PERMAINAN TABU
SINOPSIS:
GENRE : COMEDY EROTIC
FORMAT : PDF
JUMLAH HALAMAN : 58 HALAMAN
HARGA : Rp 10.000
PROLOG
Cuaca Jakarta
sedang lucu-lucunya. Pagi cerah dan panasnya sudah kaya siang bolong, eh
tiba-tiba jam 1 siang hujan deras kaya langit bocor. Jadwal hujan yang ngga
bisa ditebak gini yang bikin banyak warga Jakarta salah jadwal dan persiapan
ngadepinnya. Nasib yang sama menimpa Vani, jagoan indehoi kita yang sexy dan
mesum habis ini. Suatu pagi di bulan Januari, setelah 2 minggu UAS yang
menegangkan dan melelahkan semua sel otot dan otak para mahasiswa kampus S,
Vani teringat dia masih menyimpan beberapa novel yang dipinjamnya dari Sasha.
Ga ada kuliah dan ga ada paper yang perlu disubmit lagi, ni cewek mikir ga ada
salahnya nyambangin Sasha di kosnya yang berjarak cuma sekali ngangkot dan
ngojek jarak menengah.
Dengan pakaian
casual, t-shirt putih semi body fit, celana pendek jeans selutut
yang agak belel dan sneakers converse, berangkatlah Vani di pagi yang
cerah itu ke kos Sasha sambil menenteng tas plastik berisi 3 novel pinjemannya.
Cuaca bersahabat, bikin mood Vani juga cerah. Bahkan kelakuan iseng
kondektur metromini yang belagak bantu naek si sexy ke bis dengan mendorong
pantatnya, tapi sebenarnya cari kesempatan grepe-grepe, tidak merusak mood
Vani.
Tapi 45 menit
kemudian, ketika Vani hampir sampai di depan jalan utama kos Sasha, cuaca
Jakarta tiba-tiba galau. Mendadak gelap, awan mendung sudah berarak dengan
semaraknya di langit Jakarta. Benar saja, 100 meter sebelum turun hujan turun
dengan derasnya.
“Aseemmm
Kok mendadak ujan sih? Mana gue ga bawa paying.” runtuk Vani dalam hati.
Vani lebih kesel lagi ketika turun ngga ada satupun ojek motor ataupun ojek
payung yang mangkal di ujung jalan itu. Pada kabur kali para ojek motornya
karena hujan.
Berlari-lari
kecil menembus hujan, Vani masuk ke jalan Jambu Air. Sekitar 50 meteran dari
jalan raya baru deh ketemu sama 2 tukang ojek yang neduh di pos satpam. Sambil
tetap menggunakan novel Sasha yang dalam kantong plastik sebagai pelindung
kepala, Vani nyamperin pos satpam itu dan memanggil si tukang ojek,
“Bang,
anterin ke dua belas dong!” pinta Vani. Tapi, Vani heran,
karena kedua tukang ojek itu ngga langsung bereaksi atau sekadar menjawab.
Malah agak melongo memandangi Vani.
Tiba-tiba Vani
seperti tersadar. Karena kehujanan, t-shirt Vani menjeplak lengket dengan
tubuhnya. Terutama di bagian dada yang memang dasarnya membusung mancung.
Siluet bundar payudara dan bra yang melingkupinya tampak jelas akibat
t-shirt-nya basah kuyup. Reflek Vani langsung menutupi dadanya dengan kantong
plastik novelnya.
“Eh Bang, mau ngojek ato bengong ajaaa?!”
tanya Vani agak menjerit.
“Eh..oh.. eh iya neng. Mau dianter kemana?” gelagepan si abang ojek yang giginya tonggos menjawab sambil
menghampiri dan mulai menstarter motor bebeknya. Sedang abang yang setengah
botak pura-pura ngelapin helm, nutupin malu ke-gap ngliatin dada si Vani.
Dengan
terpaksa make helm bau keringat punya si tukang ojek agar kepada tidak lebih
basah lagi, mahkluk sexy ini menghenyakkan pantat sekalnya di jok motor abang
ojek, dan merekapun meluncur membelah hujan menuju Jalan Jambu Air XII. Tukang
ojek sudah setengah berharap orang yang dicari penumpangnya tidak ada di
kos-nya, agar dia punya kesempatan ngantar balik si cewek ini. Tapi memang
nasib tidak berpihak kepada si tukang ojek karena Sasha sudah nungguin Vani di
pintu gedung kos-kosan tersebut. Belum lagi si Vani cuma bayar 5000.
“Lho biasanya 20 ribu neng..” melas
tukang ojek.
“Eh, 15 rebunya biaya lo melototin toked Gue dan ngerem-ngerem
melulu pas di jalan!” saut Vani judes, ditingkahi
cekikikan Sasha. Abang tukang ojek hampir tidak tahan untuk tanya
“Kalo ngeliatin 15 rebu, megang-megang berapa Neng?” Tapi ditahannya karena agak jiper sama kejudesan Vani.
Dia cuma bilang
“Kalo butuh
jemputan, WA abang ya neng. Neng Sasha tau kok nomor HP abang.” sambil tersenyum semanis mungkin.
“Iyee bang !” sahut
Vani dan Sasha serempak sambil menutup pintu.
****
“Genit amat tu tukang ojek!”
gerutu Vani sambil mendekap tubuhnya, menggigil kedinginan mengiringi langkah
Sasha menuju kamarnya di lantai 3.
“Udeh, ga usah bawel dah lo. Ayo cepet ke kamar gue, biar bisa
ganti baju lo.” sahut Sasha sabar sambil
menarik tangan Vani agar bergerak lebih cepat.
