TERDAMPAR BIRAHI
SINOPSIS:
Samudera Hindia, Saat ini.
"Ray,"
Farah memanggilnya.
"Ya,"
sahut Ray lirih.
"Kau
baik-baik saja? Naiklah ke atas papan ini biar sedikit mengurangi rasa
dingin," ucap Farah dengan suara lemah.
"Aku
tidak apa-apa. Lebih baik aku di sini, papan ini jelas tidak akan bisa
menampung kita bertiga. Dari pada nanti terbalik, itu akan jauh lebih
berbahaya," ujar Ray.
"Tapi
sampai kapan kita akan di sini?" sambung Marinka dengan ketakutan.
"Aku
tidak tahu, tapi kita harus tetap tenang. Sebentar lagi pagi menjelang, kita
pasti akan segera ditemukan dan diselamatkan oleh regu pencari," ucap Ray
tak yakin.
Ray
menggeretakkan giginya untuk menahan hawa dingin. Air laut yang merendamnya
berjam-jam seperti membuat tubuhnya membeku. Dia memang biasa Scuba-Diving,
tapi kali ini kasusnya jelas berbeda. Ini adalah lautan lepas, malam hari, dan
dia tidak memakai peralatan yang biasa dia pakai untuk menyelam. Ray sudah
benar-benar kehabisan tenaga. Hanya semangat dan harapannya-lah yang membuat
Ray tetap berusaha untuk menghadapi semua ini. Sejak kecil Ray sudah biasa
menghadapi berbagai macam masalah dalam kehidupannya. Tapi mungkin baru saat
inilah Ray menghadapi masalah terbesar dalam kehidupannya, yang bahkan tidak
akan pernah Ray bayangkan sebelumnya.
Ray tidak
pernah membayangkan bahwa suatu saat dia akan terjebak di tengah lautan yang
luas ini bersama dua orang wanita yang baru dikenalnya dua hari yang lalu. Dan
semua ini tentu bukanlah keinginan Ray, bahkan tidak ada dalam bayangannya
bahwa ini akan jadi liburan yang panjang.
******
Jakarta, Indonesia. Dua
minggu sebelumnya.
Sehabis makan
siang Ray segera kembali ke kantornya. Begitu selesai memarkir sepeda motor
Kawasaki Ninja-nya, dia segera menuju ke ruangannya yang berada di lantai
sembilan gedung itu. Tapi belum sempat dia masuk ruangannya, Sarah Si
sekertaris memanggilnya.
"Ada
apa?" tanya Ray.
"Kau
dicari Bos," jawab Sarah.
"Bos
sudah datang ya? Tumben dia tidak BBM sendiri," ucap Ray sambil memeriksa
Smartphone-nya.
"Mana aku
tahu. Sudah cepat sana, dia sudah menunggumu sejak tadi, tampaknya
penting," kata Sarah sambil mendorong Ray.
"Thank
You, Say," ucap Ray sambil mengedipkan mata menggoda.
"Your
welcome ," balas Sarah dengan tersenyum.
Ray lalu
segera berlalu menuju ke ruangan Bos-nya. Sementara Sarah masih tetap di tempat
sambil memandangi Ray. Rayhan Arsyad adalah nama lengkap dari Ray. Wajahnya
yang tampan khas timur tengah serta tubuhnya yang tinggi atletis itu banyak
menarik perhatian kaum hawa. Bahkan banyak karyawati di kantor ini yang
terpikat akan ketampanan Ray, termasuk Sarah. Sebenarnya Sarah sudah memendam
rasa suka terhadap Ray sejak dulu. Tapi waktu itu Ray masih punya kekasih, dan
baru-baru ini saja Ray putus dengan pacarnya.
Sebenarnya
saat ini adalah kesempatan yang baik bagi Sarah untuk mendekati Ray, apalagi
mereka sudah cukup dekat sebelumnya. Tapi Sarah tidak punya keberanian seperti
teman-teman sekantornya yang punya keberanian untuk menarik perhatian Ray
begitu ada kesempatan. Sementara Sarah masih tenggelam dalam lamunannya, Ray
sudah sampai di depan pintu ruangan Rangga. Dia mengetuk pintu itu pelan.
