TERDAMPAR BIRAHI

 


SINOPSIS:

Apa jadinya terdampar di sebuah pulau asing tak berpenghuni bersama dua orang wanita cantik? Bagaimana nasib mereka bertiga setelah menyadari jika tidak ada yang bisa menolong selain diri mereka sendiri ?

FORMAT : PDF
JUMLAH HALAMAN : 70 HALAMAN
HARGA : Rp 10.000


PROLOG

Samudera Hindia, Saat ini.

"Ray," Farah memanggilnya.

"Ya," sahut Ray lirih.

"Kau baik-baik saja? Naiklah ke atas papan ini biar sedikit mengurangi rasa dingin," ucap Farah dengan suara lemah.

"Aku tidak apa-apa. Lebih baik aku di sini, papan ini jelas tidak akan bisa menampung kita bertiga. Dari pada nanti terbalik, itu akan jauh lebih berbahaya," ujar Ray.

"Tapi sampai kapan kita akan di sini?" sambung Marinka dengan ketakutan.

"Aku tidak tahu, tapi kita harus tetap tenang. Sebentar lagi pagi menjelang, kita pasti akan segera ditemukan dan diselamatkan oleh regu pencari," ucap Ray tak yakin.

Ray menggeretakkan giginya untuk menahan hawa dingin. Air laut yang merendamnya berjam-jam seperti membuat tubuhnya membeku. Dia memang biasa Scuba-Diving, tapi kali ini kasusnya jelas berbeda. Ini adalah lautan lepas, malam hari, dan dia tidak memakai peralatan yang biasa dia pakai untuk menyelam. Ray sudah benar-benar kehabisan tenaga. Hanya semangat dan harapannya-lah yang membuat Ray tetap berusaha untuk menghadapi semua ini. Sejak kecil Ray sudah biasa menghadapi berbagai macam masalah dalam kehidupannya. Tapi mungkin baru saat inilah Ray menghadapi masalah terbesar dalam kehidupannya, yang bahkan tidak akan pernah Ray bayangkan sebelumnya.

Ray tidak pernah membayangkan bahwa suatu saat dia akan terjebak di tengah lautan yang luas ini bersama dua orang wanita yang baru dikenalnya dua hari yang lalu. Dan semua ini tentu bukanlah keinginan Ray, bahkan tidak ada dalam bayangannya bahwa ini akan jadi liburan yang panjang.

******

Jakarta, Indonesia. Dua minggu sebelumnya.

Sehabis makan siang Ray segera kembali ke kantornya. Begitu selesai memarkir sepeda motor Kawasaki Ninja-nya, dia segera menuju ke ruangannya yang berada di lantai sembilan gedung itu. Tapi belum sempat dia masuk ruangannya, Sarah Si sekertaris memanggilnya.

"Ada apa?" tanya Ray.

"Kau dicari Bos," jawab Sarah.

"Bos sudah datang ya? Tumben dia tidak BBM sendiri," ucap Ray sambil memeriksa Smartphone-nya.

"Mana aku tahu. Sudah cepat sana, dia sudah menunggumu sejak tadi, tampaknya penting," kata Sarah sambil mendorong Ray.

"Thank You, Say," ucap Ray sambil mengedipkan mata menggoda.

"Your welcome ," balas Sarah dengan tersenyum.

Ray lalu segera berlalu menuju ke ruangan Bos-nya. Sementara Sarah masih tetap di tempat sambil memandangi Ray. Rayhan Arsyad adalah nama lengkap dari Ray. Wajahnya yang tampan khas timur tengah serta tubuhnya yang tinggi atletis itu banyak menarik perhatian kaum hawa. Bahkan banyak karyawati di kantor ini yang terpikat akan ketampanan Ray, termasuk Sarah. Sebenarnya Sarah sudah memendam rasa suka terhadap Ray sejak dulu. Tapi waktu itu Ray masih punya kekasih, dan baru-baru ini saja Ray putus dengan pacarnya.

