TELUH
SINOPSIS :
“Siap, Gue
penasaran hasil editing episode kali ini kayak apa.” sambung Asrul, sambil
membakar rokoknya di dalam ruangan itu. Aroma rokok kretek mendadak membumbung
tinggi ke udara.
Di atas sofa
yang menghadap ke televisi, Katherine, alias Katy sedang menunggu pacarnya,
Sandi yang sedang berusaha menyambungkan laptopnya ke perangkat televisi itu.
“Gak nunggu
Razi?” tanya Shenny, adiknya Sandi yang duduk di sebelah Katy.
“Razi? Udah
pasti telatnya, ngapain di tunggu.” tawa Sandi, meremehkan sahabatnya sendiri.
“Dari tadi
bilang di grup OTW mulu, tapi gak nyampe-nyampe. Padahal kan dia naik motor,
cepet kudunya ke sini.”
“Aku
penasaran, berapa orang yang nonton ya kalo ntar udah diupload ke youtube.”
bisik Katy ke Sandi, sambil memeluk bahu pacarnya dari belakang. Sandi duduk di
karpet, di depan sang pacar. Shenny menatap ke arah kakak dan pacarnya, sambil
geleng-geleng kepala. Dasar, pasangan mesum, pikirnya.
Katy dan Sandi
sama-sama ada di pertengahan usia 20-an. Sandi, yang bertampang kekinian, ala
anak gaul Jakarta, bekerja sebagai motion graphic artist. Banyak hasil
karyanya yang bisa kita lihat dalam bentuk iklan-iklan di televisi maupun di
media sosial.
Sedangkan
Katy, pacarnya, pekerjaannya tak jelas. Hari-harinya lebih banyak dihabiskan di
luar rumah, menghamburkan uang milik orang tuanya. Katanya kerjaannya “bisnis”.
Mungkin di mata Katy, sesekali di endorse oleh toko baju online,
kosmetik, dan masih menerima “uang jajan” dari orang tua, bisa disebut sebagai
“bisnis”. Cewek seksi berambut panjang ini, jauh lebih mapan secara finansial
daripada teman-temannya. Bahkan sekarang, mereka akan menonton sesuatu di
apartemen milik Katy. Atau milik orang tua Katy, di mana tempat ini jadi basecamp
mereka berlima. Tapi mereka baru berempat di sana. Satu lagi belum datang.
Ting
Tung
Suara bel menyita perhatian mereka berempat.
“Nah itu pasti
Razi!” Shenny bersorak, karena yang mereka tunggu sudah datang. Akan sayang
kalau Razi terpaksa tertinggal hari itu. Katy, dengan gerakan penuh malas dan
memutar matanya pertanda kesal, berdiri ogah-ogahan dan berjalan dengan
setengah hati ke arah pintu. Perlahan, dia buka pintunya.
“Sorry telat”
ya, Razi yang datang.
“Elo tuh ya!
Jangan dibiasain ah! Telat mulu kalo janjian.” kesal Katy ke Razi.
“Yah, lo tau
sendiri lah, jalanan Jakarta kayak apa….” jawab Razi sambil nyengir. Setelah
menaruh helm dan membuka jaketnya, dia kemudian bergabung, duduk di sofa yang
sama, sengaja agar ia duduk di sebelah Shenny.
“Akhirnya,
dateng juga”
“Iya… Sorry
yak, biasa lah, macet gak puguh di jalanan” Shenny dan Razi bertatap-tatapan,
dan Razi benar-benar terbius oleh senyum Shenny.
Hari itu,
Shenny hanya mengenakan t-shirt band dan jeans belel. Di mata Razi, dia terlihat
sangat cool. Rambutnya seleher, dipotong bob asimetris. Mukanya polos tanpa
make up, tapi itu yang Razi suka. Dia begitu keren. Begitu santai, dan begitu
luwes. Aura ceria dan penuh percaya diri keluar dari wajahnya. Perempuan muda
yang berprofesi sebagai interior designer ini benar-benar membuat Razi merasa
tenang setiap mereka bertemu.
“Janjiannya
jam lima, sekarang udah maghrib….” keluh Sandi, menatap Razi dengan muka kesal,
mendadak.
“Kan sudah
saya bilang tadi, Pak Sandi…. Traffic nya kacau”
“Bullshit,
banyak alesan”
“Alesan gue
cuman satu tadi, monyet. Traffic”
“Jakarta emang
gak ketebak” Asrul mengeluarkan asap pekat rokok dari mulutnya, mengomentari
alasan Razi.
