LAWAN YANG SALAH
GENRE : THRILLER EROTIC
JUMLAH HALAMAN : 42 HALAMAN
HARGA : Rp 10.000
Sudah seminggu
ini aku coba untuk menyelesaikan proposal proyek, tapi selalu gagal. Aku
benar-benar kehilangan konsentrasi padahal proposal itu harus sudah kuajukan
minggu depan. Akhirnya kuputuskan untuk berlibur sambil menyelesaikan proposal
tersebut. Siang itu aku bersama istriku, Mayang, berangkat ke sebuah daerah
wisata di pegunungan, berjarak 3 jam perjalanan dari tempat tinggalku. Singkat
cerita aku dan Mayang tiba di sana dan mulai mencari villa, sayangnya banyak
villa yang sudah terisi.
Ketika masih
mencari, aku melihat sebuah papan petunjuk tentang keberadaan sebuah villa yang
agak masuk ke dalam gang. Aku segera memasuki jalan kecil yang di sebelahnya
adalah perkebunan. Kira-kira 200 meter dari jalan utama kami tiba di sebuah
halaman villa yang tak begitu besar. Aku matikan mobilku dan segera turun.
Suasana di sekitar villa tersebut cukup lenggang, bahkan bangunan villa ini
menjadi satu-satunya yang berdiri, sementara di kanan kirinya dikelilingi oleh
area perkebunan dan persawahan milik warga sekitar. Dari dalam bangunan bercat
putih tersebut muncul seorang pria muda berjalan mendekat sambil tersenyum
ramah kepadaku. Usianya mungkin sekitar 20 tahunan.
“Selamat sore
Pak, ada yang bisa saya bantu?” tanya pemuda itu.
“Sore, apa
villa ini disewakan?” tanyaku.
“Disewakan
Pak. Mau lihat-lihat dulu mungkin?“ jawab pemuda itu.
“Ah nggak
usah, langsung aja saya sewa untuk tiga
malam.”
“Baik Pak,
mari saya antar masuk ke dalam.”
Ujang, nama
pemuda itu. Tugasnya adalah menjaga serta melayani tamu yang menyewa villa ini.
Di bagian belakang villa ternyata ada bangunan kecil yang berfungsi sebagai
tempat istirahat untuk Ujang. Tak hanya bertugas membersihkan serta menjaga
keamanan bangunan, rupanya Ujang juga bertugas sebagai juru masak. Jenis
layanan yang belum pernah Aku temui di villa lain.
***
Malam
menjelang, aku dan Mayang menikmati makan malam nasi goreng yang dibuatkan oleh
Ujang. Selesai makan, aku segera membuka laptopku dan mulai mengerjakan sisa
proposal yang harus kuselesaikan. Mayang menemaniku sambil menonton TV. Lumayan
lancar pekerjaanku. Menjelang jam 10 malam aku menghentikan pekerjaan dan
bergabung dengan Mayang menonton TV. Sambil nonton, aku membelai pahanya hingga
ke selangkangannya.
Di
selangkangannya, jariku langsung bertemu dengan bibir kemaluan gundul yang
mulai lembab. Mayang memang jarang menggunakan CD. Kugosok bibir kemaluannya
yang bersih dari bulu. Sebenarnya bulu kemaluannya luar biasa lebat hingga
tumbuh sampai ke pangkal pahanya. Hanya di bagian bibir kemaluannya selalu
dicukur bersih.
“Suasananya
mendukung untuk threesome ya Ma?“ kataku sambil mencium tengkuknya. Kami memang
sering melakukan hubungan sex bertiga dengan pria lain yang tidak mengenal
kami. Bahkan tak jarang Aku menyewa gigolo untuk memuaskan hasrat istriku.
“Iya sih, tapi
kalo sekarang mau main sama siapa?” Tanya Mayang sambil meremas kontolku di
balik boxer yang kupakai.
Kami sama sama
terdiam sesaat. Aku menggosok gosok klitorisnya. Mayang melebarkan kedua
pahanya sehingga aku semakin mudah menggosok bibir kemaluanya sambil terus
berpikir. Akhirnya terbayang seseorang di benakku.
“Bagaimana
kalau si Ujang saja Ma?” kataku.
“Ujang? Cowok
yang jaga villa tadi?” tanya istriku sambil memasukkan tangannya ke dalam
boxerku untuk meraih kemaluanku.
“Iya, gimana?
