KELUARGA ABSURD

 


GENRE : DRAMA EROTIC

JUMLAH HALAMAN : 213 HALAMAN

HARGA : Rp 30.000


PART 1

Di atas sebuah ranjang, seorang pria berusia 20 tahunan sedang menggeliat lalu kembali meringkuk di balik selimut tebal. Kedua matanya masih terpejam, larut dalam ketidakberdayaan alam bawah sadar yang masih terkungkung lelapnya tidur. Badannya yang atletis sama sekali tak mengenakan apapun, balutan kulit cokelat eksotis bisa terlihat jelas dibalik selimut tebal yang melindunginya dari dinginnya AC.

Pria itu bernama Rafi Fadlan Faisal. Setelah beberapa tahun silam lulus SMA dan memutuskan tidak melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah, Rafi menghabiskan waktu setiap hari untuk bermain game hingga larut malam. Maka jangan heran kalau saat semua penghuni rumah sudah beraktifitas di pagi hari, pemuda berusia 20 tahun itu justru masih mahsyuk menikmati mimpi.

Rafi adalah anak bungsu dari tiga bersaudara di keluarga Baroto. Dua kakak perempuannya, Nandita dan Angela hanya berjarak usia masing-masing 3 dan 6 tahun darinya. Nandita, anak sulung, sudah memiliki pekerjaan mapan sebagai salah satu brand manager di sebuah perusahaan keuangan. Sementara Angela saat ini sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan skripsi guna mendapat gelar sarjana hukum.

Rafi menjadi satu-satunya pria di keluarga Baroto setelah sang Ayah lima tahun lalu meninggal dunia akibat serangan jantung. Pak Baroto Wijaya, adalah seorang pengusaha sukses yang memiliki banyak jaringan bisnis. Sepeninggal dirinya, semua jaringan bisnis itu kini dikelola secara penuh oleh istrinya, Bu Diajeng Wijaya, wanita berusia 40 tahun namun masih terlihat segar dan energik.

Sebagai anak bungsu, sejak kecil Rafi memang selalu mendapat perlakuan istimewa dibanding dengan dua kakak perempuannya. Apapun yang diminta oleh Rafi, selalu dituruti oleh kedua orangtuanya. Maka jangan heran jika keistimewaan itu membuat Rafi tumbuh menjadi pribadi yang pemalas dan enggan bersusah payah untuk mencari kesibukan yang lebih bermanfaat dibandingkan menghabiskan waktu bermain game online. Lahir dan besar di sebuah keluarga kaya raya nampaknya membuat Rafi sangat nyaman berada dalam posisinya saat ini. Tanpa banyak tuntutan dan bisa hidup semaunya tanpa perlu merasa khawatir kekurangan uang. Sudah berkali-kali Ibunya menasehatinya tentang perilaku buruk tersebut namun berkali-kali pula Rafi seperti tak mengindahkannya.

Pintu kamar Rafi perlahan terbuka dari luar, seorang wanita berusia sekitar 30 tahunan masuk dengan raut wajah kikuk. Wanita tersebut adalah Mbak Yanti, salah satu asisten rumah tangga yang bekerja pada keluarga Baroto. Sesaat Mbak Yanti melihat sang tuan muda sedang terlelap di atas ranjang dan tak menyadari kehadirannya. Dengan sedikit mengendap, kaki Mbak Yanti mulai masuk ke dalam kamar. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri seolah sedang mencari sesuatu hingga akhirnya pandangan matanya terhenti pada sebuah keranjang plastik berbentuk anyaman yang teronggok di dekat pintu kamar mandi. Keranjang plastik tempat Rafi menaruh beberapa pakaian kotornya.

Wanita bertubuh sintal itu kemudian melangkah mendekati pintu kamar mandi, namun langkahnya terhenti ketika selimut Rafi tersingkap hingga mempertontonkan tubuh telanjang anak sulung keluarga Baroto tersebut.

"Gila! Gede banget!" Mbak Yanti reflek menutup mulutnya menggunakan tangannya sendiri saat melihat batang penis Rafi mencuat begitu saja. Tak hanya panjang dan besar, namun juga kekar. Itu adalah penis terbesar yang pernah dilihat oleh janda satu anak ini.

Mbak Yanti berusaha untuk mengalihkan pandangan matanya dari ranjang, dia kembali ke tujuan awal, mengambil pakaian kotor milik sang majikan untuk kemudian dicuci. Namun belum sampai tujuannya tercapai tiba-tiba Rafi terjaga dari tidurnya.

