PIJAT PLUS

 




SINOPSIS:

Richie sudah beberapa tahun mendambakan seorang anak dari pernikahannya bersama Mayang, tapi hingga kini mereka berdua masih belum juga diberikan momongan. Tau akan hal itu, Mbak Ana, wanita yang bekerja sebagai pembantu di rumah Richie dan Mayang menawarkan bantuan agar keduanya bisa segera diberi momongan. Bantuan yang dimaksud adalah metode pijat plus…

GENRE : DRAMA EROTIC

FORMAT : FILE PDF

JUMLAH HALAMAN : 55 HALAMAN

HARGA : Rp 10.000


PROLOG

Namaku Richie Hermansyah, biasa dipanggil Richie. Umurku 29 tahun. Aku bekerja dibidang pemerintahan dan sekarang ditugaskan di Pulau Sumatera, tepatnya di kota Palembang. Aku memiliki seorang istri, Mayang Karnia, kami sudah menikah selama tiga tahun namun hingga saat ini belum diberi momongan. Di kota Palembang aku tinggal di rumah mertua, kebetulan dulu mertuaku bekerja juga di Kota Palembang sehingga memiliki rumah di sini.

Mertuaku sekarang sudah pensiun dan mereka memutuskan untuk kembali ke kampung halaman di Pulau Jawa, menetap di sana menikmati masa tua. Karena sayang untuk dijual dan kebetulan aku bertugas di kota ini, maka mereka menyuruh aku dan istri untuk menjaga dan tinggal di rumahnya. Kamipun setuju itung-itung menghemat biaya kontrak rumah.

Di rumah aku memiliki seorang pembantu, namanya Mbak Ana. Mbak Ana berumur sekitar 36 tahun dan memiliki tiga orang anak perempuan. Mbak Ana asli dari kota Palembang. Secara fisik tidak ada yang spesial dengan Mbak Ana, rambut pendek sebahu dan badan yang agak kurus. Kulitnya tidak putih namun cukup terang.

Mukanya terlihat seperti orang yang kelelahan terlihat lesu, sayu, garis-garis keriput mulai nampak. Namun, sebagai seorang pembantu Mbak Ana masih masuk kategori yang cukup enak dipandang, not bad lah. Mbak Ana tidak menginap di rumahku, dia datang pagi dan pulang setelah pekerjaan rumah selesai. Mbak Ana bekerja di rumahku dari hari Senin sampai Sabtu.

Rumahnya berjarak kurang lebih 500 meter dari rumahku, dia biasanya datang ke rumahku dengan berjalan kaki. Mbak Ana tinggal bersama anak-anaknya, sedangkan suaminya bekerja di luar kota. Suaminya pulang sebulan sekali atau terkadang Mbak Ana yang datang ke kota suaminya bekerja. Penghasilan suami Mbak Ana bisa dibilang pas-pasan karenanya untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga Mbak Ana mencari penghasilan tambahan.

Aku jarang ngobrol dengan Mbak Ana, karena kami juga jarang bertemu. Kami biasanya hanya bertemu pada hari sabtu atau jika aku sedang sedang libur. Jika bertemu kami hanya saling bertegur sapa saja dan sangat jarang sekali mengobrol. Selama ini Mbak Ana tidak pernah menyita perhatianku dan aku juga tidak pernah berpikir macam-macam dengan Mbak Ana.

***

Pagi hari aku sedang bersiap-siap untuk berangkat kantor, ketika tiba-tiba kakak iparku menelpon mengabarkan ibu mertuaku masuk rumah sakit. Ibu mertuaku memang sudah lama sakit dan beberapa kali masuk rumah sakit, namun kali ini harus dilakukan tindakan operasi. Aku meyuruh istriku segera mencari tiket untuk pulang ke jawa untuk menjenguk dan memberi suport ibu yang akan melakukan operasi.

Siangnya aku pulang ke rumah untuk mengantar istriku ke bandara. Waktu itu Mbak Ana masih di rumahku, istriku sedang berpesan ini-itu, urusan rumah sepertinya. Setelah selesai berpesan kepada Mbak Ana, istriku menitipkan kunci rumah cadangan ke Mbak Ana sehingga jika aku sedang bekerja dia tetap dapat bersih-bersih rumah dan menyelesaikan pekerjaan lainnya.

***

Hari ini Sabtu, aku terbangun oleh suara alarm ponselku. Jam 08:00. Aku sengaja mengeset alarmku supaya tidak bangun kesiangan karena aku ada janji dengan teman kantorku untuk menyelesaiakan laporan kami. Mataku masih berat untuk dibuka, aku matikan alarmku namun aku masih bermalas-malasan di tempat tidur.

Baru jam 03.00 pagi tadi aku tidur karena semalam harus lembur, hari ini juga aku seharusnya libur namun terpaksa aku harus ke kantor untuk menyelesaikan laporan karena deadline sudah dekat. Aku masih mencoba mengumpulkan tenaga untuk beranjak dari kasur ketika terdengar ketukan pintu. Siapa pikirku?

“Mas! Mas Richie?”