Kos Sasha
adalah gedung persegi empat berwarna beige dengan aksen terakota di
jendela-jendela yang menghadap keluar, memanjang kebelakang setinggi 4 tingkat
yang khusus dibangun untuk jadi kos-kosan 3 tahun yang lalu. Terdapat hampir 80
kamar dan lebih dari 90% selalu terisi, karena memang lokasinya dekat dengan
beberapa kampus dan komplek perkantoran. Layout dalamnya khas kos-kosan:
dua deret kamar yang berhadapan, dibelah oleh taman selebar 1 meter yang
memanjang di lantai dasar dan void sampai kelangit-langit gedung. Tapi void-nya
tidak begitu lebar, karena pemilik gedung lebih memilih untuk membuat jalan di
depan kamar cukup lega. Satu hal yang dirutuki Vani dan Sasha dari kos ini
adalah tidak adanya lift. Cukup gempor juga naik ke lantai tiga. Maka itu,
makin ke atas tarif bulanannya makin murah.
Sesampainya di
kamar Sasha, Vani buru-buru masuk ke kamar mandinya karena sudah kebelet pipis.
Kamar Sasha berukuran 4x5 meter. Kamar mandi dipojok kanan, berisi shower dan
toilet duduk. Tempat tidur springbed ukuran 120cm x 200 cm mepet ke dinding
kanan. Isi kamarnya standar anak koslah, lemari pakaian 2 pintu, TV, rak buku
dan peralatan makan dan satu meja kecil. Sasha mengetok kamar mandi untuk memberikan
2 potong t-shirt, celana pendek dan bra ke Vani.
“Pilih aja mana yang lo suka hottie.”
kata Sasha kepada Vani yang melongokkan kepalanya dari balik pintu kamar mandi.
“Gue minta shampo ama sabun lo ya Sha.”
kata Vani sambil menerima pakaian tersebut.
“Pake aja. Tapi jangan di abisin.” sahut
Sasha.
“Gue minum kale shampo lu.”
balas Vani sambil menutup pintu.
Rasa sebel
Vani karena kehujanan barusan sudah hampir luruh semuanya diguyur air dari
shower. Rasanya nyaman sekali ketika mengeringkan tubuh dengan handuk kering
yang tebal milih Sasha. Karena celana dalamnya tidak basah, Vani memutuskan
memakainya kembali. Tapi dia agak kebingungan ketika memilih bra punya Sasha.
Bukan karena modelnya yang kinky atau warnanya ngga cocok. Sasha lupa kalo
toked Vani satu cup lebih besar dari miliknya. Jelas saja susu Vani tertekan
ketika memaksa memakai bra Sasha yang ber-cup B. Merasa sesak nafas, Vani
memutuskan tidak memakai bra saja, dan langsung memakai t-shirt gombrang
berwarna maroon dengan tulisan Talk Nerdy to Me. Selesai memakai
celana pendek berbahan kaos milik Sasha, Vani mematung sebentar di cermin.
T-shirt gombrangnya hampir menutupi celana pendek yang menunjukkan sebagian
besar paha putih Vani.
Ketika akan
membuka pintu kamar mandi, Vani baru sadar bahwa di luar Sasha sedang mengobrol
dengan orang lain karena sedari tadi suara-suara di luar tidak terdengar,
tertutup suara hujan yang menggemuruh. Vani sempat berpikir untuk tidak keluar
dulu sampai tamu Sasha itu pergi karena dia ngga pake bra. Tapi, akhirnya,
“Sebodo ah.. ga kliatan ini.”
pikir Vani sambil membuka pintu kamar mandi.
Obrolan Sasha
dan tamunya kontan terhenti ketika sesosok cewek berambut bob berwarna brunette
muncul dari balik pintu kamar mandi.
“Eh, lo ada
tamu Sha?” tanya cowok berambut jabrik sambil
tersenyum lebar melihat ada mahkluk bening lagi di kamar tersebut.
“Eh, kenalin ni temen satu kampus gue, Vani.” ujar Sasha sambil menarik Vani untuk mendekat. Si rambut
jabrik bertubuh tinggi langsing dengan wajah agak tirus ternyata bernama Randy,
dan temannya satu lagi yang berambut cepak dan berbadan agak gempal minta
dipanggil Momo.
“Weh pas banget nih sekarang kita berempat. Sudah bisa langsung
dimulai.” kata si Randy agak keliwat ceria.
“Eh, maen apaan nih?” tanya Vani
pengen tau.
“Hihihihi..
lucu deh Van game-nya. Gue baru diceritain dikit barusan ama Randy. Tapi
kliatannya seru banget. Lo pasti demen deh!”
sahut Sasha sambil cekikikan mencurigakan. Vani jadi penasaran.
“Eh bentar. Masih kurang satu orangnya. Butuh bankir-nya neh
kita.” kata Randy tiba-tiba sambil beranjak
keluar kamar. Ngga sampe semenit Randy sudah balik sambil menarik masuk cowok
imut berkaca mata.
“Elu yang jadi bankir-nya Dan?”
tanya Sasha begitu melihat anak cowok yang baru masuk.
“Wah, bankir apaa nih mbak? Saya juga ngga ngerti. Tiba-tiba
ditarik mas Randy.” jawab polos anak cowok yang
dipanggil Dan itu sambil melirik-lirik ke arah Vani dengan pandangan ingin tau.
“Udah, lo dengerin dulu aja. Pasti lo demen nantinya.” tukas Randy penuh misteri. Vani semakin penasaran dengan
game ini.
Posting Komentar
0 Komentar