Setelah ada ijin, barulah dia membuka pintu lalu masuk ke dalam ruangan itu.
"Siang
Pak?" Ray memberi salam.
Walau Rangga
adalah temannya tapi disini dia adalah bos-nya maka Ray tetaplah memanggil
Rangga dengan kata Pak. Kecuali Rangga yang meminta maka dia akan mengubah
panggilan itu.
"Siang
juga Ray, duduklah," ucap Rangga.
Ray lalu duduk
di depan Rangga. Sementara untuk beberapa saat Rangga masih sibuk dengan Notebook-nya,
setelah itu Rangga berdiri kemudian berjalan ke arah lemari pendingin,
mengambil dua kaleng minuman ringan, menyerahkan salah satu kaleng minuman itu
pada Ray, lalu Rangga kembali duduk di kursinya.
"Melihat
wajahmu yang sudah kembali ceria, tampaknya masalahmu dengan Cynthia sudah
selesai," kata Rangga sambil membuka kaleng minuman yang ada di tangannya.
"Ya kau
benar. Awalnya aku memang tidak dapat menerima keputusannya untuk mengakhiri
hubungan kami. Aku juga sudah mencoba berbagai hal untuk mempertahankan
hubungan kami. Tapi setelah melalui berbagai macam pertimbangan, akhirnya aku
sadar tidak bisa memaksanya untuk tetap mempertahankan hubungan kami. Dan
sekarang, akhirnya kami benar-benar berpisah dan mengambil jalan hidup
masing-masing. Bukankah Life Must Go On!"
"Baguslah
kau berpikir seperti itu. Kalau memang sudah tidak mungkin bersama, kenapa
harus dipertahankan. Dengan pernyataanmu itu, Apakah itu tandanya kau siap
untuk mendapatkan kekasih yang baru?" tanya Rangga dengan tersenyum.
"Entahlah,
untuk soal itu aku tidak bisa menjawab Ya atau Tidak. By the way, ada
apa kau memanggilku? Pasti bukan hanya soal hubunganku dengan Cynthia
kan?"
"Oh ya,
tentu saja bukan hanya soal itu. Sebenarnya aku punya satu tugas untukmu,"
ucap Rangga.
"Apa?
Proyek baru?" tanya Ray.
"Sebentar.
Sebenarnya ini bisa dibilang bukan tugas juga. Anggap saja ini satu
permintaanku untukmu. Coba kau lihat ini," kata Rangga sambil memutar Apple
Macbook-nya, hingga Ray bisa melihat apa yang terpampang di layar monitor.
Ray membaca e-mail itu, dan dia tahu maksudnya. Tapi tetap saja dia
bertanya pada Rangga untuk lebih memastikan.
"Ini
undangan naik kapal pesiar, lalu apa hubungannya denganku?" tanya Ray.
"Kau
mewakili aku menghadiri undangan itu," jawab Rangga.
"What!
Jangan becanda, Ngga!"
"Siapa
yang becanda?"
"Tapi di
situ tertulis perjalanan berlangsung antara tiga sampai lima minggu. Bagaimana
pekerjaanku kalau aku pergi selama itu?"
"Justru
itu maksudku. Kau itu sudah bekerja keras hampir sepanjang tahun. Jadi selain
menghadiri undangan, perjalanan itu bisa kau manfaatkan untuk liburan.
Bagaimana?"
"Tapi
bagaimana dengan pekerjaanku?"
"Itu
tidak usah kau pikirkan. Bukankah proyek-proyek kita sudah memasuki tahap
akhir? Kau cukup tunjuk satu atau dua orang kepercayaanmu untuk mengawasinya.
Lagi pula waktunya masih sepuluh hari lagi. Kau masih bisa memberi pengarahan
pada orang kepercayaanmu."