"Mbak Yanti?" Sambil mengucek ucek kedua matanya, Rafi bangkit dari atas ranjang. Masih dengan tubuh telanjang bulat pemuda itu melangkah mendekati Mbak Yanti, mebuat janda bertubuh sintal tersebut menjadi salah tingkah.

"Eh..Ma..Maaf Mas..Saya disuruh Ibu untuk ngambil cucian kotor Mas Rafi." Ujar Mbak Yanti, wanita itu menundukkan kepala, sama sekali tak berani menatap wajah Rafi yang kini berdiri berhadap-hadapan dengannya.

"Oohh, iya. Itu Mbak cucian kotornya." Sahut Rafi sambil menunjuk keranjang plastik di dekat pintu kamar mandi.

"Mbak Yanti kenapa malu-malu gitu? Kayak nggak pernah lihat kontol aja." Seloroh Rafi menggoda salah satu asisten rumah tangganya tersebut. Mbak Yanti makin salah tingkah.

"Ma..Maaf Mas. Saya ndak tau kalo..." Belum sempat Mbak Yanti melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba Rafi mendekap tubuhnya dari depan. Tanpa aba-aba pemuda tersebut memeluk kemudian menciumi leher Mbak Yanti.

"Eh..Eh..Mas! Jangan Mas..!!"

Mbak Yanti berusaha menolak tindakan mesum Rafi tapi sang tuan muda bergeming dan terus saja menghujami leher Mbak Yanti dengan ciuman brutal. Satu tanga Rafi bahkan mulai bergeral liar meremasi payudara janda bertubuh sintal tersebut.

"Ayolah Mbak, nggak usah malu-malu. Aku tau Kamu tadi liat kontolku kan?" Ujar Rafi mengacuhkan penolakan dari Mbak Yanti.

"Bu..Bukan begitu Mas! Saya ndak sengaja tadi...Eeemcchhh..!!"

Ciuman Rafi berubah posisi, kali ini dia menyasar bibir tipis Mbak Yanti, wanita itu berusaha untuk kembali menghindar tapi Rafi makin beringas. Penolakan Mbak Yanti makin membuat Rafi semakin bernafsu. Lidahnya kasar mencoba masuk ke dalam mulut Mbak Yanti sambil kedua tangannya meremas payudara pembantu rumah tangga tersebut.

"Tol..Tolong jangan Mas...Jang...aaannn..."

Pemberontakan Mbak Yanti seperti bertolak belakang dengan sikapnya yang mulai pasrah atas tindakan mesum sang tuan muda. Rafi makin leluasa melancarkan aksi bejatnya karena Mbak Yanti lambat laun pun mulai menikmatinya.

"Emmmcccchhh...Mas...." Lenguh manja Mbak Yanti terdengar lirih tatkala jemari kekar Rafi sudah menerobos ke dalam pakaiannya. Meremas bongkahan padat itu sembari memilin puting keras secara bergantian.

Tangan Mbak Yanti yang sedari tadi begitu penasaran akan kekarnya penis Rafi mulai ikut bergerak ke bawah, mencengkram pusaka sang tuan muda sebelum mengocoknya secara perlahan, naik turun dengan kecepatan konstan.

"Gede nggak?"

"Gede banget Mas... Saya baru megang kontol sebesar ini." Ujar Mbak Yanti malu-malu.

"Muat nggak kalo dimasukin mulut?" Tanya Rafi kemudian.

"Emmchhh, kayaknya bakal penuh banget mulut Saya Mas..." Mbak Yanti meliril ke bawah, bahkan genggaman tangannya tak bisa menguasai sepenuhnya batang penis milik Rafi.

"Cobain dulu ya..."

Rafi menarik tangan Mbak Yanti agar mendekati sisi ranjang. Pemuda itu duduk di tepian tempat tidur sementara Mbak Yanti berjongkok di bawah, memposisikan kepalanya tepat di hadapan selangkangan tuan mudanya.

"Ayo jilatin..." Perintah Rafi tak sabar menerima servis blowjob dari Mbak Yanti.

Tau apa yang diinginkan oleh sang majikan muda, Mbak Yanti mulai melakukan aksinya. Lidahnya mengular menyusuri tiap jengkal bagian penis Rafi. Mulai dari bagian pangkal hingga bagian ujung penis tak terlewat oleh liukan sensasi basah dan hangat dari lidahnya.