Not bad lah, tampangnya memang kayak pemuda kampung, tapi postur tubuhnya oke
lah.” Kataku.
“Hmmm, nggak
apa-apa sih. Tapi gimana cara kita ngomongnya nanti?”
“Ah tenang,
itu jadi bagianku.”
“Oke deh Pa,
Mama ngikut maunya Papa aja.”
Setelah itu
kami bercinta dengan sangat panas, pikiranku sudah membayangkan bagaimana nanti
vagina Mayang disesaki oleh kontol lain selain kontolku. Sebuah obsesi yang
sejak dulu selalu membuatku bersemangat.
***
Keesokan
harinya kami bangun sekitar jam 9 pagi, Aku keluar kamar lebih dahulu dan duduk
di kursi santai di beranda villa. Tak lama Ujang datang sambil membawakan 2
cangkir kopi hangat.
“Mau sarapan
apa Pak?” Tanya Ujang, senyumnya masih seramah kemarin.
“Nanti saja,
nunggu istriku bangun ya.”
“Ah, baik Pak.
Kalo Bapak butuh sesuatu bisa panggil Saya di belakang.”
“Ok Jang,
makasih ya.”
Ketika Ujang
belum sempat beranjak dari tempatnya, Mayang keluar dari dalam kamar. Istriku
tampak super sexy. Ia menggunakan lingerie hitam sebatas paha. Bahannya dari
satin yang tipis nyaris tembus pandang. Kulit Mayang yang putih sangat kontras
dengan warna lingerie itu, kemolekan tubuhnya seperti tercetak jelas. Seolah
istriku telanjang bulat, karena dia tidak menggunakan BH dan CD.
Payudara
Mayang montok walau sudah sedikit kendor, maklum istriku sudah berumur 40 tahun
dan aku sendiri 42 tahun. Bulu kemaluannya kelihatan kontras dengan paha dan
perutnya yang putih. Pantat istriku yang besar dan pinggulnya melebar seperti
sesak di balik lingerie yang kekecilan. Mayang lalu duduk tepat di sampingku.
“Selamat pagi
Bu, mau sarapan apa?” Tanya Ujang yang melirik malu-malu ke arah Mayang. Aku
pura tak melihatnya padahal dalam hati Aku tau satu rencanaku telah berhasil
membuat Ujang masuk ke dalam perangkap.
“Nasi goreng
kayaknya enak pagi-pagi gini Jang.” Jawab Mayang.
“Baik Bu, ada
yang lain mungkin Bu?” Tanya Ujang memastikan.
“Itu aja Jang,
makasih ya.”
“Saya buatkan
dulu kalo begitu, permisi.”
Aku bisa
melihat perubahan ekspresi wajah Ujang saat menatap tubuh Mayang. Aku yakin
benar jika pemuda itu mulai tergoda akan kemolekan tubuh istriku. Ketika Ujang
telah beranjak ke dapur Aku langsung mempersiapkan peralatan yang selalu Aku
bawa ketika staycation bersama Mayang. Beberapa minicam yang terkoneksi dengan
laptopku langsung Aku pasang di beberapa sudut ruangan villa.
“Nanti kamu
maen dulu sama Ujang waktu Aku pergi ya Ma.” Kataku memberi perintah pada
Mayang.
“Yakin Pa?
Kenapa nggak langsung liat di sini aja sih?”
“Jangan, Ujang
bukan seperti gigolo yang sering kita sewa. Pemuda itu masih polos, kita harus
cari cara agar dia merasa nyaman dan nggak canggung.” Kataku menjelaskan,
Mayang tampak mengerti akan maksudku.
“Pokoknya kamu
bikin dia senyaman mungkin, nanti kalo udah mencair suasananya baru Aku ikut
gabung.” Lanjutku.
“Oke deh Pa.”
Setelah
memastikan semua kamera terpasang dengan rapi dan tak mengundang kecurigaan,
Aku bergegas menuju ke dapur, menyusul Ujang yang masih sibuk menyiapkan
sarapan.
“Jang, Aku
pergi dulu ya. Ada yang mau Aku beli di kota.” Kataku beralasan.
“Loh mau
kemana Pak? Apa nggak sebaiknya sarapan dulu? Biar nanti Ujang yang beli
kebutuhan Bapak.” Kata Ujang setelah meletakkan alat penggorengan.