“Emang..”
jawab Razi sambil senyum ke arah Asrul.
Asrul duduk di
kursi makan, yang ia geser ke belakang sofa agar dia bisa menonton ke arah
televisi dengan jelas. Asrul memakai kemeja flanel dan celana cargo, dandanan
yang sudah agak out of date. Pembawaannya kalem dan cool. Rambutnya
dipotong rapi dan kacamata berframe tebal itu menghiasi mukanya yang tegas. Dia
menatap dengan teduh ke arah Razi, fotografer freelance itu.
“Bang Asrul
kok suka banget sih ngebelain Razi. Mentang-mentang sepupunya.” tawa Shenny.
“Bukan
ngebelain. Itu namanya mikir logis. Sejak kapan jalanan Jakarta jadi arena yang
gampang? Mau naik sepeda, motor, mobil, bahkan terbang sekalipun, Jakarta gak
akan pernah ketebak.” jawab Asrul.
Asrul lebih
memilih untuk menatap ke layar kaca, daripada ke arah Shenny. Asrul sendiri,
adalah penulis dan editor di salah satu website ternama, yang jadi rujukan anak
muda untuk mencari tahu soal isu terkini, musik, dan gaya hidup.
“Udah
ngobrolnya? Mau dikasih liat apa engga videonya?”
“Press play
Mas, buruan!” Shenny nendang tangan Sandi dengan manjanya. Sang kakak hanya
tersenyum. Dan video itu pun mulai berputar.
“So Guys, jadi
kali ini. Kita bakal ngebahas dan ngunjungin salah satu rumah yang terkenal
angker di Bandung.” Layar televisi menampilkan muka Razi dan Asrul. Mereka
berdua duduk di sofa yang tadi, disorot dari berbagai sudut sekaligus.
“Mungkin Asrul
bisa jelasin, sejarahnya?”
“Beberapa
belas tahun lalu, ada kasus pembunuhan dan perampokan di sini” layar
menunjukkan potongan artikel-artikel tentang kasus yang dimaksud.
“Gak ada yang
spesial soal kasus itu, bahkan pelakunya pun tertangkap. Modusnya perampokan
biasa.” sambungnya.
“Tapi ada yang
berbeda, setelah rumah itu kosong, setelah seluruh penghuninya tewas.”
“Apa yang
beda?”
“Misalnya,
beberapa tetangga sering mendengar tangisan dan lolongan manusia dari rumah
tersebut, di malam hari”
“Hmm…”
“Walau mungkin
bisa saja itu suara binatang, tapi yang menarik adalah, rumah ini tidak pernah
ditinggali lagi, walaupun ahli warisnya jelas.” Layar kemudian
menunjukkan foto-foto rumah usang itu di waktu siang.
“Rumah ini
memang terletak di satu kompleks perumahan yang padat, jadi kalau ada apa-apa,
tentu orang-orang sekitar bakal notice kan?” tanya Razi, secara retoris
ke Asrul.
“Iya, dan
berikutnya, kita coba lihat kesaksian dari penduduk di sekitar sana.” Layar
televisi kemudian menunjukkan wajah seseorang bapak-bapak keturunan Tionghoa
yang sedang di wawancara di kompleks perumahan tersebut.
“Emang
penduduk sini, setelah ada kejadian waktu itu, gak pernah sama sekali lewat
rumah itu. Soalnya rumahnya teh ada di pojok jalan buntu. Tukang jualan juga,
kayak tukang sayur atau apa, boro-boro ngelewat rumah itu.” Layar
kemudian menunjukkan foto-foto bangunan itu lagi.
“Keluarga yang
tinggal di sana. Ya emang mereka gak sempet akrab sama penduduk sekitar sih,
soalnya kan baru pindah waktu itu. Tapi pas kejadian, ya tentu geger pisan lah
warga di sini. Waktu itu banyak polisi lalu lalang setiap hari setiap jam.
Apalagi pas waktu reka ulang, udah mah banyak polisi, banyak wartawan juga.”
sambung bapak-bapak itu. Layar kemudian gelap, dan beralih kembali ke
scene Razi dan Asrul, duduk berdua di sofa.
“Oke,
pembunuhan dan perampokan, dan keluarga yang jadi korban juga gak mingle sama
sekitarnya” lanjut Razi.
“Perfect
scenario for weird things.” senyum Asrul.