"Oocchhhh! Enak banget Mbak..."

Rafi sampai harus mendongakkan kepalanya akibat menahan nikmat permainan lidah Mbak Yanti. Jilatan janda bertubuh sintal itu kemudian makin turun ke bawah, kali ini dia menyasar kantong pelir, tanpa aba-aba Mbak Yanti langsung mengulumnya dengan ganas.

"Aachh! Fuck! Fuck!!" Teriak Rafi menahan ngilu pada kantong pelirnya.

Mata Mbak Yanti melirik genit pada wajah Rafi yang memberikan ekspresi  keenakan. Janda binal itu lalu meludahi telapak tangannya sendiri sebelum mulai menggenggam penis Rafi dan mengocoknya perlahan sambil terus memainkan lidah pada permukaan kantong pelir.

Mbak Yanti mendekatkan wajahnya ke penis Rafi. Melirik ke arah pemuda itu sebelum akhirnya ujung lidahnya mulai menjilati lubang kencing. Dimainkan ujung lidahnya di kepala penis. Dimasukkannya kepala kemaluan Rafi ke dalam mulutnya. Dihisapnya dengan kuat. Lalu Mbak Yanti memainkan kepala penis dengan lidahnya sambil tetap kepala penis masih berada dalam mulutnya.

Mbak Yanti melanjutkan dengan menjilati seluruh batang penis. Menjilati pangkal penis. Lalu didorongkannya penis Rafi hingga menyentuh perutku. Dijilatinya permukaan bawah penis, kemudian turun ke bawah dan dijilatinya buah zakar. Dihisap dan dikulumnya buah zakar Rafi satu per satu. Dimainkannya pangkal buah zakar itu dengan ujung lidahnya.

"Oocccchh!! Mbak!! Enak banget sumpah!"

Rafi tak tahan, segera dia jambak rambut Mbak Yanti dari atas hingga membuat kepala janda itu terdongak ke atas. Dengan sedikit kasar, Rafi langsung melesakkan kepala penisnya masuk ke dalam mulut Mbak Yanti.

"Eeemchh!! Eeemchh!! Emmchh!!"

Kedua mata Mbak Yanti sampai harus melotot karena menahan sesak mulutnya akibat desakan penis jumbo Rafi yang semakin kekar. Pemuda itu masih memegangi bagian kepala Mbak Yanti sembari menggerakkan pinggulnya maju mundur, memperkosa mulut Mbak Yanti.

"Aaarghhgt!! Sempit banget mulutmu Mbak! Aaarghhtt!"

Pipi Mbak Yanti sampai terlihat menggembul ketika bagian ujung penis Rafi bergeral liar di dalam mulutnya. Sesak dan membuat Mbak Yanti kesulitan untuk menghela nafas, namun Rafi bergeming dan malah makin mendesak batang penisnya agar tertelan seluruhnya di dalam rongga mulut pembantunya tersebut.

"HAAAAHH!!! HAAAHHHH!!! HAAAHH!!"

Mbak Yanti buru-buru mengambil nafas ketika Rafi tak sengaja membuat lepas batang penis dari dalam mulut pembantu bertubuh sintal tersebut. Air liur menetes di sela-sela bibir tipis Mbak Yanti, pun begitu pula dengan bagaian ujung penis Rafi yang ikutan basah oleh cairan saliva.

"Gila Kamu Mas! Brutal banget maennya!" Dengus Mbak Yanti kesal, nafasnya masih tersenggal beberapa saat.

Rafi masih belum tuntas, untuk kedua kalinya pemuda itu memaksa mulut Mbak Yanti kembali mengulum batang penisnya yang mengeras sempurna. Kali ini ajakan Rafi lebih lembut dibanding sebelumnya, kedua tangannya hanya mengelus bagian belakang kepala Mbak Yanti ketika mulut janda itu mulai melakukan tugasnya.

Penis kekar Rafi keluar masuk di dalam mulut Mbak Yanti, pelan namun menghanyutkan karena Mbak Yanti juga sesekali menghisapnya dengan kencang. Lenguhan serta desahan Rafi kali ini terdengar lebih teratur dan tak lagi liar meskipun birahinya sudah sampai di ubun-ubun. Selang beberapa lama, Rafi merasakan desakan ejakulasi sudah akan tiba. Tergesa dia meraih batang penisnya kemudian mengocoknya cepat, mengarahkan ujung bagian penis pada wajah Mbak Yanti yang bersimpuh di bawah tubuhnya.

