NAUGHTY MOM

 


SINOPSIS:

Dirgo mendapat pengalaman sex justru dari Ibu kandungnya sendiri. Bagaimana kisah tabu ini akan berakhir? Apakah Dirgo benar-benar mencintai Ibunya layaknya mencintai seorang perempuan pada umumnya?

GENRE : DRAMA EROTIC

FORMAT : FILE PDF

JUMLAH HALAMAN : 51 HALAMAN

HARGA : Rp 10.000


PROLOG

Pagi yang cerah, Dirgo menikmati kopinya dengan duduk di teras depan rumahnya, sesekali melambai dan menyahuti sapaan orang-orang yang melintas di jalan depan rumahnya, jalan desa kecil yang hanya ramai bila pagi dan sore hari ketika warga kampung berangkat dan pulang dari sawah, maklumlah desa itu hanyalah desa kecil di tepi hutan jati.

“Lukamu sudah sembuh Go?” Tanya Darsono, Bapaknya, di tanganya tampak menenteng sebuah cangkul, rupanya akan berangkat ke sawah.

“Sudah pak.” jawab Dirgo.

 Dirgo masih ingat betul peristiwa naas 2 minggu lalu. Siang itu panas terik, Dirgo sedang menyiram halaman rumahnya yang berdebu ketika sebuah truk pasir melintas kencang dan melindas sebuah botol kratingdaeng. Dirgo yang berdiri tenggak di pinggir jalan semula tak begitu perduli sampai akhirnya ada rasa perih di selangkanganya ketika menengok ke bawah celana kolor yang dipakainya telah bersimbah darah.

Sontak ia berteriak minta tolong ibunya. Lebih parah lagi ibunya langsung pingsan melihat anaknya berdarah darah, untunglah ada 2 orang tetangganya yang melintas dan memberikan pertolongan. Alhasil 4 jahitan harus diterima kontol Dirgo dan untungnya lukanya juga tak terlalu dalam, kalau di posisi tegang lukanya tepat di bawah kepala kontol karena memang Dirgo ngga pernah memakai CD, kebetulan ketika beling itu menggoresnya, kontolnya sedang menggelantung ke bawah.

“Bapak ke sawah dulu Go.” pamit bapaknya yang sudah keluar dari halaman rumahnya.

“Ya pak.” jawab Dirgo singkat.

Dipandanginya punggung bapaknya yang bergerak menjauh dari pandangan. Darsono berkulit hitam legam dengan otot-otot kekar khas orang desa, tapi tubuhnya kecil dengan tinggi hanya 160cm, beda sekali dengan Dirgo anaknya di usia 18 tahun Dirgo sudah 173cm dengan kulit sawo matang dan atletis.

Mungkin Dirgo mewarisi gen ibunya, Atikah sendiri adalah wanita bongsor dengan tinggi 168, dan berat 65kg, dengan pantat dan dada nampak besar dan kencang, kulit kuning langsat, mata hitam lebar dan bening, hidung sedang ngnggak terlalu mancung tapi jauh dari pesek, bibir penuh dengan deretan gigi putih rapi. Dirgo sendiri sangat bangga dengan kecantikan ibunya karena memang di desanya hanya beberapa saja yang mampu sejajar dengan ibunya, baik itu kecantikan maupun kemolekan tubuhnya.

“Lukamu udah kering Go?” tanya Atikah ibu Dirgo dari ambang pintu dan sapu lidi di tanganya.

“Sudah kok bu.” jawab Dirgo singkat. Atikah terdiam sesaat sebenarnya ada ganjalan dalam hatinya yang ingin diungkapkan. Berawal dari percakapan dengan suaminya semalam. Darsono rupanya khawatir kalau luka itu akan mengganggu kinerja dari kontol anaknya.

“Kamu liat Bu kontol anak kita, masih normal apa tidak?” kata Darsono malam itu.

“Liat bagaimana pak? Lha wong tak bantu bersihkan lukanya dia tidak mau, tak paksa juga tak mau.” jawab Atikah.

“Ya dibujuk pelan-pelan Bu, aku lho kuatir, kalo kontolnya tidak bisa dipake, trus siapa yang akan memberi kita cucu?”

