PIJAT PLUS
SINOPSIS:
Namaku Richie
Hermansyah, biasa dipanggil Richie. Umurku 29 tahun. Aku bekerja dibidang
pemerintahan dan sekarang ditugaskan di Pulau Sumatera, tepatnya di kota
Palembang. Aku memiliki seorang istri, Mayang Karnia, kami sudah menikah selama
tiga tahun namun hingga saat ini belum diberi momongan. Di kota Palembang aku
tinggal di rumah mertua, kebetulan dulu mertuaku bekerja juga di Kota Palembang
sehingga memiliki rumah di sini.
Mertuaku
sekarang sudah pensiun dan mereka memutuskan untuk kembali ke kampung halaman
di Pulau Jawa, menetap di sana menikmati masa tua. Karena sayang untuk dijual
dan kebetulan aku bertugas di kota ini, maka mereka menyuruh aku dan istri
untuk menjaga dan tinggal di rumahnya. Kamipun setuju itung-itung menghemat
biaya kontrak rumah.
Di rumah aku
memiliki seorang pembantu, namanya Mbak Ana. Mbak Ana berumur sekitar 36 tahun
dan memiliki tiga orang anak perempuan. Mbak Ana asli dari kota Palembang.
Secara fisik tidak ada yang spesial dengan Mbak Ana, rambut pendek sebahu dan badan
yang agak kurus. Kulitnya tidak putih namun cukup terang.
Mukanya
terlihat seperti orang yang kelelahan terlihat lesu, sayu, garis-garis keriput
mulai nampak. Namun, sebagai seorang pembantu Mbak Ana masih masuk kategori
yang cukup enak dipandang, not bad lah. Mbak Ana tidak menginap di rumahku, dia
datang pagi dan pulang setelah pekerjaan rumah selesai. Mbak Ana bekerja di
rumahku dari hari Senin sampai Sabtu.
Rumahnya
berjarak kurang lebih 500 meter dari rumahku, dia biasanya datang ke rumahku
dengan berjalan kaki. Mbak Ana tinggal bersama anak-anaknya, sedangkan suaminya
bekerja di luar kota. Suaminya pulang sebulan sekali atau terkadang Mbak Ana
yang datang ke kota suaminya bekerja. Penghasilan suami Mbak Ana bisa dibilang
pas-pasan karenanya untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga Mbak Ana mencari
penghasilan tambahan.
Aku jarang
ngobrol dengan Mbak Ana, karena kami juga jarang bertemu. Kami biasanya hanya
bertemu pada hari sabtu atau jika aku sedang sedang libur. Jika bertemu kami
hanya saling bertegur sapa saja dan sangat jarang sekali mengobrol. Selama ini
Mbak Ana tidak pernah menyita perhatianku dan aku juga tidak pernah berpikir
macam-macam dengan Mbak Ana.
***
Pagi hari aku
sedang bersiap-siap untuk berangkat kantor, ketika tiba-tiba kakak iparku
menelpon mengabarkan ibu mertuaku masuk rumah sakit. Ibu mertuaku memang sudah
lama sakit dan beberapa kali masuk rumah sakit, namun kali ini harus dilakukan
tindakan operasi. Aku meyuruh istriku segera mencari tiket untuk pulang ke jawa
untuk menjenguk dan memberi suport ibu yang akan melakukan operasi.
Siangnya aku
pulang ke rumah untuk mengantar istriku ke bandara. Waktu itu Mbak Ana masih di
rumahku, istriku sedang berpesan ini-itu, urusan rumah sepertinya. Setelah
selesai berpesan kepada Mbak Ana, istriku menitipkan kunci rumah cadangan ke
Mbak Ana sehingga jika aku sedang bekerja dia tetap dapat bersih-bersih rumah
dan menyelesaikan pekerjaan lainnya.
***
Hari ini
Sabtu, aku terbangun oleh suara alarm ponselku. Jam 08:00. Aku sengaja mengeset
alarmku supaya tidak bangun kesiangan karena aku ada janji dengan teman
kantorku untuk menyelesaiakan laporan kami. Mataku masih berat untuk dibuka,
aku matikan alarmku namun aku masih bermalas-malasan di tempat tidur.
Baru jam 03.00
pagi tadi aku tidur karena semalam harus lembur, hari ini juga aku seharusnya
libur namun terpaksa aku harus ke kantor untuk menyelesaikan laporan karena
deadline sudah dekat. Aku masih mencoba mengumpulkan tenaga untuk beranjak dari
kasur ketika terdengar ketukan pintu. Siapa pikirku?
“Mas! Mas
Richie?”
Aku mendengar
suara yang aku kenal, Mbak Ana. Aku masih malas untuk bangkit. Mbak Ana kembali
mengetuk dan memanggil namaku. Biarkan saja pikirku, toh dia bawa kunci
cadangan juga. Benar saja setelah beberapa kali mengetuk dan memanggil tanpa
ada balasan, terdengar suara kunci pintu dibuka. Mungkin Mbak Ana berpikir aku
sedang pergi.