"AARGGHTTT!!! AARGHHTTT! AKU KELUAR MBAK!!!"

Lenguhan panjang Rafi nyaris bebarengan dengan semprotan air maninya yang mengucur deras hingga membasahi sebagian besar wajah Mbak Yanti. Janda bertubuh sintal tersebut seperti sudah siap menerima semprotan sperma Rafi, maka hal itu sama sekali tak membuatnya jijik ataupun risih bahkan dengan sengaja dia juga menjilati cairan berwarna putih itu.

"Eeemcchh!!! Emmcchh!!! Banyak banget pejumu Mas...." Ujar Mbak Yanti sambil hanya tersenyum bangga mendengar pujian itu.

"RAFI!!! APA-APAAN INI?!!!"

Tiba-tiba tanpa mereka sadari, pintu kamar terbuka dan menampakkan sosok Bu Diajeng dengan wajah murka karena melihat perbuatan mesum anak bungsunya dengan sang pembantu. Panik, Rafi buru-buru meraih selimut dan menutupi tubuhnya yang telanjang bulat. Sementara Mbak Yanti tergesa berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan wajahnya yang belepotan cairan kental berwarna putih.

***

RAFI POV

Aku hanya bisa duduk tertunduk di tepian ranjang sambil memainkan layar ponsel. Setelah puas mengomeli Mbak Yanti kini giliranku untuk menerima dampratan Ibuku. Meskipun begitu, Aku bersyukur Ibuku tak sampai hati memecat Mbak Yanti karena ketauan bertindak mesum bersamaku. Setidaknya Aku tidak sampai merasa bersalah karena membuat seseorang harus kehilangan pekerjaan akibat nafsuku yang tak terbendung. Memang ini pertama kalinya Aku berani bertindak nekat pada Mbak Yanti, meskipun sejak beberapa tahun lalu Aku sudah sering mengintipnya saat mandi. Celakanya kejadian kali ini dipergoki Ibuku sendiri. Apes.

"Rafi! Apa-apaan ini?! Berani banget Kamu mesum di rumah sendiri! Sama pembantu lagi! Apa Kamu sudah gila?! Hah?!" Omel Ibuku dengan wajah merah padam.

"Khilaf Ma.." Jawabku singkat, jujur saja diomeli sepagi ini membuatku tidak terlalu bersemangat.

"Apa? Khilaf katamu?! Kalo sampai nanti Yanti cerita ke semua orang gimana?!! Mau ditaroh mana muka Mama kalo sampai ada yang tau kejadian ini?!" Ibuku nampaknya masih tak terima dengan penjelasan singkatku.

"Nggak mungkin lah Ma, Mbak Yanti nggak akan berani cerita ke orang-orang. Udahlah Ma, lupain aja kejadian ini, anggap aja nggak pernah terjadi. Lagian Mbak Yanti pasti udah takut karena Mama marahin tadi."

"Kamu ini dari dulu nggak pernah berubah ya Rafi? Selalu saja menggampangkan masalah! Nggak pernah berpikir panjang! Mau sampai kapan Kamu jadi kayak gini?! Hah?!"

Nada suara Ibuku makin meninggi, mungkin amarahnya memuncak saat melihat ekspresi santaiku. Ah masa bodoh, tapi kalo diliat-liat wajah Ibuku makin cantik kalau sedang marah. Pantas saja Richardnold dan Bagas, dua teman SMA ku, selalu menggodaku dengan menyebut Ibuku sebagai tante pemersatu bangsa.

Meskipun Ibuku sudah berusia 40 tahunan tapi wajah dan body nya sama sekali tak mencerminkan angka tersebut. Ibu terlihat lebih muda dan tentu saja cantik karena rajin mengunjungi salon untuk melakukan perawatan. Belum lagi postur tubuhnya yang kata Bagas bak gitar Spanyol, lekuknya sempurna di bagian pinggang. Kencang di bagian pantat, serta menghiurkan pada area payudara. Ibuku bak gitar yang siap dipetik untuk menghasilkan melodi kesempurnaan duniawi, begitu kira-kira yang sering dibicarakan oleh kedua sahabatku tersebut ketika bertemu dengan Ibuku.

"Rafi! Kamu dengar nggak apa kata Mama?!" Suara tinggi Ibu mengagetkanku dari lamunan.