Kata kata Darsono masih terngiang di telinga Atikah. Dirgo adalah anak satu satunya, sudah beberapa kali sejak musibah itu Atikah meminta untuk membantu merawat lukanya tapi Dirgo dengan tegas menolak, dan rasanya percuma membujuk Dirgo karena Atikah tau betul sifat anaknya, kukuh, ngotot dan keras kepala.

“Kamu mandi dulu sana.” kata Atikah dan mulai rutinitasnya membersihkan halaman rumahnya yang kotor oleh dedaunan kecil yang terbawa angin. Dirgo masih duduk di kursi kayu dengan santainya tapi sepintas Atikah tahu kalau anaknya memperhatikanya, yang sedang menyapu. Atikah tersenyum dalam hati, akhirnya ia tahu apa yang harus di lakukan.

Dirgo nampak gelisah duduk di kursi, bekas jahitan di kontolnya terasa gatal, biasanya dia akan mengelus elus bekas jahitan itu bila dia sendirian di kamar, tapi ini di teras rumah dan ada ibunya. Mungkin karena melihat ibunya rasa gatal itu muncul, wanita matang yg sedang menyapu itu telah lama menarik perhatian Dirgo, meski dibalut daster panjang semata kaki tapi bulatan dari buah pantat ibunya begitu menggoda, dadanya yang montok dan terlihat berat menggantung menambah rasa geli di kontolnya. Perlahan kontol itu bangun dari tidurnya, Dirgo menaikan kedua kakinya ia tak mau ibunya melihat tenda di celana kolor yang dipakainya karena memang dia tak memakai celana dalam.

“Hehhh.. “

Dirgo bernafas berat ketika ibunya sudah masuk rumah, dengan cepat ia membetulkan letak kontolnya yang tersangkut di kolornya, sejak luka itu mulai sembuh seminggu lalu ada yang aneh dengan kontol Dirgo, sering kali tiba-tiba gatal dan tegang bila melihat wanita dan sialnya di rumah ini ada wanita cantik yang selalu membuat gatal bekas luka itu.

“Go, bantu ibu nyuci ya?” ujar Atikah dari ambang pintu.

Dirgo menoleh, jantung Dirgo seakan berhenti berdetak, ibunya telah berganti baju dan kini hanya mengenakan daster dengan potongan leher rendah, nampak sedikit belahan dadanya yang sesak berhimpitan ditampung oleh BH yang talinya terlihat berwarna hitam.

“Kok malah bengong? Ayo bantuin ambil air!” ujar Atikah lagi, terselip rasa bangga dalam hati Atikah melihat betapa anaknya yang muda dan ganteng tampak begitu terpesona melihat tubuhnya.

“I.. Iya Bu, duluan deh aku habiskan kopi dulu.” jawab Dirgo beralasan. Dia hanya tidak ingin ibunya melihat tenda besar di celana kolornya.

“Aman deh, kalo gini kan ngaceng nggak begitu keliatan.” pikir Dirgo sambil tersenyum mesum.

Bergegas Dirgo ke belakang, nampak ibunya sedang merendam beberapa baju kotor ke dalam sebuah ember plastik besar. Halaman belakang rumah Dirgo sudah dipagar tembok setinggi 2 meter. Sebuah sumur dengan kerekan ada di sudut kanan dimana ibunya sedang mencuci baju disitu. Rimbunan pohon mangga membuat tempat itu selalu sejuk walaupun matahari mulai bersinar terik.

“Ini diisi penuh Go.” kata ibunya sambil mengangsurkan 2 ember plastik besar ke arah Dirgo yang sudah memegang tali kerekan sumur. Dirgo mulai menimba air, ibunya tepat disampingnya hanya terhalang 2 ember plastic. Atikah sendiri duduk di atas bangku kecil dari kayu, dasternya yang rendah tentu saja tidak dapat menutupi paha mulusnya, kuning langsat dengan bulu-bulu halus, bahkan beberapa kali Dirgo dapat melihat ke arah celana dalam yang sedang dipakai ibunya.

“Sudah Go, jangan terlalu penuh. Bantu Ibu ngucek ya?” kata Atikah.

“Ya bu.” jawab Dirgo singkat sambil menyeret dingklik dan duduk di depan ibunya. Dirgo lalu mengambil kaos kotor di rendaman dan mulai menguceknya dengan sabun. Mereka duduk berhadapan, Atikah duduk di depan anaknya dengan kaki terbuka lebar, paha mulusnya tampak berkilau karena beberapa kali terpercik air sabun.