"Mengapa
tidak kau sendiri yang menghadiri undangan itu?"
"Aku
tidak bisa. Ada sesuatu hal yang harus aku lakukan dan tidak bisa ditunda,"
ucap Rangga serius.
"Apakah
aku harus datang?"
"Sebetulnya
tidak ada keharusan Kalau kita harus datang. Tapi tidak etis rasanya tidak
menghadiri undangan yang telah mereka berikan. Lagi pula yang mengundang adalah
klien perusahaan kita. Aku hanya tidak ingin mereka menganggap kalau kita tidak
menghormati undangan mereka," kata Rangga.
Ray memandang
ke arah Rangga. Ada rasa tidak enak di hatinya jika dia menolak permintaan
Rangga ini. Apalagi Rangga tidak memaksanya, padahal sebagai bos, bisa saja Rangga
memaksa dia kalau mau. Mengingat hal itu dan juga kebaikan Rangga selama ini
akhirnya Ray berkata, "Baiklah aku bersedia menerima tugas ini."
"Nah
begitu dong. Lupakan pekerjaanmu sejenak, dan nikmati saja perjalanan liburan
itu. Siapa tahu di antara ribuan penumpang ada seorang wanita yang bisa menarik
perhatianmu."
"Oke Bos,
siap laksanakan."
******
Pelabuhan Colombo, Ceylon.
Tiga hari sebelumnya.
Setelah
transit di Bandara Changi, pesawat yang membawa Ray mendarat di Bandara
Katunayake, Colombo. Setelah itu Ray melanjutkan perjalanan menuju ke pelabuhan
Colombo menggunakan Taxi. Kini di hadapan Ray berdiri kapal pesiar mewah yang
siap membawanya untuk berlayar. Ray takjub memandang kapal pesiar yang diberi
nama The Royal Continent itu.
Satu jam sebelum
keberangkatan para penumpang dipersilahkan untuk naik. Ray yang memperlihatkan
undangan yang dibawanya lalu diantar seorang Porter ke kamar yang telah
disediakan untuknya. Setelah menaruh barang yang dibawanya dan berganti pakaian
kasual, Ray lalu keluar untuk melihat-lihat apa saja yang ada di kapal pesiar
itu.
Ray semakin
takjub saat melihat bagian-bagian dalam kapal. Panjang kapal 222 meter,
sementara lebarnya 22 meter. Kapal itu mempunyai enam tingkat termasuk bagian
mesin di bawah dan geladak bagian atas. Di bagian geladak atau tingkat paling
atas ada dua kolam renang, lapangan basket dan volly. Di bawahnya atau tingkat
ke lima ada Spa, Bar, Lounge, Restoran, Bioskop dan Fitnes Center. Di tingkat
empat selain untuk kamar penumpang, sebagian juga untuk ruang pertemuan, Bar
kecil dan ruang kapten. Tingkat tiga dan dua adalah kamar-kamar penumpang.
Sementara bagian bawah adalah bagian mesin, ruang kru dan peralatan lainnya.
Setelah puas-puas melihat bagian kapal, Ray lalu menuju ke geladak. Saat itulah
ada pemberitahuan bahwa kapal akan segera angkat jangkar untuk memulai
perjalanannya.
Cahaya kuning
keemasan memancar dari ufuk barat, menandakan Sang surya siap kembali
keperaduannya. Diatas geladak kapal sambil berpegangan pada pagar pembatas
disanalah sekarang Ray berada. Baru sekitar satu jam kapal pesiar itu
meninggalkan pelabuhan Colombo memulai pelayarannya. Ray termenung sendirian
tidak seperti orang lain yang sedang berjalan-jalan atau duduk-duduk bersama
orang lain.
Hubungannya
dengan Cynthia memang telah berakhir. Dan mereka berdua sudah memutuskan dan
juga menganggap tidak ada lagi masalah di antara mereka berdua. Tapi disaat
sendiri seperti ini kenangan kebersamaan mereka muncul juga. Dan yang masih
jadi pertanyaan terbesarnya adalah apa sebenarnya kesalahan dan kekurangannya
hingga Cynthia minta putus. Padahal selama ini hubungan mereka baik-baik saja.