“Kisah misteri
biasanya dimulai dengan tragedi”
“Dan malamnya,
Shenny dan Katy bakal explore tempat itu, tentu dengan ditemani orang
setempat. Check it out.”
Scene
kembali berubah ke rumah yang konon angker itu. Kamera menyorot seorang bapak
dengan muka lelah, berseragam satpam. Suasana sudah agak mencekam, karena hari
sudah malam.
“Bisa
diceritakan Pak, apa yang sering orang liat atau denger dari rumah ini?” tanya
Shenny ke Pak Satpam.
“Sering ada
yang bilang, katanya ada suara orang nangis Neng, dan juga suka ada liat orang
jalan di lantai dua, kan keliatan tuh dari sini… Padahal mah kayaknya ga ada
orang yang masuk-masuk rumah. Andaikan orang iseng juga, pasti keliatan kalo
masuk sama saya, kan saya sering keliling.” si Pak Satpam menjawab dengan rokok
kretek tersangkut di mulutnya.
“Oke, kalau
sekarang kita masuk rumah itu, bisa kan Pak?” tanya Shenny lagi.
“Boleh aja
Neng.”
“Bapak
sendiri, pernah liat dan denger sesuatu di sini gak?” Kamera menangkap Shenny,
Katy, dan Pak Satpam berjalan masuk ke dalam. Kamera ada dari beberapa sudut
pandang, dari dua buah action camera yang menempel ke tubuh Katy dan
Shenny, dan dua buah lagi yang dipegang oleh Razi dan Sandi.
“Alhamdulillah
gak pernah sih Neng, saya juga kalau keliling mah, diberani-beraniin aja,
soalnya yang kayak gitu kan, katanya takut sama orang yang berani, makanya kalo
apa-apa jangan lupa baca doa Neng, biar gak diganggu.” senyum si bapak sambil
menghisap rokok dalam-dalam. Shenny tersenyum balik ke arah si bapak.
“Kok rasanya creepy
gini ya?” Katy mulai melangkah masuk ke dalam rumah itu lewat pintu belakang
yang lapuk dan terbuka terus itu.
“Orang ga
pernah ada manusia masuk sini lagi sejak kejadian itu, ya creepy.” balas
Shenny. Sinar-sinar lampu sorot yang sudah dipasang dari tadi siang
tampak menyinari rumah itu dengan tidak nyaman.
“Di ruangan
ini ya, korban ditemuin?” tanya Shenny dengan muka penuh percaya diri, di saat
mereka ada di ruang keluarga.
“Iya Neng,
sekeluarga terkapar di sini, pas ditemuin, udah pada ga bernyawa” si bapak
dengan tampang cuek dan berani, mengisap rokoknya di ruangan itu.
“Ini banyak
noda, bekas darah apa bukan nih?” tanya Katy dengan tololnya. Walaupun selalu
terlihat agak blo’on di depan kamera, dia selalu menarik untuk viewer di
youtube. Maklum lah, tampangnya cantik dan seksi.
“Ini mungkin
lumpur neng, tapi gak tau juga. Soalnya kalo darah mah, harusnya udah
dibersihin sama polisi.”
Sejenak mereka
bertiga tampak mengeksplorasi ruangan tersebut. Ada beberapa foto di dinding
yang muka nya disamarkan, untuk melindungi identitas korban alias si pemilik
rumah. Kamera bergerak dengan tidak nyamannya. Pergerakan kamera sering kali
membuat yang menonton jadi merasa tegang, karena takut ada hal mengagetkan yang
muncul.
“Kita naik ke
atas?” tanya Shenny.
“Boleh, di
atas tuh Neng, katanya orang suka liat ada yang jalan-jalan dari balik jendela.”
sambung Pak Satpam.
“Kalo gitu lo
duluan deh ke atas.” rajuk Katy ke Shenny. Shenny senyum dan mukanya tenang.
Perlahan, dia naik ke atas sendiri. Kamera yang dipegang Razi menyorot ke arah
Shenny, dan tanpa sadar, kameranya terus-terusan memperhatikan mimik muka
Shenny.
“Oke, aman di
atas.” sahut Shenny setelah beberapa saat. Si Bapak dan Katy kemudian menyusul.
“Di jendela
yang mana pak? Yang katanya suka ada orang liat aneh-aneh?” tanya Katy. Si
Bapak menunjuk jendela besar yang ada di lorong kamar. Semua yang menonton bisa
melihat muka Katy yang tampak ketakutan. Tapi jujur, itu yang bikin penonton,
terutama kaum adam, makin tertarik.