Aku mendengar suara yang aku kenal, Mbak Ana. Aku masih malas untuk bangkit. Mbak Ana kembali mengetuk dan memanggil namaku. Biarkan saja pikirku, toh dia bawa kunci cadangan juga. Benar saja setelah beberapa kali mengetuk dan memanggil tanpa ada balasan, terdengar suara kunci pintu dibuka. Mungkin Mbak Ana berpikir aku sedang pergi.

“Mas Richie?” Mbak Ana masih mencoba memangilku, memastikan aku ada di rumah atau tidak.

Seketika itu juga aku sadar aku tidak menutup pintu kamarku. Aku tidak menutupnya karena semalam listrik padam, AC kamarku mati. Karena gerah, kuputuskan untuk tidur dengan pintu kamar terbuka agar ada sedikit udara segar. Pintu kamarku menghadap ke ruang tengah. Mbak Ana pasti akan melalui kamarku untuk menuju ke dapur dan tempat cuci baju.

Tiba-tiba timbul niat isengku. Biar saja Mbak Ana melihatku dalam posisi tidur. Aku biasa tidur hanya mengenakan kaos dan boxer. Aku suka mengenakan boxer kalo di rumah karena si Kontol rasanya jadi lebih lega dan kalo tiba-tiba “pengen” tinggal plorotin aja. Nahh yang bikin aku jadi tambah iseng karena kalo pagi bangun tidur si kontol suka berdiri.

Aku keluarkan kontolku yang setengah berdiri dengan mengangkat sedikit bagian bawah boxerku sehingga seolah-olah kontolku keluar dengan sendirinya ketika aku tidur. Aku penasaran ingin melihat ekspresi Mbak Ana ketika melihatku dalam posisi seperti ini. Kenapa aku jadi exebisionis ya hehehe. Muncul ideku untuk merekam ekspresi Mbak Ana agar aku bisa melihatnya nanti.

Dengan cepat aku menyalakan kamera video di ponselku, aku arahkan ke pintu, dan aku sangga dengan bantal. Mbak Ana tidak akan tahu kalo kamera hape itu menyala, dia pasti akan berpikir hape-nya tergletak biasa saja. Aku lalu kembali ke posisi dan pura-pura masih tidur. Terdengar suara langkah Mbak Ana mendekat dan tiba-tiba berhenti ketika sampai di depan kamarku.

Aku tertawa geli dalam tidurku, pura-pura tidur tepatnya hehehee. Sepertinya Mbak Ana kaget melihat aku ada di rumah dan tertidur dengan si Kontol mengintip keluar dari boxer ku. Beberapa saat Mbak Ana berhenti kemudian dengan hati-hati dia menjulurkan kepalanya ke dalam kamarku. Dia melihatku masih tidur, sekilas dia melirik kontolku dan beranjak pergi.

Setelah Mbak Ana pergi aku tertawa pelan, aku sudah menahan tawa dari tadi. Dari bagian belakang rumah terengar Mbak Ana mulai beraktivitas, sepertinya sedang mencuci baju karena terdengar suara berisik mesin cuci. Aku ambil hapeku dan aku putar rekaman video tadi. Sambil menahan tawa aku melihat video itu. Aku bangun dan segera menuju kamar mandi, aku masih tetap memakai boxer tapi tentunya si Kontol sudah kembai ke sarangnya. Aku pura-pura kaget ketika melihat Mbak Ana.

“Eh.. Mbak Ana, sudah dari tadi mbak?”

“Baa.. baru saja kok Mas.” Mbak Ana terlihat agak gugup, mungkin karena kejadian barusan.

“Ohh.. maaf mbak aku nggak denger Mbak Ana tadi datang.” Aku bicara dengan nada santai supaya Mbak Ana tidak gugup.

“Iya Mas Richie, Aku tadi ketuk pintu enggak ada yang bukain. Aku kira di rumah gak ada orang. Ehh, ternyata Mas Richie masih tidur.” Mbak Ana sudah bisa mengendalikan dirinya.

“Iya Mbak aku gak denger.” Aku beralasan.

“Baru tidur tadi pagi. Semalam habis lembur.”

“Ouww.”

“Mbak aku tolong dibikinin mie ya buat sarapan, udah lapar nih.”

“Iyaa Mas tapi bentar lagi ya, tanggung ini Mas nyucinya udah mau selesai.”

“Ok Mbak aku juga mau mandi dulu.” Aku berlalu menuju kamar mandi.

Selesai mandi mieku sudah siap. Aku sarapan sambil duduk di depan TV, kunyalakan TV dan mulai menyantap mieku selagi masih hangat. Mbak Ana sedang menyetrika. Tempatnya menyetrika tidak jauh dari tempat aku duduk. Aku mencoba untuk mengajaknya mengobrol sambil sarapan.

“Anaknya yang gede sekarang di mana Mbak? Masih sekolah? Atau sudah lulus?” Aku membuka obrolan, Aku tau dari istriku kalo anak pertamanya dulu sekolah di akademi kebidanan, aku lupa nama anaknya.