Dilihat dari
segi fisik dia tampan, tinggi dan atletis. Dari finansial, Ray merasa
penghasilannya lebih dari cukup. Bahkan bisa berlebihan andai dia mau menerima
tawaran dari perusahaan-perusahaan dari luar. Kalau soal gaya hidup dia juga
tidak terlalu berlebihan. Soal minum atau keluar malam masih bisa dibilang
wajar. Itu juga kadang-kadang kalau menemani klien. Narkoba dia tidak pernah
menyentuhnya, judi juga tidak, main perempuan tidak, gonta-ganti cewek itu dulu
sebelum dia mengenal Cynthia. Jadi apa masalahnya?
Tapi
setidaknya Ray masih bersyukur masih ada sahabat-sahabatnya yang
memperhatikannya. Walau mereka semua sudah sibuk dengan urusannya masing-masing
tapi masih sempat untuk memberinya support. Karena support
merekalah Ray bisa melupakan masalahnya dengan Cynthia. Mengingat
sahabat-sahabatnya, Ray jadi kangen ingin bertemu dengan mereka semua. Entah
dimana mereka berada Ray pasti akan selalu teringat dengan Gavin yang pantang
menyerah, Dani yang keras kepala, Rangga yang selalu memberi semangat pada
kawan-kawannya, dan...
Ray harus
menghentikan lamunannya saat ada pemberitahuan dari awak kapal bahwa sudah
waktunya makan malam. Dia baru sadar bahwa senja sudah berlalu dan kini malam
sudah datang. Ray menengok jam yang ada di tangannya, jarum jam sudah
menunjukan angka tujuh.
Ray kemudian
berjalan menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Saat hendak membuka pintu
kamar, dari kamar sebelah yang ditempati Ray keluar dua orang wanita. Satu
orang wanita berkulit putih, sementara yang satu lagi berkulit coklat. Saat
mereka melewatinya, Ray menoleh sejenak karena merasa pernah melihat kedua
wanita itu, dia mencoba mengingat sesaat. Mereka berdua bukankah...! Ah
sudahlah bukan urusanku juga, pikir Ray. Dia lalu segera masuk kamar tidak
mempedulikan kedua wanita itu lagi.
****
The Royal Continent,
Samudera Hindia. Dua hari sebelumnya.
Pagi itu Ray
sudah rapi dan sedang duduk di restoran menikmati secangkir kopi dan sandwich
pesanannya. Semalam karena merasa capek, setelah makan malam dia langsung
tidur. Dan begitu bangun tidur Ray langsung menuju Fitnes Center, setelah itu
dia pergi mandi. Karena itu, hari ini dia merasa badannya bugar dan pikirannya
fresh sekali. Ray sebenarnya sudah selesai dengan makanannya. Tapi karena belum
tahu apa yang harus atau akan dilakukannya, maka dia tetap duduk di tempat itu
hingga restoran itu menjadi penuh. Saat Ray sedang menikmati cangkir keduanya,
dua orang wanita meminta ijin padanya untuk duduk di mejanya yang masih kosong.
Tanpa menunggu lama Ray mempersilahkan dua orang wanita itu untuk duduk. Mereka
adalah dua orang wanita yang dilihatnya semalam keluar dari kamar sebelah yang
ditempatinya.