"Iya ..Iya Mah, maaf...Rafi kan udah ngaku salah, udah minta maaf juga. Kenapa Mama masih marah-marah terus sih?"

"Kamu harus dihukum! Biar nggak seenaknya aja!"

Dihukum? Apa lagi ini? Jangan sampai uang bulananku distop cuma gara-gara aksi mesumku bersama Mbak Yanti! Ibu melangkah menuju pintu kamar lalu menutupnya sebelum kemudian menguncinya dari dalam.

Alangkah kagetnya aku tiba-tiba Ibu sudah berada di depanku. Tindakan dia selanjutnya yang membuat aku gugup gelagapan. Ditepisnya sedikit tangan kanan ku ke arah kanan, menarik sedikit roknya ke atas, lalu ditempatkan lututnya di samping kanan dan kiri pahaku, kemudian menempatkan pantatnya yang hangat di pahaku.

"Dasar anak nakal..." Desis Ibu diiringi senyuman menggoda.

"Mah! Apa-apaan sih..." Jujur saja ini tak hanya mengagetkanku tapi juga membuatku salah tingkah. Ada apa dengan Ibuku?

"Kamu penasaran sama ini kan?" Ucapnya sembari mengambil tangan kiriku dengan tangan kanannya dan menempatkannya di payudaranya yang besar. Namun saat ini tubuhku masih kaku, bingung untuk berbuat apa. Posisi jidatnya sekarang sudah bersentuhan jidatku.

"Cium bibir Mama sekarang!" Perintah Ibu disertai bibirnya menyasar bibirku.

Aku perlahan-lahan bisa menguasai tubuhku. Ciuman Ibu pun mulai aku tanggapi. Dimulai dengan kecupan-kecupan ringan dan dilanjutkan dengan pagutan-pagutan bibirnya dengan bibirku. Tanganku pun tidak mau ketinggalan. Keletakan ponselku yang daritadi aku genggam. Kemudian tangan kananku mulai meremas-remas payudara kiri Ibu yang masih ditutupi bra dan bajunya. Sedangkan tangan kiriku memeluk punggungnya dengan gerakan mengusap-usap. Remasan pertamaku di payudara kirinya cukup membuat Ibu tersentak keenakan.

Tangan kananku terus meremas-remas payudara kirinya. Tampaknya Ibu memakai bra yang cukup tipis, karena terasa di telapak tangan kananku kalau putingnya sudah mulai mengeras. Remasan tanganku pun berganti menjadi usapan-usapan di sekitar putingnya yang masih terlindungi baju dan bra-nya.

Puas bermain dengan payudaranya, kedua tanganku pun turun ke bongkahan pantatnya. Aku sedikit kaget, karena pada saat tanganku turun dari punggung ke arah pantatnya, aku tidak menemukan adanya tonjolan garis kain celana dalamnya.

"Mama nggak pake CD..." Ucap Ibu dengan nafas tidak teratur, menjawab kebingunganku.

Mendapat jawaban seperti itu, nafsu birahiku pun semakin tinggi. Aku angkat sedikit bongkahan pantatnya sambil kuremas. Kemudian aku tarik ujung bawah rok Ibu sampai dengan pinggulnya, sehingga kulit pantatnya sekarang langsung bersentuhan dengan celanaku.

Plak..

Aku tampar pantatnya dengan tangan kananku. Kemudian aku remas-remas kedua bongkahan pantatnya dengan kedua tanganku. Kuusap-usap pantat mulusnya. Perlahan-lahan jari tengah tangan kananku mulai bermain di sekitar dan di permukaan lubang anusnya. Mendapat sentuhan seperti itu, pantatnya mulai bergerak-gerak, bulu-bulu halus di pahanya pun mulai meremang.

"Geli, Rafi..... Sshh hhahh!!" Desahnya.

Tidak sampai di situ, jari tengahku merambah ke area vaginanya. Kuusap-usap dengan sentuhan ringan ke paha bagian dalam Ibu. Kumainkan jari tengahku ke ruang antara lubang vagina dan lubang anusnya. Di area itu kurasakan sudah basah, bukan basah karena air, tapi basah oleh cairan lendir sedikit lengket yang keluar dari lubang vaginanya.