“Nggak usah,
biar Aku berangkat sendiri aja, cuma sebentar kok. Nitip Ibu sebentar ya Jang,
jangan diapa-apain. Hehehehe.” Godaku.
“Ba-baik Pak.”
Jawab Ujang tergugup.
Aku tersenyum
tipis sembari melangkah pergi meninggalkan dapur. Aku yakin jika Ujang sebentar
lagi tidak akan bisa menutupi hasratnya pada tubuh Mayang, istriku yang binal.
Di dalam mobil Aku sudah membayangkan bagaimana kebinalan istriku akan bertemu
kepolosan pemuda kampung. Setelah yakin cukup jauh dari villa, Aku menghentikan
mobil di tepi perkebunan yang sepi, segera Aku keluarkan laptop dan
menyambungkannya dengan smartphoneku agar terkoneksi dengan internet.
Ketika layar
monitor laptopku menyala, segera aku mengkoneksikan dengan kamera yang telah
Aku pasang di dalam villa. Dari empat kamera yang terpasang, semuanya terlihat
jelas. Aku bisa melihat secara jelas keadaan di sana, pandangaku terfokus pada
satu kamera yang terpasang di ruang tamu. Istriku terlihat dudul di atas sofa,
berpura-pura menonton TV, sementara Ujang tampak kikuk membersihkan meja makan.
Sepertinya sebentar lagi Mayang akan segera beraksi. Aku tak sabar untuk
meyaksikannya.
***
“Ujang, di
dekat sini ada tukang pijit nggak?” tanya Mayang yang duduk di sofa tempat
nonton TV, Ujang yang masih membereskan meja makan tampak terkejut.
“Ada Bu, tapi
mungkin bisa datang ke sini nanti sore atau malam Bu karena kalo siang begini
tukang pijatnya masih kerja di kebun.” jawab Ujang.
“Duh, badanku
pegel-pegel banget nih Jang. Kalo nunggu nanti sore bakal nggak keburu.” Ucap
Mayang sembari berpura-pura memijit tengkuknya sendiri sambil perlahan memutar
kepalanya beberapa kali, area lehernya yang jenjang dan putih seketika bisa
terlihat jelas oleh Ujang. Pemuda itu berusaha untuk bersikap senormal mungkin,
meskipun jiwa kelaki-lakiannya berontak bukan main.
“Kamu nggak
bisa mijit Jang?” Tanya Mayang, kali ini wanita bertubuh sintal itu beranjak
dari sofa dan melangkah pelan menuju meja makan. Gerak gerik Mayang yang
gemulai makin membuat Ujang salah tingkah.
“Sa-Saya belum
pernah mijit Bu.“ Ucap Ujang sedikit tergagap, kini di hadapannya sudah berdiri
sosok Mayang yang hanya mengenakan lingerie sexy berwarna hitam tanpa dalaman.
Ujang bisa dengan jelas meyaksikan lekuk tubuh sintal nan menggoda dari balik
kain satin tipis itu.
“Gampang kok
Jang, tinggal dipijit kayak gini. Nanti juga pake lotion jadi nggak keset…”
Mayang tiba-tiba meraih lengan Ujang dan mempraktekan gerakan memijat pada
lengan pemuda itu. Ujang terhenyak, dia tak menyangka jika akan disentuh tangan
lembut milik Mayang.
“Ta-Tapi Bu…”
“Udah nggak
usah banyak alasan, bentar doang kok. Ayo pijitin Aku.”
Mayang tanpa
ragu menarik tangan Ujang dan mengajaknya ke sofa di depan TV. Bak kerbau yang
dicokok hidungnya Ujang hanya bisa menuruti langkah kaki Mayang yang
mendahuluinya. Pemuda itu makin salah tingkah menyaksikan istriku tanpa
malu-malu langsung melucuti pakaiannya hingga telanjang bulat. Pemuda lugu itu
berdiri mematung, seperti tak percaya menyaksikan dengan apa yang sedang
dilihat oleh mata kepalanya sendiri.
“Loh kok malah
bengong sih Jang?” Istriku duduk di sofa, buah dadanya yang besar menggantung
indah di hadapan Ujang yang masih berdiri di depannya.
“A-Anu
Bu…Itu…”
“Kenapa? Kamu
baru pertama kali liat wanita telanjang ya?” Ujar Mayang dengan memberi tatapan
menggoda, bahkan kini dia sengaja membuka kedua pahanya lebar-lebar,
menunjukkan ceruk liang vaginanya pada Ujang. Pemuda itu hanya diam tertegun,
jakunnya naik turun seraya kedua matanya memandangi kemolekan tubuh telanjang
Mayang.
