AFFAIR

 


SINOPSIS :

Karina harus mencari cara untuk membebaskan suaminya dari jerat hukum, salah satunya adalah dengan jalan bekerja di perusahaan suaminya itu untuk mendapatkan bukti nyata demi melepaskan suaminya dari penjara. Tentu untuk meraih itu semua Karina harus mau berkorban, termasuk mengorbankan tubuhnya agar bisa mendekati pimpinan perusahaan.

FORMAT : PDF Book Series

GENRE : DRAMA SEX

JUMLAH HALAMAN : 105 HALAMAN

HARGA : Rp.15.000


PROLOG

Seorang pria duduk di belakang meja kebesarannya, raut wajah ambisius tergambar jelas di wajah tampannya, menampakkan segala kekuasaan yang dimiliki pria tersebut. Dialah Ricard Herlambang, seorang direktur keuangan dengan seluruh image-nya sebagai pria tampan dan sukses di perusahaan Q&U Group. Setelah hampir tiga tahun bekerja di salah satu anak perusahan yang berada di Singapura, saat ini Ricard kembali ke negaranya sendiri dan bekerja di perusahaan utama. Segala keputusan mengenai keuangan perusahaan, kini berada di bawah kendali pria berusia 40 tahun tersebut. Ricard adalah pimpinan yang dikenal keras, bahkan tidak segan memecat anak buahnya.

Di seberang meja besar sang direktur keuangan, seorang kepala sub divisi keuangan tengah duduk tertunduk. Wajahnya begitu tegang, hatinya benar-benar menciut dan merasakan ketakutan yang luar biasa. Kedua orang itu masih terdiam, sang kepala sub divisi keuangan yang menundukkan kepala tidak berani memandang wajah atasannya. Berbanding terbalik dengan Ricard yang tengah menatap orang di depannya sangat tajam.

“Bapak Dimas tau ? Apa kesalahan besar bapak?” Ricard berkata sarkastis. Kepala sub divisi keuangan yang bernama Dimas Adi Nugroho tidak menjawab dan hanya tertunduk.

“Gak bisa menjawab?” Sang direktur keuangan bangkit dari tempat duduknya, berjalan mendekati Dimas.

“Bapak fikir aku bicara dengan patung? Jangan diam saja! Bapak sudah membuat perusahaan merugi besar! Bapak ini pimpinan, ada anggota yang harus bapak pertanggungjawabkan kinerjanya !” Tatapan Ricard menusuk, seakan ingin menelanjangi Dimas.

“Maafkan atas keteledoran saya.” Perasaan tidak enak menyergap Dimas, merasa gelisah dan takut untuk mendengar pernyataan berikutnya yang akan keluar.

“Maaf??? Apa dengan kata maaf bisa memperbaiki ini semua??? Tidak bapak! Bapak harus bertanggung jawab. Sekarang saya perintahkan untuk mengembalikan kerugian perusahaan . Saya kasih waktu seminggu , jika gagal, bapak tau sendiri akibatnya!” Kata-kata itu langsung membuat kepala Dimas terangkat. Dimas hanya bisa memandang wajah atasannya sekarang, lidahnya terasa kelu, tenggorokkan tercekat, tidak bersuara bukannya berarti dia setuju dengan perintah itu. Dia hanya tidak tahu harus menanggapinya seperti apa.

“Keluarlah!” Perintah Ricard kemudian.

Dimas keluar dengan kepala yang tertunduk, matanya memerah, air mata yang ingin jatuh ditahannya. Mengembalikan kerugian perusahaan dalam satu minggu adalah sesuatu yang mustahil diwujudkan. Kondisi keuangan perusahaan sudah sangat terbatas akibat kegiatan usaha yang tidak lagi berjalan normal. Kondisi ini diperparah oleh terjadinya kebocoran keuangan perusahaan yang jumlahnya bernilai puluhan milyar rupiah.

Dengan muka kusut masai, Dimas membantingkan pantatnya ke kursi kerja lalu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi sembari melipat kedua tangannya di belakang kepala. Kehancuran karirnya sudah di depan mata. Apa yang selama ini ia takutkan akhirnya terjadi juga. Beberapa petinggi perusahaan telah menggunakan uang perusahaan dengan skema pembiayaan start-up. Namun sebenarnya dana itu dipakai untuk kepentingan pribadi mereka.

Jam antik berdentang dengan bunyi yang rendah, mengisi keheningan ruangan. Jarum pendek menunjuk angka lima dan jarum panjangnya menunjuk angka dua belas. Karena sudah waktunya pulang, Dimas pun lantas merapikan meja kerjanya sebelum beranjak pulang. Setelahnya, ia berjalan menuju lobby perusahaan sambil menelepon seseorang dengan menggunakan smartphone-nya.

“Hallo Pah .” Suara istri Dimas di seberang sana.

“Mamah udah di lobby?” Tanya Dimas sambil mempercepat langkahnya.

“Barusan nyampe. Mamah tunggu di tempat biasa ya?” Jawab sang istri yang sering kali menjemput suaminya jika dia sedang suntuk di rumah seperti saat ini.

“Iya ...” Kata Dimas singkat seraya memutuskan sambungan teleponnya.

Dimas bergerak menuju pintu lift yang terbuka. Setelah berada di dalam lift, telunjuknya memijit nomor satu dan tak lama berselang pria itu sampai di lantai satu. Setiba di lantai satu, segera saja Dimas menghampiri istrinya yang tengah berbincang-bincang dengan seseorang di bagian barat lobby perusahaan. Tiba-tiba sepasang mata Dimas menyipit dan langkahnya pun melambat tatkala mendapati Ricard, direktur keuangan yang tadi memarahinya, adalah orang yang menjadi lawan bicara istrinya.