Kulanjutkan aktifitasku dengan menusukkan satu ruas jari tengahku ke dalam lubang vaginanya yang sudah basah dan licin. Efeknya cukup membuat Ibu kembali tersentak dan memekik tertahan serta menghentikan ciumannya ke bibirku. Perlahan-lahan aku mulai menggerakkan jari tengah ku keluar masuk lubang vaginanya tapi hanya sebatas satu ruas jari dengan tempo yang bervariasi.

Aku lumat bibir Ibu yang masih menganga. Kutempatkan tangan kiriku di lehernya, menahan agar wajahnya tidak menjauhiku sehingga aku bisa tetap melumat bibirnya. Ibu juga tidak tinggal diam, tangan kirinya mulai meremas-remas batang kenikmatanku yang sudah mengeras tapi masih diselimuti celanaku dan celana dalamku.

Kemudian jari jemarinya mulai berusaha untuk membuka kancing dan resleting celanaku. Usahanya pun berhasil, kancing dan resliting telah terbuka sehingga tangan kiri Ibu dapat masuk ke dalam celana dalamku. Tangannya pun dengan bebasnya melanjutkan aktifitas meremas-remas batang penisku, tapi kali ini jarinya yang lembut langsung menyentuh batang penisku.

Jari tengah tangan kananku masih setia bermain di lubang vagina Ibu. Kali ini jariku juga mencari klitoris Ibu. Kudorongkan jariku ke arah klitorisnya dengan posisi satu ruas jari masih di dalam vagina. Dorongan jariku berakhir di klitoris Ibu, lalu kumainkan klitorisnya yang sudah mengeras itu dengan ujung jariku.

Tangan kiriku membelai dan mengusap punggung Ibu, tapi dalam posisi menelusup ke dalam bajunya, berusaha untuk mencari dan melepaskan kait penyangga payudaranya. Mengerti akan maksud dan tujuanku, Ibu mengangkat kedua tangannya ke atas. Kuhentikan sementara aktifitas tangan kananku di vaginanya, dan ikut membantu tangan kiriku untuk melepaskan baju dan sekaligus bra yang masih dikenakan Ibu.

"Wow!" Refleks bibirku berbicara sebagai apresiasi kekaguman atas ukuran payudara Ibu.

"Kenapa? Gede ya?" Goda Ibu sambil mengedipkan mata kirinya.

Terpampang jelas di hadapanku dua bongkahan bulat besar  berwarna kecoklatan, dihiasi bulu-bulu halus dengan areola berwarna coklat gelap dan puting seukuran ujung jari kelingkingku.

Kusergap kembali bibir Ibu dan kucium dengan ganas diiringi permainan tangan kananku yang meremas-remas dan memilin-milin puting kirinya. Ciumanku bergeser menuju pipi kirinya, kemudian ke arah bawah telinga kirinya, berlanjut ke leher bagian kirinya. Tangan kiriku berada di punggungnya menahan tubuhnya agar tidak terdorong jatuh ke belakang, sementara tangan kananku masih dengan asyiknya memilin dan meremas payudara kiri Ibu.

Posisi duduknya sudah tidak di atas pahaku lagi, melainkan sudah di pangkal pahaku. Vaginanya tepat berada di penisku yang masih terbalut celana boxer tipis dengan kepala penis sudah sedikit keluar dari bungkusnya. Pinggul Ibu mulai bergoyang untuk menggesek-gesekkan vaginanya pada batang penisku. Cairan vaginanya membasahi celanaku dan kepala penisku. Ibu mengerang saat puting kanannya kukulum dengan ganasnya. Jari tengah tangan kananku pun beraksi lagi menusuk-nusuk lubang kenikmatannya, membuat gesekannya semakin cepat dan liar.

"Terus Rafi, teruussh...!" Racaunya.

"Aach! Aaach....Aach!" Desahan Ibu diiringi gerakan pinggulnya semakin cepat. Kupercepat tusukan jari tengahku. Lalu....

"Aaacchh...!!!" Jerit Ibu tertahan. Badannya pun mengejang, tangan kanannya menjamah rambutku membenamkan kepalaku dalam payudaranya, tangan kirinya menarik tangan kananku dari area vaginanya.

"Gila, Mama squirt?!" Pekikku takjub. Ibu hanya tersenyum, menikmati orgasmenya. Tubuhnya masih kaku mengejang dengan tangan kanannya masih tetap menjambak rambutku. Tubuh Ibu perlahan mulai melemas. Disentuhnya kedua pipiku dengan kedua tangannya. Diciumnya bibirku.