Mereka
kemudian mengeksplorasi lantai atas, melihat sisa-sisa kehidupan yang pernah
ada di sana. Perlahan tapi pasti, mereka merekam apa yang bisa mereka temukan
di dalam kegelapan rumah kosong itu. Boneka anak-anak yang lapuk, foto-foto
keluarga yang buram, dan bercak-bercak tak wajar di dinding yang suram.
Sesekali
mereka mengobrol soal hal-hal yang terkait tentang rumah itu. Baik yang faktual
tentang perampokan dan pembunuhan, maupun yang sifatnya rumor, seperti
penampakan atau suara-suara tak jelas yang kabarnya suka datang dari rumah ini.
“Tetangga
sebelah sini nih, suka bilang ke saya soal rumah ini..”
“Bilang apa
Pak?”
“Katanya
suaranya suka ada di malam-malam tertentu, suara kayak orang nangis lah,
merintih lah, tapi saya sendiri gak pernah denger, padahal tiap malem saya
lewat sini.”
“Bapak suka
ngecek ke rumah ini?” tanya Shenny lagi.
“Ya harus atuh
neng, kan tugas. Bisi aya nanaon…” jawab si bapak dengan tenang.
Mereka sedikit
berkeliling lagi dan mereka tidak menemukan hal-hal yang menarik lagi.
Perlahan, sambil mengobrolkan tentang suasana yang menyeramkan di rumah itu,
mereka semua turun dari lantai dua, lalu berjalan keluar.
“Oke, guys,
jadi kita sudah eksplorasi di dalam rumah itu. Suasananya memang gak enak, bau
apek dan segala macem. Tapi kita gak nemuin apa-apa di sini. Setidaknya,
walaupun kita gak nemu apa-apa, tetep aja karena rumah ini punya sejarah yang
gak enak, auranya jadi jelek…” sambung Shenny.
“Tapi tetep
lho, sport jantung, takut banget.” komentar Katy secara gak penting.
“Seenggaknya
gak ketemu apa-apa, itu bagus sih” senyum Shenny di depan kamera.
“Jangan sampe
ketemu apa-apa Neng, reuwas pasti mun manggihan nu kitu.” tawa Pak
Satpam, sambil membakar sebatang rokok lagi.
“Ahaha… Oke,
jadi eksplorasinya sampai sini dulu aja ya, kembali lagi ke Razi dan Asrul…”
sambung Shenny. Scene berganti lagi ke sofa, dimana Asrul dan Razi masih
duduk di sana.
“So?”
“Memang gak
ada apa-apa yang keliatan aneh di kamera, kita selalu perhatiin pasti pas kita
edit. Lagipula, waktunya eksplorasi ya pasti digunakan untuk merasakan tempat
itu dan mencari fakta-fakta yang gak ada ditulis di berita.” Razi menarik napas
dalam.
“Dan kita gak
pernah ngarep untuk nangkep footage yang aneh” lanjut Razi.
Bohong,
padahal dalam hati, kadang-kadang mereka berharap untuk merekam yang aneh-aneh
dan abnormal di video, supaya viewernya naik drastis.
“Tapi namanya
rumah, sudah kosong dan pernah ada tragedi, maka gak heran kalau auranya gak
enak, menurut penuturan Shenny dan Katy…” sambung Asrul.
“Oke, Sampai
sini aja episode kali ini, jangan lupa subscribe dan like. Thanks a
lot. Sampai jumpa lagi di episode
berikutnya.” Scene menjadi gelap, dan kemudian credit title menyusul. Di
sana secara lengkap tertulis jabatan mereka berlima.
***
“Nice!” puji
Asrul di belakang keempat anggota timnya yang lain.
“Cuman sayang,
gak ngerekam yang aneh-aneh. Apa kek gitu, bayangan atau apa misal.” celetuk
Sandi.
“Gue sih
mending gak pernah ngerekam yang kayak gitu.” Razi menimpalinya, sambil menarik
napas dalam-dalam. Dia puas dengan video episode itu. Dia tidak sabar untuk
segera meng-uploadnya ke youtube.
Mereka
berlima, mempunyai sebuah channel di youtube. Mistery Explorer namanya.
Semua berawal dari kesukaan Sandi dan Razi akan urban legend, sejarah, dan
cerita horror. Lantas mereka berdua membuat konsep channel youtube itu dengan
penuh semangat dan penuh harapan. Sekarang, viewer mereka sudah lumayan banyak.