Sebenarnya saat ini adalah kesempatan yang baik bagi Sarah untuk mendekati Ray, apalagi mereka sudah cukup dekat sebelumnya. Tapi Sarah tidak punya keberanian seperti teman-teman sekantornya yang punya keberanian untuk menarik perhatian Ray begitu ada kesempatan. Sementara Sarah masih tenggelam dalam lamunannya, Ray sudah sampai di depan pintu ruangan Rangga. Dia mengetuk pintu itu pelan. Setelah ada ijin, barulah dia membuka pintu lalu masuk ke dalam ruangan itu.

"Siang Pak?" Ray memberi salam.

Walau Rangga adalah temannya tapi disini dia adalah bos-nya maka Ray tetaplah memanggil Rangga dengan kata Pak. Kecuali Rangga yang meminta maka dia akan mengubah panggilan itu.

"Siang juga Ray, duduklah," ucap Rangga.

Ray lalu duduk di depan Rangga. Sementara untuk beberapa saat Rangga masih sibuk dengan Notebook-nya, setelah itu Rangga berdiri kemudian berjalan ke arah lemari pendingin, mengambil dua kaleng minuman ringan, menyerahkan salah satu kaleng minuman itu pada Ray, lalu Rangga kembali duduk di kursinya.

"Melihat wajahmu yang sudah kembali ceria, tampaknya masalahmu dengan Cynthia sudah selesai," kata Rangga sambil membuka kaleng minuman yang ada di tangannya.

"Ya kau benar. Awalnya aku memang tidak dapat menerima keputusannya untuk mengakhiri hubungan kami. Aku juga sudah mencoba berbagai hal untuk mempertahankan hubungan kami. Tapi setelah melalui berbagai macam pertimbangan, akhirnya aku sadar tidak bisa memaksanya untuk tetap mempertahankan hubungan kami. Dan sekarang, akhirnya kami benar-benar berpisah dan mengambil jalan hidup masing-masing. Bukankah Life Must Go On!"

"Baguslah kau berpikir seperti itu. Kalau memang sudah tidak mungkin bersama, kenapa harus dipertahankan. Dengan pernyataanmu itu, Apakah itu tandanya kau siap untuk mendapatkan kekasih yang baru?" tanya Rangga dengan tersenyum.

"Entahlah, untuk soal itu aku tidak bisa menjawab Ya atau Tidak. By the way, ada apa kau memanggilku? Pasti bukan hanya soal hubunganku dengan Cynthia kan?"

"Oh ya, tentu saja bukan hanya soal itu. Sebenarnya aku punya satu tugas untukmu," ucap Rangga.

"Apa? Proyek baru?" tanya Ray.

"Sebentar. Sebenarnya ini bisa dibilang bukan tugas juga. Anggap saja ini satu permintaanku untukmu. Coba kau lihat ini," kata Rangga sambil memutar Apple Macbook-nya, hingga Ray bisa melihat apa yang terpampang di layar monitor. Ray membaca e-mail itu, dan dia tahu maksudnya. Tapi tetap saja dia bertanya pada Rangga untuk lebih memastikan.

"Ini undangan naik kapal pesiar, lalu apa hubungannya denganku?" tanya Ray.

"Kau mewakili aku menghadiri undangan itu," jawab Rangga.

"What! Jangan becanda, Ngga!"

"Siapa yang becanda?"

"Tapi di situ tertulis perjalanan berlangsung antara tiga sampai lima minggu. Bagaimana pekerjaanku kalau aku pergi selama itu?"

"Justru itu maksudku. Kau itu sudah bekerja keras hampir sepanjang tahun. Jadi selain menghadiri undangan, perjalanan itu bisa kau manfaatkan untuk liburan. Bagaimana?"

"Tapi bagaimana dengan pekerjaanku?"