"Dasar anak nakal, harusnya Mama yang hukum Kamu tapi kenapa malah Kamu yang ngehukum Mama?" Ujar Ibuku dengan tatapan syahdu, larut dalam birahi.

"Sekarang buka celanamu, sekarang ganti Mama yang menghukummu!" Ucapnya lagi.

Tangan kanan Ibu kemudian mengusap-usap perutku. Aku pun melepaskan kaos yang kupakai dan melemparkannya ke tempat tidur. Sepertinya pagi ini Aku harus memuaskan dua wanita dewasa sekaligus setelah sebelumnya tadi dengan Mbak Yanti, kini giliran Ibuku sendiri.

Ibu mencium bibirku kembali. Melumat bibir atas dan bawahku berulang kali. Perlahan ciumannya berubah menjadi kecupan. Kecupannya bergeser ke pipi kiriku, beralih ke leherku. Seiring aktifitas Ibu itu, posisi duduknya juga mulai bergeser dengan menempatkan bokongnya di ujung kedua pahaku dekat lutut.

Kuarahkan kepalanya dengan tangan kananku ke arah dadaku sebelah kanan. Putingku sebelah kanan merupakan titik yang paling sensitif di bandingkan puting kiriku. Ibu pun memperlakukan puting kananku seperti halnya terhadap puting kiriku, memainkan ujung lidahnya di putingku dan mengulumnya lembut.

Mendapat perlakuan seperti itu, nafsu birahiku semakin bergejolak. Kumainkan payudara kanan Ibu dengan tangan kiriku. Keremas-remas dan kupilin-pilin puting kanannya. Sementara itu, tangan kananku tetap berada di tengkuknya.

Rangsangan demi rangsangan yang diberikan Ibu kepadaku terus dilakukan. Kecupannya juga menjalar ke arah perutku. Lalu Ibu menurunkan kaki kirinya dari ranjang dan meletakannya di antara kedua kakiku. Dibukanya kaki kanan dan kiriku, kemudian diturunkan kaki kanannya, sehingga sekarang kedua kakinya berada di lantai di antara kedua kaki dengan menjadikan kedua lututnya sebagai tumpuan badannya.

Dilorotkannya celanaku sekaligus sampai sebatas pahaku dengan kedua tangannya. Batang kemaluanku yang telah mengeras kaku pun langsung mencuat menunjuk tegak ke atas begitu terbebas dari himpitan celana dalamku.

"Hmmm, gede banget. Persis seperti punya Papamu dulu..." Ucap Mama lirih.

"Iiihh! Apaan sih Mah?" Protesku tak terima dibanding-bandingkan dengan orang lain meskipun itu mendiang Ayahku sendiri.

Dipegangnya batang kemaluanku dengan kedua tangannya yang halus. Dikocoknya perlahan-lahan batang penisku. Matanya terlihat sayu melihat penisku. Ibu mendekatkan wajahnya ke penisku. Melirik ke arahku sebelum akhirnya ujung lidahnya mulai menjilati lubang kencingku. Dimainkan ujung lidahnya di kepala penisku. Dimasukkannya kepala kemaluanku ke dalam mulutnya. Dihisapnya dengan kuat. Lalu Ibu memainkan kepala penisku dengan lidahnya sambil tetap kepala penisku berada dalam mulutnya.

Dia melanjutkan dengan menjilati seluruh batang penisku. Menjilati pangkal penisku. Lalu didorongkannya penisku hingga menyentuh perutku. Dijilatinya permukaan bawah penisku, kemudian turun ke bawah dan dijilatinya buah zakar. Dihisap dan dikulumnya buah zakarku satu per satu. Dimainkannya pangkal buah zakarku dengan ujung lidahnya.

Ibu mencoba mengangkat kedua kakiku dengan memegang bagian belakang lututku dengan kedua tangannya. Aku pun ikut membantunya dengan mengangkat kedua kakiku dan menekuknya seperti posisi setengah jongkok. Kemudian dimainkannya lubang anusku dengan ujung lidahnya. Disapunya seluruh permukaan lubang anusku.

Kutempatkan tangan kananku di kepala Ibu. Sambil ku usap rambutnya yang lurus sebatas bahu. Mulutnya mulai menelan penisku. Tidak sampai seluruhnya, mulutnya terlihat kesulitan saat mencapai pertengahan batang kemaluanku yang menggemuk. Terus dia berulang kali memasukkan dan mengeluarkan penisku dalam mulutnya. Aku ingin sedikit memberikan pelajaran kepadanya. Kutahan kepalanya pada saat dia akan mengeluarkan penisku dari mulutnya. Kutekan kepalanya sampai batas maksimal tenggorokkannya.