Dimas akhirnya memutuskan untuk tidak mengganggu mereka. Laki-laki itu bergerak ke sebuah pilar besar untuk menyembunyikan dirinya. Bukan apa-apa, Dimas tidak ingin dimarahi lagi oleh Ricard, apalagi di depan istrinya. Sebagai laki-laki dia tentu tidak ingin harga dirinya terinjak-injak. Hampir tiga menit, Dimas berdiri di balik pilar dan baru kemudian menengok ke arah di mana istrinya berada. Ternyata, Ricard sudah meninggalkan tempatnya. Buru-buru Dimas berjalan menuju istrinya yang terlihat gelisah.

“Maaf, Papah barusan sembunyi dulu, gak pengen ketemu pimpinan baru .” Dimas berucap pada istrinya sesaat setelah berada dekatnya.

“Pimpinan baru?” Istri Dimas bergumam dengan kening mengkerut tipis.

“Ya, dia adalah direktur keuangan yang baru .Ngomong-ngomong, apa mamah kenal sama dia?” Dimas mengakhiri ucapannya dengan sebuah pertanyaan.

“Baru saja kenal, gak tau tuh. Dia ujug-ujug ngajak kenalan .” Jawab istri Dimas sambil mengulum senyumnya yang tak bisa ia tahan.

“Hhhhmm, habis mamah cantik sih!” Dimas menggombali istrinya. Memang tidak berlebihan, istrinya yang telah dinikahinya setahun yang lalu bernama Karina, memiliki paras yang cantik dan rupawan. Selain itu, di usianya yang menginjak 28 tahun, Karina masih memiliki tubuh yang seksi disertai wajah dan postur tubuh layaknya mirip anak SMA. Belum lagi ditunjang cara berpakaian yang up to date mengikuti anak muda zaman sekarang. Hingga tidak heran jika banyak orang yang tak percaya jika Karina sudah menikah dan berumur 28 tahun.

“Ihh ... Papah ! Ayo pulang !” Ucap sang istri manja seraya meraih tangan Dimas.

Keduanya berjalan kaki menuju mobil yang terparkir tak jauh dari lobby perusahaan. Dimas membiarkan istrinya berada di belakang kemudi sementara laki-laki itu duduk kurang tenang di sebelahnya. Hiruk-pikuk suasana jalanan yang macet seolah tidak berpengaruh sedikit pun ketika pikiran Dimas melayang pada kejadian di kantornya tadi, bahkan ucapan Karina tidak sepenuhnya ia dengar.

“Papah kenapa sih? Ngelamun terus?” Akhirnya Karina mengetahui kalau Dimas tidak fokus dengan pembicaraannya.

“Papah punya masalah .” Lirih Dimas seraya menghela nafas berat.

“Masalah apa?” Tanya Karina terkejut sambil menoleh sekilas wajah suaminya yang memang tampak lesu dan tidak bergairah.

“Fuuutthhh! Papah kayaknya sebentar lagi dipecat .” Satu kalimat terlontar dari mulut Dimas dengan suara yang berat. Karina pun terperanjat, untung saja ia masih bisa fokus pada kemudinya.

“Dipecat?! Kok bisa?!” Karina benar-benar terkejut. Wanita itu sampai menghentikan mobilnya di pinggir jalan.

“Papah harus bertanggung jawab atas kerugian perusahaan. Ini salah papah . Papah membiarkan kecurangan terjadi, padahal papah tau, para petinggi perusahaan menggunakan uang perusahaan secara illegal dan itu gak bisa papah cegah .” Dimas memutuskan untuk berkata jujur kepada Karina.

Karina menatap tajam ke arah Dimas mencoba menembus pikiran suaminya. Karina tidak menyangka kalau orang yang sangat diandalkannya kini tersandung masalah yang begitu berat. Terlihat oleh Karina wajah Dimas semakin pucat seperti tak ada darah yang mengalir di sana.

“Maafkan papah.” Lirih Dimas, begitu kalut bercampur takut yang teramat.

“Kenapa papah membiarkan itu terjadi?” Tanya Karina dengan nada yang terdengar lembut namun serius.

“Papah takut dipecat makanya papah biarkan .” Jawab Dimas dengan suara yang sarat kejujuran.

Alasan Dimas membuat Karina terhenyak, karena ia yakin kalau suaminya berkata apa adanya. Dimas adalah korban konspirasi dan korupsi di perusahaannya. Kini perasaan wanita itu berkecamuk hebat, semua perasaan bercampur, namun yang pasti perasaan sedihlah yang paling dominan. Karina menggenggam tangan Dimas untuk memberi ketenangan dan kekuatan karena Karina sadar kalau dukunganlah yang diperlukan Dimas saat ini.

“Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan.” Ucap Karina lembut sembari menggoyang kecil jemari Dimas.

“Maafkan papah.” Kembali Dimas mengungkapkan penyesalannya.

Karina tersenyum, kemudian melajukan lagi mobil menuju rumah kediaman mereka dengan perasaan yang tak menentu. Walau demikian, Karina tetap berusaha memperlihatkan ketegaran dan semangat hidupnya. Berbeda dengan sang istri yang terus memperlihatkan ketegaran, Dimas terlihat lebih lemah.


Posting Komentar

0 Komentar