"Itu tidak usah kau pikirkan. Bukankah proyek-proyek kita sudah memasuki tahap akhir? Kau cukup tunjuk satu atau dua orang kepercayaanmu untuk mengawasinya. Lagi pula waktunya masih sepuluh hari lagi. Kau masih bisa memberi pengarahan pada orang kepercayaanmu."

"Mengapa tidak kau sendiri yang menghadiri undangan itu?"

"Aku tidak bisa. Ada sesuatu hal yang harus aku lakukan dan tidak bisa ditunda," ucap Rangga serius.

"Apakah aku harus datang?"

"Sebetulnya tidak ada keharusan Kalau kita harus datang. Tapi tidak etis rasanya tidak menghadiri undangan yang telah mereka berikan. Lagi pula yang mengundang adalah klien perusahaan kita. Aku hanya tidak ingin mereka menganggap kalau kita tidak menghormati undangan mereka," kata Rangga.

Ray memandang ke arah Rangga. Ada rasa tidak enak di hatinya jika dia menolak permintaan Rangga ini. Apalagi Rangga tidak memaksanya, padahal sebagai bos, bisa saja Rangga memaksa dia kalau mau. Mengingat hal itu dan juga kebaikan Rangga selama ini akhirnya Ray berkata, "Baiklah aku bersedia menerima tugas ini."

"Nah begitu dong. Lupakan pekerjaanmu sejenak, dan nikmati saja perjalanan liburan itu. Siapa tahu di antara ribuan penumpang ada seorang wanita yang bisa menarik perhatianmu."

"Oke Bos, siap laksanakan."

******

Pelabuhan Colombo, Ceylon. Tiga hari sebelumnya.

Setelah transit di Bandara Changi, pesawat yang membawa Ray mendarat di Bandara Katunayake, Colombo. Setelah itu Ray melanjutkan perjalanan menuju ke pelabuhan Colombo menggunakan Taxi. Kini di hadapan Ray berdiri kapal pesiar mewah yang siap membawanya untuk berlayar. Ray takjub memandang kapal pesiar yang diberi nama The Royal Continent itu.

Satu jam sebelum keberangkatan para penumpang dipersilahkan untuk naik. Ray yang memperlihatkan undangan yang dibawanya lalu diantar seorang Porter ke kamar yang telah disediakan untuknya. Setelah menaruh barang yang dibawanya dan berganti pakaian kasual, Ray lalu keluar untuk melihat-lihat apa saja yang ada di kapal pesiar itu.

Ray semakin takjub saat melihat bagian-bagian dalam kapal. Panjang kapal 222 meter, sementara lebarnya 22 meter. Kapal itu mempunyai enam tingkat termasuk bagian mesin di bawah dan geladak bagian atas. Di bagian geladak atau tingkat paling atas ada dua kolam renang, lapangan basket dan volly. Di bawahnya atau tingkat ke lima ada Spa, Bar, Lounge, Restoran, Bioskop dan Fitnes Center. Di tingkat empat selain untuk kamar penumpang, sebagian juga untuk ruang pertemuan, Bar kecil dan ruang kapten. Tingkat tiga dan dua adalah kamar-kamar penumpang. Sementara bagian bawah adalah bagian mesin, ruang kru dan peralatan lainnya. Setelah puas-puas melihat bagian kapal, Ray lalu menuju ke geladak. Saat itulah ada pemberitahuan bahwa kapal akan segera angkat jangkar untuk memulai perjalanannya.

Cahaya kuning keemasan memancar dari ufuk barat, menandakan Sang surya siap kembali keperaduannya. Diatas geladak kapal sambil berpegangan pada pagar pembatas disanalah sekarang Ray berada. Baru sekitar satu jam kapal pesiar itu meninggalkan pelabuhan Colombo memulai pelayarannya. Ray termenung sendirian tidak seperti orang lain yang sedang berjalan-jalan atau duduk-duduk bersama orang lain.

