
menjelaskan bahwa klub treatment dan kompleks elite ini berada di bawah
perusahaan yang sama, yang juga bergerak di bidang security, hiburan, dan
perhotelan. Lebih lanjut lagi, ia mulai bercerita lebih jauh tentang The Party
ini.
“Proyek ini
tadinya hanyalah percobaan, namun di luar dugaan peminatnya ternyata banyak dan
hingga kini sudah berjalan tujuh tahun, dan terus mengalami perkembangan. Kami
menangkap peluang pasar kaum menengah atas akan kebutuhan rekreasi yang tidak
biasa, rekreasi erotis yang biasa kita temui di beberapa negara Eropa Barat dan
Jepang, namun karena budaya di kita belum bisa menerimanya, maka klub ini bisa
dibilang semi underground, hanya untuk kalangan tertentu yang sudah terseleksi
saja, dan kami sangat menjamin privasi dan kerahasiaan setiap klien kami.”
“Ehm, siapa
saja yang menjadi klien kalian?” berikutnya aku yang bertanya.
“Oh sangat
beragam dan dari berbagai kota di Indonesia, bahkan ada beberapa dari luar
negeri, termasuk ekspatriat, seingat saya ada dari Singapura, Australia, Taiwan
macem-macem. Dan seperti yang kalian ketahui, pangsa pasarnya adalah kelas
menengah atas. Kami memiliki klien pejabat, anggota dewan, selebritis.”
“Selebitis?
Jadi ada artis atau musisi juga?” tanyaku lagi. Grace mengangguk.
“Juga tercatat
ada seorang atlet nasional, baru masuk tahun lalu, mereka mengambil VIP
membership sehingga yang ikut hanya kalangan mereka saja, tidak ada orang luar,
karena privacy sangat penting bagi tokoh publik kan?”
“Tempat treatment
ini, apa hanya di sini aja?” tanya Ricky
“Ya untuk
pulau Jawa dan ada satu lagi di Bali, we have secret beach there,
kedepannya kemungkinan akan bertambah lagi tempatnya.”
Kami terdiam
menghadapi kenyataan bahwa bisnis erotis seperti ini ternyata sudah ada di
Indonesia dan kami akan segera menjadi bagian di dalamnya. Setelah menerangkan
cukup detail mengenai event ini, ia membuka laci mejanya dan mengeluarkan dua
kotak kecil berisi cincin platinum bergaris biru yang elegan.
“Ini adalah
tanda pengenal peserta treatment dan menjadi milik kalian, harap dipakai selama
acara.” Kami pun mengambil benda itu dan memakai di jari masing-masing,
ukurannya pas. Pantas saja di formulir pendaftaran kami harus mengisi ukuran
cincin, ternyata untuk ini.
“Peserta
memakai cincin seperti itu, sementara aktor-aktor kami yang akan meramaikan
acara memakai cincin hitam seperti ini.” ia membuka smartphone dan
menunjukkan gambar sebentuk cincin berwarna hitam.
“Jadi kalau
bertemu yang memakai ini dan melakukan sesuatu yang membuat terkejut, tenang
saja, itu hanya skenario, keamanan dan kenyamanan kalian selama di treatment
kami jamin sepenuhnya.”
“Satu lagi hal
penting, di kontrak sudah tertulis bahwa dokumentasi dalam bentuk apapun
dilarang di treatment, untuk itu bila kalian membawa kamera, smartphone, atau
apapun untuk merekam harus dititip di sini!” kata wanita itu berjalan ke arah
lemari mengeluarkan dua buah kotak.
“Kami telah
menyediakan smartphone khusus agar kalian bisa tetap berkomunikasi dengan
keluarga, selain itu admin acara akan selalu berhubungan kalian lewat pesan WA,
sekarang pindahkan chip kalian dan tukar dengan smartphone kami!”
Smartphone itu
adalah type Samsung pada umumnya, hanya telah dimodifikasi sehingga kameranya
tidak berfungsi. Kami pun mengeluarkan chip dan memasukkannya ke smartphone
yang diberikan oleh Grace.
“Kalau
misalnya ada yang nakal diam-diam bawa alat buat dokumentasi acara gimana?”
tanya Ricky sambil mengganti chip.
“Maka besoknya
tubuhnya akan mengambang di Citarum.” jawaban itu membuat kami terhenyak dua
detikan hingga akhirnya Grace tersenyum nakal melihat reaksi kami.
“Bercanda
hihihi. Itu tidak akan terjadi karena kami punya semua rekaman CCTV kegiatan
peserta, jadi baik perusahaan dan member memegang kartu as-nya masing-masing,
tinggal ikuti saja peraturannnya, that simple.”
Setelah
menerima kuitansi untuk mengambil barang kami bila mau pulang nanti, Grace
mengajak kami ke tempat treatment.
Posting Komentar
0 Komentar