“Ayo lepas
bajumu Jang.” Lanjut Mayang memberi perintah.
“Le-Lepas baju
Bu…?”
“Iya dong,
masa Aku doang yang telanjang, Kamu juga dong Jang.”
Terlihat di
kamera, Ujang terlihat ragu-ragu tapi perlahan pemuda lugu itu perlahan mulai
melepas kaosnya. Menyusul kemudian celana panjang yang dikenakannya hingga
menyisakan celana dalam saja. Mayang tersenyum penuh arti, sepertinya istriku
itu cukup puas dengan penampilan fisik Ujang yang lumayan kekar, apalagi di
balik celana dalamnya
“Sempakmu juga
dilepas dong Jang…” Perintah Mayang.
“I-Ini juga
Bu…?” Ujar Ujang seraya menunjuk celana dalamnya sendiri.
“Iyalah, kayak
Aku gini.” Jawab Mayang sambil melebarkan kedua bilah pahanya yang putih mulus.
“Ba-Baik Bu…”
Perlahan Ujang
memelorotkan satu-satunya penutup yang masih melekat pada tubuhnya. Kontolnya
yang hitam legam langsung mencuat begitu saja, ukurannya jauh lebih besar
dibanding punyaku, panjang nan kekar. Mayang beringsut mendekati pemuda itu,
matanya nanar menatap batang kontol di hadapannya.
“Gila...Kok
udah keras gini Jang?” Ujar Mayang sembari menegelus pelan bagian kepala kontol
Ujang, membuat pemuda itu bergidik kegelian.
“Ma-Maaf Bu..”
“Kok maaf?
Kamu lucu banget sih Jang, hihihihi.”
“Saya takut
ketauan Bapak.” Ucap Ujang dengan polosnya. Mayang tersenyum mendengarnya.
“Nggak usah
takut, lagian di sini kan cuma kita berdua aja Jang. Nggak ada yang tau.”
“Ta-Tapi nanti
kalo Bapak tiba-tiba kembali ke sini gimana Bu?”
Raut wajah
Ujang tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Pemuda itu rupanya sangat segan
terhadapku, bahkan begitu takut jika keadaannya sekarang bersama Mayang
diketahui olehku. Ujang tak mengetahui jika sedari tadi Aku sudah mengamati
gerak-geriknya bersama Mayang lewat kamera tersembunyi yang telah Aku pasang di
beberapa sudut ruang villa.
“Ah nggak usah
takut kayak gitu, suamiku pergi masih lama kok. Ayo sini Aku ajarin mijit
bentar, habis itu giliranmu mijitin Aku.” Mayang menarik tangan Ujang menuju
sofa. Pemuda itu menurut saja ketika istriku memerintahkannya untuk tiduran di
atas sofa dengan posisi terlentang.
Mayang meraih
botol lotion yang telah dipersiapkannya dari tadi, dituangkannya lotion pada
kedua tangannya. Kemudian dengan perlahan dan lembut, Mayang mulai membalurkan
lotion itu ke seluruh permukaan paha milik Ujang. Istriku mulai memijat paha
Ujang mulai dari atas lutut terus naik hingga ke pangkalnya. Ujang sesekali
memejamkan kedua matanya saat jemari lembut istriku menyentuh kantung buah
pelirnya.
“Enak Jang?”
“E-Enak Bu…”
“Udah bisa kan
Jang? Atau masih mau Aku pijitin lagi?”
“Bi-Bisa Bu..”
Ujang bangkit
dari posisi tidurnya, kini giliran istriku yang rebahan di atas sofa. Ujang
mulai mempraktekan apa yang telah dilakukan oleh istriku sebelumnya, setelah
membalurkan lotion ke paha, pemuda itu mulai memijit istriku secara perlahan.
Mata Ujang sama sekali tak pernah berpaling dari dua gundukan payudara dan
lipatan kemaluan milik istriku. Mayang sepertinya sudah tau apa yang ada di
dalam benak pemuda lugu itu, tangan kiri istriku itu pun mulai menjamah kontol
Ujang yang makin menegang. Diremasnya sambil sesekali mengocoknya perlahan.
“Enak banget
pijatanmu Jang.”
“I-Iya Bu..”
Jawab Ujang tergugup.