“Ini gila.” bisik suara hati Atikah, ia tahu anaknya bahkan bisa melihat rimbunan rambut di memeknya karena memang celana dalam yg dipakainya juga tipis. Ini tabu dan memalukan tapi ada perasaan aneh membuainya dalam birahi yang memabukan.

“Sekolahmu kapan masuk Go?” tanya Atikah sambil menunduk mengucek gamis yang kemarin dipakainya buat arisan PKK.

“Masih seminggu lagi bu.” jawab Dirgo. Sekolah memang sedang libur panjang kenaikan kelas.

Dirgo begitu terpukau dengan paha paha mulus di depannya, begitu halus, begitu mulus, begitu dekat hanya sejangkauan tangan dan hebohnya ibunya tak berusaha menutupi auratnya yang terbuka. Kontol Dirgo menggeliat geli dan perlahan mengeras kokoh. Atikah melirik sepintas ke selangkangan Dirgo, tampak senyum kecil disudut bibirnya,

“Anakku masih bisa ngaceng, tapi apa iya sebesar itu?” pikir Atikah karena melihat bayangan mentimun besar di selangkangan anaknya.

“Kamu pacaran sama Dini ya?” tanya Atikah sambil meneruskan ucekan yang tinggal 2 buah sarung milik suaminya.

“Ngnggak Bu, memang Ibu dengar dari siapa?” kata Dirgo balik bertanya, mata ibunya yang selalu tertunduk pada cucian, membuat mata Dirgo berpesta pora menikmati mulusnya bagian bawah tubuh ibunya.

“Dari tetangga waktu belanja di depan.” jelas ibunya, depan rumah Dirgo tiap jam 5 pagi memang ada penjual sayur keliling yang selalu ramai dengan ibu-ibu. Dini sendiri adalah adik kelas Dirgo dan juga tetangganya.

“Halah cums gosip Bu, eh sarungnya biar Dirgo ucek, Ibu yang bilas.”

Atikah menyerahkan sarung yang baru mau diuceknya, berdiri dan mulai membilas pakaian yang telah diucek dengan sabun. Ember yang rendah membuatnya harus membilas dengan posisi menunduk rendah, Dirgo terkesiap potongan daster yang rendah itu membuat buah dada ibunya seakan mau loncat keluar. Kutang hitam itu seakan tak cukup muat untuk menampung buah dada Atikah yang menggelembung indah. Dirgo mengernyit, ada sedikit nyeri di bekas luka karena kontolnya sudah tegang sekali.

“Hadeh gila! Gede banget Bu..” bisik Dirgo dalam hati.

“Bu dasternya baru ya?” celetuk Dirgo tiba tiba. Atikah terkejut dan sekejap merah mukanya karena malu.

“Nggak nak, daster jelek gini, bapakmu yang ngnggak suka kalau Ibu pakai siang hari..” jawabnya.

“Bapak katrok sih, ibu pantes dan cantik kalo pake baju ini.” jawab Dirgo sebenarnya dia ingin bilang sexy tapi takut nanti ibunya tersinggung.

“Sebenarnya Ibu juga suka daster ini, ngnggak ribet juga adem, malah Ibu punya 2, yang ijo ini sama merah di lemari, kainnya juga halus.. “ jelas Atikah.

“Masa sih..” ucap Dirgo setengah tak percaya, ia mengelap tanganya yang berlumur sabun dengan bagian belakang celana kolornya. Kemudian dengan berani menjangkau sisi samping buah dada ibunya dengan pura pura merasakan kehalusan bahan kain daster itu.

Atikah terkesiap, darahnya berdesir, anak kandungnya berani dan dengan sengaja menjamah susunya, meski hanya bagian samping luar tapi tetap sensasi itu terbawa ke memeknya yang mendadak geli dan mengeluarkan cairan kental hangat, Atikah tahu celana dalamnya telah basah dibagian depan.

Dirgo sendiri sudah tak kuat lagi, selesai ucekan terakhir sarung bapaknya Dirgo langsung mennggakhiri acara mencuci penuh nafsu itu, pergi ke kamar dan mengocok kontolnya sambil menghayal ngentot dengan ibunya.



Posting Komentar

0 Komentar