Hubungannya dengan Cynthia memang telah berakhir. Dan mereka berdua sudah memutuskan dan juga menganggap tidak ada lagi masalah di antara mereka berdua. Tapi disaat sendiri seperti ini kenangan kebersamaan mereka muncul juga. Dan yang masih jadi pertanyaan terbesarnya adalah apa sebenarnya kesalahan dan kekurangannya hingga Cynthia minta putus. Padahal selama ini hubungan mereka baik-baik saja.

Dilihat dari segi fisik dia tampan, tinggi dan atletis. Dari finansial, Ray merasa penghasilannya lebih dari cukup. Bahkan bisa berlebihan andai dia mau menerima tawaran dari perusahaan-perusahaan dari luar. Kalau soal gaya hidup dia juga tidak terlalu berlebihan. Soal minum atau keluar malam masih bisa dibilang wajar. Itu juga kadang-kadang kalau menemani klien. Narkoba dia tidak pernah menyentuhnya, judi juga tidak, main perempuan tidak, gonta-ganti cewek itu dulu sebelum dia mengenal Cynthia. Jadi apa masalahnya?

Tapi setidaknya Ray masih bersyukur masih ada sahabat-sahabatnya yang memperhatikannya. Walau mereka semua sudah sibuk dengan urusannya masing-masing tapi masih sempat untuk memberinya support. Karena support merekalah Ray bisa melupakan masalahnya dengan Cynthia. Mengingat sahabat-sahabatnya, Ray jadi kangen ingin bertemu dengan mereka semua. Entah dimana mereka berada Ray pasti akan selalu teringat dengan Gavin yang pantang menyerah, Dani yang keras kepala, Rangga yang selalu memberi semangat pada kawan-kawannya, dan...

Ray harus menghentikan lamunannya saat ada pemberitahuan dari awak kapal bahwa sudah waktunya makan malam. Dia baru sadar bahwa senja sudah berlalu dan kini malam sudah datang. Ray menengok jam yang ada di tangannya, jarum jam sudah menunjukan angka tujuh.

Ray kemudian berjalan menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Saat hendak membuka pintu kamar, dari kamar sebelah yang ditempati Ray keluar dua orang wanita. Satu orang wanita berkulit putih, sementara yang satu lagi berkulit coklat. Saat mereka melewatinya, Ray menoleh sejenak karena merasa pernah melihat kedua wanita itu, dia mencoba mengingat sesaat. Mereka berdua bukankah...! Ah sudahlah bukan urusanku juga, pikir Ray. Dia lalu segera masuk kamar tidak mempedulikan kedua wanita itu lagi.

****

The Royal Continent, Samudera Hindia. Dua hari sebelumnya.

Pagi itu Ray sudah rapi dan sedang duduk di restoran menikmati secangkir kopi dan sandwich pesanannya. Semalam karena merasa capek, setelah makan malam dia langsung tidur. Dan begitu bangun tidur Ray langsung menuju Fitnes Center, setelah itu dia pergi mandi. Karena itu, hari ini dia merasa badannya bugar dan pikirannya fresh sekali. Ray sebenarnya sudah selesai dengan makanannya. Tapi karena belum tahu apa yang harus atau akan dilakukannya, maka dia tetap duduk di tempat itu hingga restoran itu menjadi penuh. Saat Ray sedang menikmati cangkir keduanya, dua orang wanita meminta ijin padanya untuk duduk di mejanya yang masih kosong. Tanpa menunggu lama Ray mempersilahkan dua orang wanita itu untuk duduk. Mereka adalah dua orang wanita yang dilihatnya semalam keluar dari kamar sebelah yang ditempatinya.