“Tapi jangan
pahanya doang Jang, yang lain juga dong.”
“Ba-Baik Bu…”
Pijatan tangan
ujang beranjak ke atas, menyisir perut kemudian berhenti di area payudara
istriku. Pemuda itu meremas pelan gundukan lembut itu, Mayang mendesis perlahan
sambil menggigit bibirnya sendiri ketika remasan jemari kasar Ujang semakin
intens. Sesekali Ujang juga memainkan kedua putting istriku yang sudah keras
sedari tadi. Tak ayal desisan Mayang kini berubah menjadi desahan.
“Ouuuccchhh
Jang….”
“Sakit Bu?”
“Nggak Jang,
enak banget…Terusin…”
Ujang rupanya
mudah menyerap pelajaran tentang teknik memijat. Gerakan tangannya makin luwes
menjamah tiap jengkal bagian tubuh istriku. Tak hanya di bagian payudara saja,
jemari Ujang merayap ke semua titik tubuh istriku hingga membuat Mayang
kelejotan bak cacing kepanasan. Apalagi ketika jemari Ujang merayap turun dan
berhenti di gundukan kemaluannya.
“Ouucchhhh
Jang!!!”
Ujang tak
bergeming, tanpa banyak bicara jemarinya mulai merayap, menggesek permukaan
vagina Mayang dengan gerakan menusuk. Awalnya cuma bagian ujungnya saja, tapi
lama kelamaan ujung jemari pemuda itu menerobos masuk kemudian mengocoknya.
Diperlakukan seperti itu sontak membuat Mayang kelejotan, tubuhnya bergerak
liar diiringi lenguhan manja dari bibirnya.
“Aaaccchh
Jaang….Kamu apain memekku??? Ouucchhh…Sssstt….”
“Ujang kocokin
Bu.”
“Ouucchhh…Enak
Jang…Enak….”
Kepolosan
serta keluguan pemuda itu seolah hilang begitu saja. Birahinya sebagai seorang
pria menuntun seluruh gerak tubuh serta perilakunya untuk bertindak diluar
batas kewajaran. Pada akhirnya jebakanku dengan Mayang berhasil membuat Ujang
larut dalam nafsunya sendiri. Ujang kini merubah posisi duduknya, pemuda itu
berpindah di sisi depan selangkangan istriku yang terbuka lebar. Sesaat dia
kembali mengobel memek Mayang sebelum akhirnya merundukkan kepalanya mendekati
liang senggama istriku.
Jemarinya
membuka celah bibir kemaluan Mayang yang basah, hidungnya mendengus-dengus
layaknya seekor anjing pelacak lalu diiringi lidahnya menjulur kasar dan mulai
menjilati permukaan vagina Mayang. Istriku mendesah sambil meremas-remas rambut
pemuda itu dan berusaha membenamkan kepala Ujang lebih dalam lagi. Ujang
sedikit kesulitan bergerak karena kedua paha Mayang ikut menjepit tubuhnya.
“Ouucchhh
Jang!! Iya di situ Jang! Jilatin di situ! Aaachh!!”
“Eeemmcchhhh…Eeemmchhhhh..”
Ujang berusaha mengatur nafasnya sambil terus menjilati vagina Mayang yang
semakin basah.
“Pinter banget
kamu Jang! Aaachh enak banget Jang!!” Ceracau Mayang tak karuan. Aku yang
menyaksikan adegan mesum itu dari layar laptop pun mulai ikut bernafsu, tak
sabar rasanya ingin segera ikut bergabung.
“Sakit Bu…”
Ujang menarik kepalanya, dengan wajah polos dia mengelap bibirnya yang basah
seraya menatap wajah istriku yang sudah memerah akibat gairah.
“Enggak Jang,
nggak sakit kok. Ini enak banget, kamu belajar darimana?” Ujar Mayang
penasaran.
“Da-Dari film
bokep Bu…” Jawab Ujang tersipu malu.
“Oh…Kamu suka
nonton film gituan ya?” Selidik Mayang, kini istriku bangkit duduk hingga
saling berhadapan dengan Ujang.
“Kadang-kadang
suka nonton Bu, kalo lagi senggang.”
“Hehehee, udah
nggak apa-apa Jang. Wajar kok, Ibu juga suka nonton film kayak gitu.”