Mereka bahkan pernah syuting di luar pulau, dan di luar negeri seperti
Singapura dan Malaysia.
Di semua
episode mereka, Shenny dan Katy, biasanya dipajang dalam segmen eksplorasi di
lapangan, karena mereka berdua bisa menjadi eye candy yang menarik minat
penonton, terutama para lelaki. Sedangkan Asrul, sepupu Razi yang juga punya
minat yang sama, adalah researcher utama mereka. Wawasannya sangat luas, mata
tak aneh jika dia menjadi selalu menjadi narasumber utama di setiap episodenya.
Dari channel
youtube ini, mereka sudah dapat menghasilkan uang. They monetize the channel.
Belum lagi beberapa produk, ingin langsung diiklankan oleh mereka di dalam
video. Walaupun penghasilannya tak besar-besar amat, tapi cukup untuk membuat
mereka bangga akan hobi mereka ini.
“Kapan di
upload Mas videonya? Sekarang?” tanya Shenny, sambil berdiri dan berjalan ke
arah meja makan, mengambil minuman yang ada di sana.
“Ntar maleman
deh, menurut kalian kira-kira tembus sejuta views gak ya hahahaha.”
“Buset, kita paling
banyak aja diview 300 ribu orang, itu aja menurut gue udah banyak banget.
Ini lo mau sejuta views, emang kita Bruno Mars apa?” canda Razi, sambil
tersenyum kecut mencium bau rokok kretek yang terus-terusan dibakar oleh Asrul.
“Haha, yang
penting diupload, dan gue gak sabar soal Bali.” ya, minggu depan mereka memang
merencanakan untuk pergi ke Bali. Selain liburan dan menonton festival musik
yang akan diadakan di sana, tentu mereka akan menyempatkan diri untuk syuting.
“Sekalian
syuting di tempat itu kan?”
“Iya dong. Gue
penasaran banget, sejak Asrul kasih topik itu ke gue.”
“Tentang apa
sih?” tanya Katy.
“Kan udah aku
bilang. Soal desa yang penduduknya banyak bisu tuli.” Sandi menjulurkan
lidahnya ke arah pacarnya.
“Oh iya, kok
lupa sih aku.” tawa Katy dengan lucunya.
“Gak sabar
ya?” tawa Shenny.
“Ngomong-ngomong,
udah laper nih, makan yuk?” tanya Shenny dengan manjanya.
“Gue sekalian
pulang.” Asrul berdiri, memasukkan handphonenya ke tas dan dia mematikan
rokoknya di asbak.
“Pulang?”
bingung Shenny.
“Kita makan
bareng dulu aja yuk. Ramean, udah lama gak makan-makan lengkap gini orangnya.”
“Enggak, masih
harus ngeberesin tulisan yang mau naik lusa.” jawabnya dengan pasti.
“Yaudah, yuk?”
Shenny menatap ke arah Razi, Katy dan Sandi.
“Ayo… Duluan
aja kalian ke bawahnya, ada yang mesti aku beresin dulu” jawab Sandi.
“Tempat biasa
kan?” tanya Shenny.
“Tempat biasa.”
“Oke.”
***
“Kita gak
kelamaan babe?” nafas Katy terdengar berat, dia meringis, saat Sandi dengan
gerakan yang cepat dan tidak beraturan menggagahinya di atas karpet. Katy
menungging, dalam posisi doggy style dan dia masih memakai pakaiannya. Sandi
tidak menjawab pertanyaan pacarnya, dia fokus menggagahi Katy, sambil meremas
pinggangnya dengan keras.
“Nnggh..”
sambil merintih pelan, Katy melirik ke arah jam tangannya.
Sudah lima
belas menit berlalu sejak Shenny, Razi, dan Asrul keluar dari apartemen.
Setelah mereka keluar, mendadak Sandi melumat bibir Katy, menciuminya
asal-asalan dengan penuh nafsu. Dan tanpa aba-aba, Sandi menurunkan celana
Katy, dan lantas menjilati area privat pacarnya itu asal-asalan. Katy tidak
bisa menghindar lagi. Selama ini, dia selalu menurut kalau mau diapa-apakan
oleh Sandi.
“Sayang,
jangan… Ah… Jangan lama-lama please..” mohon Katy, takut adik pacarnya
dan sahabat pacarnya curiga.
“Sstt…” Sandi
dengan penuh konsentrasi menghajar Katy, dengan penuh nafsu, dengan kelaminnya
yang berbalut pelindung itu.