“Oh si Rina ya Mas? Sekarang sudah kerja Mas. Baru lulus 2 bulan yang lalu tapi alhamdulillah langsung dapat kerjaan.” jawabnya agak kaku karena tidak terbiasa mengobrol denganku.

“Kerja di mana Mbak?”

“Di Rumah Sakit Merah Putih di Kota Pare Pare.” Rupanya si Rina kerja di luar kota.

Obrolan mulai berkembang dan suasana menjadi cair. Mbak Ana mulai nyaman ngobrol dengan ku. Dia bercerita kalo dia senang anaknya langsung mendapat kerja sehingga tidak bergantung dengan orang tua lagi. Mbak Ana juga bercerita kalo sekarang usaha tempat suaminya bekerja sedang tidak bagus sehingga sudah 4 bulan ini suaminya belum bisa pulang karena belum ada ongkos.

“Kalo sudah rejekinya pasti gak akan ke mana Mbak.” nasehat ku.

 “Yang penting kita berusaha. Rejeki pasti tiba dengan sendirinya.”

Dari obrolan kami aku jadi tahu ternyata selain bekerja di tempatku kalo malam Mbak Ana juga bekerja menjaga warung makan. Selama kami mengobrol aku mendapati Mbak Ana beberapa kali melirik si kontol. Aku cuek saja. Sehabis mandi tadi aku masih menggunakan boxer dan kaos saja. Seperti aku bilang kalo sedang di rumah aku memang biasa seperti ini.

“Mas, Mas Richie dan Mbak Mayang memang nunda punya momongan ya?”

“Eh maaf ya Mas, Aku nanya-nanya..” Mbak Ana sadar kalo pertanyaannya mungkin agak sensitif, dia jadi salah tingkah dan terlihat agak menyesal telah bertanya.

“Gak apa-apa kok mbak.” jawabku tersenyum.

“Aku sebenernya pengen Mbak segera punya momongan, apalagi Mayang, dia kan seneng banget sama anak kecil.” tambahku,

“Tapi sepertinya masih belum dikasih.”

“Sabar ya Mas. Nanti juga pasti dapat kok kalo memang sudah rejekinya” Mbak Ana mencoba menghiburku dengan nada keibuan, seperti seorang ibu yang menghibur anaknya yang kalah dalam lomba. Aku menjadi sedikit terharu, terharu dengan diriku sendiri.

“Aku dulu juga lama kosong kok. Hampir tiga tahun.”

“Ah yang bener Mbak?” aku baru tahu kalo Mbak Ana ternyata juga lama dapat momongan.

“Mas Richie sudah coba cek ke dokter?” tanya Mbak Ana.

“Sudah sih Mbak, tapi kata dokter nggak ada masalah baik sama Mayang maupun sama aku. Semuanya sehat. Kata dokter sih dicoba terus aja.” jawabku

“Mungkin bikinnya yang nggak bener kali ya Mbak? Heheheehe.” aku bercanda tanpa maskud menggoda. Mbak Ana tersenyum kecil kemudian menjawab dengan nada serius

“Sama mas Richie, dulu Aku juga cek ke dokter dan kata dokter suamiku dan aku sehat semuanya.”

“Ohhh..” jawabku singkat. Aku melahap suapan terakhir mie ku, Mbak Ana terlihat fokus kembali menyetrika. Kami terdiam sejenak.

“Terus akhirnya bisa dapat Rina gimana Mbak?” aku memecah keheningan.

“Kata temenku sih aku disuruh banyak-banyak makan toge, emang bener ya?” Lanjutku.

“Kalo toge sih emang bagus buat laki-laki Mas,” kata Mbak Ana sambil melipat kemeja yang baru selesai disetrika.

“Katanya dapat meningkatkan kualitas itunya.”

“Itunya?” aku memasang muka heran, aku menangkap maksud Mbak Ana adalah bahwa toge dapat meningkatkan kualitas ereksi atau ketahanan kontol.

“Bukan anunya mas?” Mbak Ana terkikik,

“Eeee.. itu kualitas.. ee sperma.” sepertinya Mbak Ana agak risih mengucapkan kata sperma.

“Ouww. Kirain hehee.. perasaan aku dah banyak makan toge tapi gak ada perubahan kualitas di situ hehehee..” Mbak Ana ketawa mendengar komentarku.

“Jadi dulu suami mbak banyak makan toge juga ya?” tanyaku.

“Ya nggak banyak juga sih mas biasa aja, kalo aku kebetulan pas masak sayur toge aja.” Mbak Ana kemudian menambahkan,

“Mbak dulu ke tukang urut mas.”

“Tukang urut?” aku bingung.

“Iya kebetulan nenekku dulu tukang urut.” Jelas Mbak Ana sambil mengusap keringat dikeningnya, sepertinya hawa panas strika membuat Mbak Ana gerah.

“Waktu itu nenek bilang supaya bisa cepet dapat momongan suamiku harus diurut karena menurut nenek ada syaraf suami yang bekerja kurang maksimal.” Waktu itu aku masih berpikir kalo ‘diurut’ yang diceritakan Mbak Ana seperti diurut pada umumnya.



Posting Komentar

0 Komentar