“Mas Richie?”
Mbak Ana masih mencoba memangilku, memastikan aku ada di rumah atau tidak.
Seketika itu
juga aku sadar aku tidak menutup pintu kamarku. Aku tidak menutupnya karena
semalam listrik padam, AC kamarku mati. Karena gerah, kuputuskan untuk tidur
dengan pintu kamar terbuka agar ada sedikit udara segar. Pintu kamarku
menghadap ke ruang tengah. Mbak Ana pasti akan melalui kamarku untuk menuju ke
dapur dan tempat cuci baju.
Tiba-tiba
timbul niat isengku. Biar saja Mbak Ana melihatku dalam posisi tidur. Aku biasa
tidur hanya mengenakan kaos dan boxer. Aku suka mengenakan boxer kalo di rumah
karena si Kontol rasanya jadi lebih lega dan kalo tiba-tiba “pengen” tinggal
plorotin aja. Nahh yang bikin aku jadi tambah iseng karena kalo pagi bangun
tidur si kontol suka berdiri.
Aku keluarkan kontolku
yang setengah berdiri dengan mengangkat sedikit bagian bawah boxerku sehingga
seolah-olah kontolku keluar dengan sendirinya ketika aku tidur. Aku penasaran
ingin melihat ekspresi Mbak Ana ketika melihatku dalam posisi seperti ini.
Kenapa aku jadi exebisionis ya hehehe. Muncul ideku untuk merekam ekspresi Mbak
Ana agar aku bisa melihatnya nanti.
Dengan cepat
aku menyalakan kamera video di ponselku, aku arahkan ke pintu, dan aku sangga
dengan bantal. Mbak Ana tidak akan tahu kalo kamera hape itu menyala, dia pasti
akan berpikir hape-nya tergletak biasa saja. Aku lalu kembali ke posisi dan
pura-pura masih tidur. Terdengar suara langkah Mbak Ana mendekat dan tiba-tiba
berhenti ketika sampai di depan kamarku.
Aku tertawa
geli dalam tidurku, pura-pura tidur tepatnya hehehee. Sepertinya Mbak Ana kaget
melihat aku ada di rumah dan tertidur dengan si Kontol mengintip keluar dari
boxer ku. Beberapa saat Mbak Ana berhenti kemudian dengan hati-hati dia
menjulurkan kepalanya ke dalam kamarku. Dia melihatku masih tidur, sekilas dia
melirik kontolku dan beranjak pergi.
Setelah Mbak
Ana pergi aku tertawa pelan, aku sudah menahan tawa dari tadi. Dari bagian
belakang rumah terengar Mbak Ana mulai beraktivitas, sepertinya sedang mencuci
baju karena terdengar suara berisik mesin cuci. Aku ambil hapeku dan aku putar
rekaman video tadi. Sambil menahan tawa aku melihat video itu. Aku bangun dan
segera menuju kamar mandi, aku masih tetap memakai boxer tapi tentunya si Kontol
sudah kembai ke sarangnya. Aku pura-pura kaget ketika melihat Mbak Ana.
“Eh.. Mbak
Ana, sudah dari tadi mbak?”
“Baa.. baru
saja kok Mas.” Mbak Ana terlihat agak gugup, mungkin karena kejadian barusan.
“Ohh.. maaf
mbak aku nggak denger Mbak Ana tadi datang.” Aku bicara dengan nada santai
supaya Mbak Ana tidak gugup.
“Iya Mas
Richie, Aku tadi ketuk pintu enggak ada yang bukain. Aku kira di rumah gak ada
orang. Ehh, ternyata Mas Richie masih tidur.” Mbak Ana sudah bisa mengendalikan
dirinya.
“Iya Mbak aku
gak denger.” Aku beralasan.
“Baru tidur
tadi pagi. Semalam habis lembur.”
“Ouww.”
“Mbak aku
tolong dibikinin mie ya buat sarapan, udah lapar nih.”
“Iyaa Mas tapi
bentar lagi ya, tanggung ini Mas nyucinya udah mau selesai.”
“Ok Mbak aku
juga mau mandi dulu.” Aku berlalu menuju kamar mandi.
Selesai mandi
mieku sudah siap. Aku sarapan sambil duduk di depan TV, kunyalakan TV dan mulai
menyantap mieku selagi masih hangat. Mbak Ana sedang menyetrika. Tempatnya
menyetrika tidak jauh dari tempat aku duduk. Aku mencoba untuk mengajaknya
mengobrol sambil sarapan.
“Anaknya yang
gede sekarang di mana Mbak? Masih sekolah? Atau sudah lulus?” Aku membuka
obrolan, Aku tau dari istriku kalo anak pertamanya dulu sekolah di akademi
kebidanan, aku lupa nama anaknya.
“Oh si Rina ya
Mas? Sekarang sudah kerja Mas. Baru lulus 2 bulan yang lalu tapi alhamdulillah
langsung dapat kerjaan.” jawabnya agak kaku karena tidak terbiasa mengobrol
denganku.
“Kerja di mana
Mbak?”