Ray tentu saja
mengenal dua orang wanita yang duduk dihadapannya saat ini, karena mereka
berdua adalah dua orang Chef yang terkenal di Indonesia. Ada keinginan
dalam hatinya untuk berkenalan dengan dua Chef seksi itu. Tapi Ray menunda
keinginannya, saat dia mendengar dua orang wanita di depannya itu sedang
membicarakannya. Karena tidak mengira kalau Ray berasal dari Indonesia, maka
mereka berdua membicarakan Ray dengan bahasa Indonesia. Rupanya mereka mengira
kalau Ray berasal dari negara Uni Emirat Arab. Merasa tidak enak hati karena
menguping pembicaraan orang lain, maka tanpa menunggu lebih lama lagi Ray
menyapa dua orang wanita yang ada di depannya,
"Maaf
sebelumnya jika saya telah menguping pembicaraan anda berdua. Sebenarnya saya
berasal dari Indonesia." Kedua wanita itu tampak terkejut dan malu. Tapi
keadaan itu hanya sesaat. Setelah dapat menguasai diri, mereka segera membalas
sapaan dari Ray,
"Oh
ternyata dari Indonesia juga. Seharusnya kami yang meminta maaf kepada
anda," ucap salah satu diantaranya.
"Tidak
perlu meminta maaf. Justru karena itu kita bisa saling menyapa. Oh ya, namaku
Rayhan Arsyad, panggil saja Ray," ucap Ray memperkenalkan diri sambil
mengulurkan tangannya.
"Marinka,"
jawab wanita yang berkulit putih, membalas jabatan tangan Ray.
"Farah,"
jawab yang berkulit eksotis, juga membalas jabatan tangan Ray.
"Tanpa
kalian memperkenalkan diri saya sudah tahu siapa anda berdua. Siapa yang tidak
mengenal Chef Marinka dan Chef Farah," ujar Ray.
"Ha..
ha... kau bisa saja, Ray. By the way, kau sendirian?" tanya Marinka.
"Itu
relatif."
"Maksudnya?"
"Kalau
maksudnya apa aku sendirian di kapal ini, maka jawabannya Ya. Tapi jika
pertanyaannya apa aku sendirian saat ini maka jawabannya Tidak. Karena saat ini
aku sedang bersama dua wanita cantik," ujar Ray. Marinka dan Farah awalnya
bingung dengan jawaban Ray. Tapi setelah tahu apa maksudnya, mereka jadi
sedikit malu.
"Ternyata
kau bisa becanda juga, Ray. Aku kira kau itu orang yang selalu serius, seperti
yang kita lihat semalam. Ya gak, Far?" kata Marinka menoleh ke arah Farah.
Farah Quin lalu mengangguk membenarkan.
"Aku jadi
tersanjung karena diperhatikan oleh dua orang seperti Chef ini. Aku juga tidak
menyangka bahwa Chef bisa seramah ini. Padahal aku pikir Chef Marinka dan Chef
Farah itu orang yang galak, seperti yang aku lihat saat menjadi juri kompetisi
memasak di sebuah stasiun TV," kata Ray dengan tersenyum.
"Dasar
kau. Itu hanya akting agar sebuah acara menjadi lebih menarik. Pada dasarnya,
ya seperti inilah kami," ucap Marinka, menjelaskan.
Mereka bertiga
lalu ngobrol mengenai bermacam hal. Dari mulai hal umum sampai masalah pribadi.
Dari pembicaraan itu Ray menjadi tahu alasannya kenapa Marinka dan Farah berada
di kapal ini. Menurut mereka selain untuk berliburan, mereka juga diundang oleh
teman mereka yang sekarang menjadi kepala Chef di kapal ini untuk suatu
konferensi Chef. Selain itu mereka juga diundang untuk menjadi juri kompetisi
memasak tingkat Asia, yang akan syuting di kapal ini yang rencananya akan
ditayangkan di salah satu TV khusus Chanel Makanan.
"Kau
sendiri bagaimana, Ray?" tanya Farah.
Ray lalu
menjelaskan kenapa dia berada di kapal pesiar ini. Tentu ada hal-hal tertentu
yang tidak dia katakan pada Marinka dan Farah. Pembicaraan mereka berakhir saat
Marinka mengatakan ada pekerjaan yang harus dia selesaikan, begitu juga Farah.
Tapi sebelum berpisah mereka berjanji akan bertemu kembali begitu ada waktu
luang.
Posting Komentar
0 Komentar