“I-Iya Bu…”
“Terus, kok
kontolmu bisa gede banget kayak gini Jang? Pake obat ya?” Tanya Mayang seraya
meraih batang kontol Ujang yang masih mengeras sempurna. Sempat kaget, tapi
pemuda itu pada akhirnya hanya diam saja, tak melawan sedikitpun.
“O-Obat apa ya
Bu?” Tanya Ujang kebingungan, sementara jemari lembut Mayang mulai mengocok
kontolnya naik turun.
“Ya obat buat
gedein kontol, kamu kasih itu ya? Hmmm…Baru kali ini aku megang kontol sebesar
dan sepanjang ini, mana keras banget lagi.” Puji Mayang sambil terus
menggerakkan tangan kanannya naik turun.
“Enggak kok
Bu, Ujang nggak pernah ngasih apa-apa. Cuma memang Ujang sering coli, mungkin
karena itu bisa jadi gede kayak gini.” Suara Ujang terdengar lirih dan serak,
mungkin dia mulai tak tahan dengan kocokan Mayang pada batang kontolnya.
“Eeemmcchh…Pantes
kalo gitu. Kamu kalo coli seminggu berapa kali Jang?” Tanya Mayang kemudian.
“Ng-Nggak
tentu Bu…Ucchhhhhh…Ka-Kadang seminggu tiga kali…Eeemmcchhh..”
“Ouch, masih
normal itu Jang.”
“I-Iya
Bu…Sssstttt…..”
“Kenapa Jang?
Sakit ya?”
“Enggak Bu,
enak banget malah…”
“Kalo diginiin
enak nggak?”
Mayang berpindah posisi berada di antara kaki Ujang
memasukkan kontolnya ke dalam mulutnya. Ujang berbaring dan menikmati sepongan
istriku itu, sesekali melihat apa yang Mayang lakukan. Seperti yang
dibayangkan, rasa linu menyelimuti blowjob yang diberikan. Bibir tipisnya
mengecup lembut kontol Ujang lalu menuruni hingga pangkal kontolnya. Suaranya
terdengar cukup kencang, mirip dengan orang yang sedang menjilati es krim.
Ujang merapikan rambut panjang Mayang sambil menyaksikan wajah cantik istriku
yang sedang berada diantara kakinya.
"Awwhh…Hhmm
enak banget…" desah Ujang yang dijawab dengan lirikan Mayang.
Ujang terdiam
karena keahlian Mayang memainkan kontolnya. Ukuran kontol Ujang yang cukup
besar itu bisa ia masukkan hingga pangkal, artinya kontolnya masuk hingga dalam
kerongkongan Mayang. Saat ia mengeluarkan kontol Ujang dari mulutnya, torpedo
milik pemuda polos itu pun sudah berlumur cairan kontol dan ludah. Saat ia
mengocokkan kontol itu, rasanya sangat licin serta rasanya jauh lebih nikmat
dari yang Ujang lakukan sendiri. Merasa tak tahan dengan kenikmatan yang
dirasakan kontolnya, Ujang memohon,
"Ouucchhhh…Stop
Bu…”
“Kenapa Jang?
Mau muncrat ya?”
“I-Iya Bu…”
Ujang sampai harus memejamkan kedua matanya, seolah tak tahan dengan geliat
bibir Mayang pada batang kontolnya barusan.
“Hihihi..Ya
udah kamu masukin sekarang ya kontolmu.”
“Ma-Masukin
kemana Bu?” Tanya Ujang bak kambing congek yang tak tau apa-apa. Mayang makin
tergelak, dia sama sekali tak mengira jika Ujang akan sepolos ini.
“Kamu lucu
banget deh Jang!” Ucap Mayang sembari menyeka air matanya yang jatuh karena
tawa.
“Ma-maf
Bu…Saya belum pernah kayak gini…”
“Hah? Serius
kamu belum pernah ngewe???” Pekik Mayang tak percaya, sementara Ujang hanya
menggeleng pelan.
“Wah berarti
kali ini Aku dapat perjakamu dong Jang?”
“I-Iya Bu..”
Ujar Ujang lirih.
“Ya udah,
sekarang kamu masukin kontolmu ke sini ya Jang. Pekan-pelan aja, nanti Aku
bantuin.” Ucap Mayang seraya memposisikan tubuh sintalnya terlentang dengan
kedua paha yang terbuka lebar. Ujang menatap nanar permukaan vagina istriku
itu, seolah tau dengan apa yang akan dia lakukan sesaat lagi.
Posting Komentar
0 Komentar