“Nng! Jangan,
ntar bajuku acak-acakan!” Tangan Sandi pindah ke depan, meremas buah dada Katy
tanpa perhitungan yang baik. Di dalam kepalanya, Sandi tidak pernah ingin
menyia-nyiakan pacarnya yang seksi ini. Tanpa ritme dan alur yang jelas, Sandi
mengacak-acak Katy malam itu.
“Aah…” Katy
meringis.
Rangsangan
yang aneh menyerang dirinya, karena di satu sisi, posisi badannya sangat tidak
nyaman, dan gerakan tangan Sandi mengganggunya. Tapi di bawah sana, di area
kewanitaannya, dia sudah pasti merasakan kenikmatan. Gerakan Sandi terasa makin
tak beraturan. Gerakannya cukup kasar dan penuh nafsu bergelora yang sulit di
bendung. Katy merasakan gerakan Sandi makin liar, dan itu mungkin tanda-tanda
kalau sebentar lagi pacarnya ini akan mencapai puncak kenikmatan.
“Nnggh!” Sandi
mengerang pelan, dan dia melepas kemaluannya dari badan Katy. Katy bernalas lega,
dan dia mulai menarik celana dalamnya, agar mereka bisa segera pergi.
“Yuk… Kita…
Ah!” Katy kaget karena Sandi menyergapnya. Sandi memegang rambut Katy, dan
menuntunnya dengan paksa ke area privat lelaki itu.
“Belum, dikit
lagi.” Sandi melepas kondomnya dan berusaha menjejalkan kemaluannya ke mulut
Katy. Dengan agak kesal, Katy menurut dan dia langsung melumat benda yang tegak
itu.
“Ugh!” Sandi
merasakan kegelian yang luar biasa saat lidah Katy menyentuh kulitnya. Dan agar
cepat, Katy langsung menggenggam batang kemaluan pacarnya dan mengocoknya
dengan ritme cepat. Permainan lidah dan tangan Katy, terbukti ampuh. Sandi
tampaknya tidak bisa menahannya lagi.
“NNNN!!!” Katy
kaget, dan dia langsung menarik mulutnya.
“Kok gak
bilang!” Katy kesal, karena sperma Sandi tumpah ruah di dalam mulutnya. Dia
menatap Sandi dengan tatapan kesal. Sperma memenuhi mulutnya, menetes tidak
karuan, dan si perempuan segera berdiri, berjalan setengah berlari ke arah
kamar mandi. Tak lama kemudian terdengar suara keran yang deras.
Cukup lama
Katy ada di dalam sana, dan Sandi menggunakan waktu itu untuk membersihkan
dirinya sendiri dengan kertas tisu. Raut mukanya tampak puas, karena dia sudah
merasakan kenikmatan. Tak lama, Katy keluar dengan baju atasan baru.
“Aku bakal
susah jelasin ke mereka, kalo ntar Razi dan Shenny nanya kenapa aku ganti
baju!” kesal Katy, mencari handphonenya untuk dimasukkan ke dalam tasnya yang
bermerek mahal itu.
“Santai aja
kali babe. Kan banyak alasannya, ganti suasana kek, apa kek.”
“Eh, kamu kok udah
pake celana lagi?”
“Iya, kenapa
emang?”
“Gak
dibersihin dulu punya kamu?”
“Udah nih”
Sandi memperlihatkan gumpalan kertas tisu di tangannya, dan dia lalu membuang
kertas tisu itu ke sebuah tempat sampah.
“JOROK!
Minimal kamu cuci di WC lah! Ayo buruan!”
“Engga ah,
gini aja udah bersih.”
“Jorok banget
sih, aku jadi heran, kenapa sih aku mau sama kamu.”
“Udah ah, yuk
jalan sekarang, tadi katanya gak mau lama-lama karena takut orang pada curiga.”
senyum Sandi nakal.
“Sial emang
kamu ya.” Katy menarik napas yang panjang, menggelengkan kepalanya dan dia
berjalan ke arah pintu.
Dia melirik ke
arah Sandi, yang tampaknya kepalanya sedang berada di tempat lain. Dia pasti
sudah memikirkan syuting episode selanjutnya ketika mereka berlima berlibur ke
Bali. Mudah-mudahan tidak terlalu seram, karena bagaimanapun, dunia misteri dan
mistis Bali asing buat mereka. Dan Ini adalah kali pertama mereka syuting di
Bali. Tidak akan ada kejadian yang aneh, bukan?
Posting Komentar
0 Komentar