"AARGGHHTTT!! ARGGHHTTT!!!"

Kulonggarkan tekanan tanganku di kepalanya, dia pun kembali mengocok penisku dengan mulutnya. Semakin cepat dia mengocok penisku. Hingga aku merasakan penisku mulai berkedut, menandakan sebentar lagi aku akan mencapai klimaks. Segera kuangkat kepala Ibu untuk melepaskan mulutnya dari penisku. Lalu kutarik tubuhnya untuk kembali berada di pangkuanku. Tangan kanannya mencoba mengarahkan penisku ke vaginanya. Kutahan badannya agar tidak mendekati batang kemaluanku.

"Sabar dong Mah...." Godaku genit. Selanjutnya aku mendudukkan Ibu ke samping kiriku. Aku pun bangkit dari duduk. Mengerti apa yang akan aku lakukan, Ibu membuka lebar-lebar selangkangannya.

Sekarang terlihat jelas pemandangan indah dari tubuh Ibu. Payudaranya yang besar dan perutnya yang mulus tanpa cacat. Vagina Ibu yang berwarna coklat sedikit gelap itu nyaris gundul seluruhnya, hanya ada bulu kemaluan yang sedikit lebat di bagian atas vaginanya, sedangkan kanan kiri bibir vaginanya bersih dari bulu, pantas saja aku tadi tidak merasakan adanya rambut-rambut halus pada saat memainkan vaginanya dari belakang.

Aku memposisikan diri di depan vaginanya dengan berdiri dengan kedua lututku, kemudian duduk di ataa kedua tumitku. Mulai kuciumi paha bagian dalam paha kirinya menuju pangkal pahanya. Kucium dan kukecup perlahan-lahan hingga rambut-rambut halus pahanya berdiri merinding. Sudah tercium bau khas milik kemaluan seorang vanita. Kujilati pangkal paha sebelah kiri Ibu. Kumainkan dengan ujung lidahku. Terlihat vagina Ibu yang kembali basah oleh cairan kenikmatannya. Desahannya pun kembali terdengar jelas.

"Occhh Rafi!! Mama udah ngga tahan!!" Ucapnya sambil mengarahkan kepalaku dengan tangan kanannya menuju vaginanya.

Aku tidak langsung menuruti permintaannya. Kali ini kumainkan pangkal pahanya sebelah kanan dengan ujung lidahku. Aku sengaja membuatnya sedikit penasaran sehingga nafsunya akan semakin meledak. Kembali kukecup dan kucium paha kanannya bagian dalam, kujilati garis-garis halus selulit Ibu dan balik perlahan mengecup pangkal pahanya sebelah kanan.

Kulingkarkan kedua tanganku melewati kedua pahanya, sehingga kedua paha Ibu berada di atas lenganku dan kedua tanganku bisa dengan leluasa memainkan kedua payudara Ibu. Kutarik pantat Ibu supaya lebih mendekati wajahku. Kumainkan klitorisnya dengan ujung lidahku. Kutekan-tekan dan kusapu dengan ujung lidah.

Terlihat sedikit mulut vagina Ibu yang telah terbuka berwarna merah sedikit kecoklatan. Kumasukkan lidahku ke dalam lubang kenikmatannya yang sudah basah kuyup itu disertai remasan dan pilinan kedua tanganku di kedua payudaranya. Dia pun meremang sedikit mengangkat pantatnya. Tangan kanannya menjambak rambutku, menahan agar kepalaku tetap berada di vaginanya, tidak mengizinkanku untuk mengehentikan aktifitas di vaginanya.

Terus dan terus kusapu bagian dalam lubang vaginanya dengan sesekali kuhisap bibir vaginanya dan sedikit kutarik keluar dengan menggunakan mulutku. Kumainkan juga ujung hidungku menekan-tekan klitorisnnya mengikuti iOm Hendra permainan lidahku, hingga membuat vagina Ibu semakin basah. Kuhisap cairan kenimatan yang keluar dari vaginanya.

"Ooochhh Rafi! Please masukin aja sekarang kontolnya...Mama nggak tahan!" Ibuku sampai harus merengek memohon agar Aku segera menyetubuhinya sekarang juga.


Posting Komentar

0 Komentar