“Di Rumah
Sakit Merah Putih di Kota Pare Pare.” Rupanya si Rina kerja di luar kota.
Obrolan mulai
berkembang dan suasana menjadi cair. Mbak Ana mulai nyaman ngobrol dengan ku.
Dia bercerita kalo dia senang anaknya langsung mendapat kerja sehingga tidak
bergantung dengan orang tua lagi. Mbak Ana juga bercerita kalo sekarang usaha
tempat suaminya bekerja sedang tidak bagus sehingga sudah 4 bulan ini suaminya
belum bisa pulang karena belum ada ongkos.
“Kalo sudah
rejekinya pasti gak akan ke mana Mbak.” nasehat ku.
“Yang penting kita berusaha. Rejeki pasti tiba
dengan sendirinya.”
Dari obrolan
kami aku jadi tahu ternyata selain bekerja di tempatku kalo malam Mbak Ana juga
bekerja menjaga warung makan. Selama kami mengobrol aku mendapati Mbak Ana
beberapa kali melirik si kontol. Aku cuek saja. Sehabis mandi tadi aku masih
menggunakan boxer dan kaos saja. Seperti aku bilang kalo sedang di rumah aku
memang biasa seperti ini.
“Mas, Mas
Richie dan Mbak Mayang memang nunda punya momongan ya?”
“Eh maaf ya Mas,
Aku nanya-nanya..” Mbak Ana sadar kalo pertanyaannya mungkin agak sensitif, dia
jadi salah tingkah dan terlihat agak menyesal telah bertanya.
“Gak apa-apa
kok mbak.” jawabku tersenyum.
“Aku sebenernya
pengen Mbak segera punya momongan, apalagi Mayang, dia kan seneng banget sama
anak kecil.” tambahku,
“Tapi
sepertinya masih belum dikasih.”
“Sabar ya Mas.
Nanti juga pasti dapat kok kalo memang sudah rejekinya” Mbak Ana mencoba
menghiburku dengan nada keibuan, seperti seorang ibu yang menghibur anaknya
yang kalah dalam lomba. Aku menjadi sedikit terharu, terharu dengan diriku
sendiri.
“Aku dulu juga
lama kosong kok. Hampir tiga tahun.”
“Ah yang bener
Mbak?” aku baru tahu kalo Mbak Ana ternyata juga lama dapat momongan.
“Mas Richie
sudah coba cek ke dokter?” tanya Mbak Ana.
“Sudah sih Mbak,
tapi kata dokter nggak ada masalah baik sama Mayang maupun sama aku. Semuanya
sehat. Kata dokter sih dicoba terus aja.” jawabku
“Mungkin
bikinnya yang nggak bener kali ya Mbak? Heheheehe.” aku bercanda tanpa maskud
menggoda. Mbak Ana tersenyum kecil kemudian menjawab dengan nada serius
“Sama mas
Richie, dulu Aku juga cek ke dokter dan kata dokter suamiku dan aku sehat
semuanya.”
“Ohhh..”
jawabku singkat. Aku melahap suapan terakhir mie ku, Mbak Ana terlihat fokus
kembali menyetrika. Kami terdiam sejenak.
“Terus
akhirnya bisa dapat Rina gimana Mbak?” aku memecah keheningan.
“Kata temenku
sih aku disuruh banyak-banyak makan toge, emang bener ya?” Lanjutku.
“Kalo toge sih
emang bagus buat laki-laki Mas,” kata Mbak Ana sambil melipat kemeja yang baru
selesai disetrika.
“Katanya dapat
meningkatkan kualitas itunya.”
“Itunya?” aku
memasang muka heran, aku menangkap maksud Mbak Ana adalah bahwa toge dapat
meningkatkan kualitas ereksi atau ketahanan kontol.
“Bukan anunya
mas?” Mbak Ana terkikik,
“Eeee.. itu
kualitas.. ee sperma.” sepertinya Mbak Ana agak risih mengucapkan kata sperma.
“Ouww. Kirain
hehee.. perasaan aku dah banyak makan toge tapi gak ada perubahan kualitas di
situ hehehee..” Mbak Ana ketawa mendengar komentarku.
“Jadi dulu
suami mbak banyak makan toge juga ya?” tanyaku.
“Ya nggak
banyak juga sih mas biasa aja, kalo aku kebetulan pas masak sayur toge aja.”
Mbak Ana kemudian menambahkan,
“Mbak dulu ke
tukang urut mas.”
“Tukang urut?”
aku bingung.
“Iya kebetulan
nenekku dulu tukang urut.” Jelas Mbak Ana sambil mengusap keringat dikeningnya,
sepertinya hawa panas strika membuat Mbak Ana gerah.
“Waktu itu
nenek bilang supaya bisa cepet dapat momongan suamiku harus diurut karena
menurut nenek ada syaraf suami yang bekerja kurang maksimal.” Waktu itu aku
masih berpikir kalo ‘diurut’ yang diceritakan Mbak Ana seperti diurut pada
umumnya.
Posting Komentar
0 Komentar