Ray tentu saja mengenal dua orang wanita yang duduk dihadapannya saat ini, karena mereka berdua adalah dua orang Chef yang terkenal di Indonesia. Ada keinginan dalam hatinya untuk berkenalan dengan dua Chef seksi itu. Tapi Ray menunda keinginannya, saat dia mendengar dua orang wanita di depannya itu sedang membicarakannya. Karena tidak mengira kalau Ray berasal dari Indonesia, maka mereka berdua membicarakan Ray dengan bahasa Indonesia. Rupanya mereka mengira kalau Ray berasal dari negara Uni Emirat Arab. Merasa tidak enak hati karena menguping pembicaraan orang lain, maka tanpa menunggu lebih lama lagi Ray menyapa dua orang wanita yang ada di depannya,

"Maaf sebelumnya jika saya telah menguping pembicaraan anda berdua. Sebenarnya saya berasal dari Indonesia." Kedua wanita itu tampak terkejut dan malu. Tapi keadaan itu hanya sesaat. Setelah dapat menguasai diri, mereka segera membalas sapaan dari Ray,

"Oh ternyata dari Indonesia juga. Seharusnya kami yang meminta maaf kepada anda," ucap salah satu diantaranya.

"Tidak perlu meminta maaf. Justru karena itu kita bisa saling menyapa. Oh ya, namaku Rayhan Arsyad, panggil saja Ray," ucap Ray memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.

"Marinka," jawab wanita yang berkulit putih, membalas jabatan tangan Ray.

"Farah," jawab yang berkulit eksotis, juga membalas jabatan tangan Ray.

"Tanpa kalian memperkenalkan diri saya sudah tahu siapa anda berdua. Siapa yang tidak mengenal Chef Marinka dan Chef Farah," ujar Ray.

"Ha.. ha... kau bisa saja, Ray. By the way, kau sendirian?" tanya Marinka.

"Itu relatif."

"Maksudnya?"

"Kalau maksudnya apa aku sendirian di kapal ini, maka jawabannya Ya. Tapi jika pertanyaannya apa aku sendirian saat ini maka jawabannya Tidak. Karena saat ini aku sedang bersama dua wanita cantik," ujar Ray. Marinka dan Farah awalnya bingung dengan jawaban Ray. Tapi setelah tahu apa maksudnya, mereka jadi sedikit malu.

"Ternyata kau bisa becanda juga, Ray. Aku kira kau itu orang yang selalu serius, seperti yang kita lihat semalam. Ya gak, Far?" kata Marinka menoleh ke arah Farah. Farah Quin lalu mengangguk membenarkan.

"Aku jadi tersanjung karena diperhatikan oleh dua orang seperti Chef ini. Aku juga tidak menyangka bahwa Chef bisa seramah ini. Padahal aku pikir Chef Marinka dan Chef Farah itu orang yang galak, seperti yang aku lihat saat menjadi juri kompetisi memasak di sebuah stasiun TV," kata Ray dengan tersenyum.

"Dasar kau. Itu hanya akting agar sebuah acara menjadi lebih menarik. Pada dasarnya, ya seperti inilah kami," ucap Marinka, menjelaskan.

Mereka bertiga lalu ngobrol mengenai bermacam hal. Dari mulai hal umum sampai masalah pribadi. Dari pembicaraan itu Ray menjadi tahu alasannya kenapa Marinka dan Farah berada di kapal ini. Menurut mereka selain untuk berliburan, mereka juga diundang oleh teman mereka yang sekarang menjadi kepala Chef di kapal ini untuk suatu konferensi Chef. Selain itu mereka juga diundang untuk menjadi juri kompetisi memasak tingkat Asia, yang akan syuting di kapal ini yang rencananya akan ditayangkan di salah satu TV khusus Chanel Makanan.

"Kau sendiri bagaimana, Ray?" tanya Farah.

Ray lalu menjelaskan kenapa dia berada di kapal pesiar ini. Tentu ada hal-hal tertentu yang tidak dia katakan pada Marinka dan Farah. Pembicaraan mereka berakhir saat Marinka mengatakan ada pekerjaan yang harus dia selesaikan, begitu juga Farah. Tapi sebelum berpisah mereka berjanji akan bertemu kembali begitu ada waktu luang.


Posting Komentar

0 Komentar