RITUAL

 



SINOPSIS:

Shavia harus melakukan sebuah ritual khusus untuk membentengi dirinya dari sasaran korban pria misterius yang mencari mangsa meniduri serta membunuh wanita-wanita muda.

Hal yang tidak diketahui Shavia adalah ritual khusus itu ternyata akan membuatnya dalam belenggu birahi yang pelik.

Genre : Horror Erotic

Format : File PDF

Jumlah Halaman : 54 Halaman

Harga : Rp 10.000


PROLOG


Suara derit pegas springbed terdengar mengikuti gerak ranjang kala sepasang manusia berlainan jenis sedang bercinta dengan hebat di atasnya. Sang gadis berambut hitam panjang dengan lekuk tubuh ramping tanpa sehelai benangpun menatap manja ke arah pasangannya. Kulit sawo matang cerah gadis itu tampak berkilau berbasuh keringat, ia mendesahkan kenikmatan di setiap gerakan pinggulnya. Gadis itu terus mendesah seiring liukkan tubuhnya yang semakin kencang. Beradu nafas dengan pria yang kini berbaring di bawahnya, mengejar kenikmatan duniawi yang sukar dilukiskan.

“Aku… mau… keluar…” Ujar sang pria di sela nafasnya yang memburu.

“Nghh… jangan di dalam…” Timpal sang gadis yang alih-alih berhenti, ia malah mempercepat liukan pinggulnya.

Sang pria mengangkat punggungnya, kedua tangannya memeluk tubuh sang gadis dan dengan cepat posisi mereka berpindah menjadi yang biasa disebut missionaris atau konvensional dimana kini sang prialah yang berada di atas dan mengambil kendali. Tanpa banyak kata-kata, tanpa banyak ancang-ancang, sang pria menghentakkan pinggulnya dengan kencang berulang kali. Membuat tubuh sang dara melejit menjerit dalam kenikmatan yang tak terbantahkan lagi.

Dan dalam satu hentakan kuat, diikuti erangan dari keduanya, menjadi iringan merdu berakhirnya persetubuhan mereka. Sang gadis masih memekik pelan, matanya menatap pasrah ke arah sang pria saat kedutan demi kedutan dinding kewanitaannya menyambut semprotan-semprotan hangat dalam rahimnya. Tubuh sang pria ambruk di atasnya. Nafas mereka masih tersengal-sengal. Dengan lembut sang gadis mengusap punggung telanjang pasangannya, seolah mengapresiasikan rasa terima kasih atas kenikmatan yang baru saja diberikan.

Sang pria berguling pelan ke samping sang gadis. Menatap langit-langit kosong sebelum beranjak duduk di atas ranjang, masih di sebelah tubuh menggoda sang dara yang baru saja ia nikmati.

“Sembilan puluh sembilan.” Ujar Sang pria lirih diantara nafasnya yang sudah mulai teratur. Lirih namun cukup jelas untuk sampai ke telinga sang gadis.

“Mmh?” Sang gadis bertanya malas sebelum dengan satu gerakan cepat, sang pria menutup wajahnya dengan bantal. Membuatnya kesulitan bernafas. Gadis itu terus meronta, menjerit, namun semua rontaan dan jeritnya teredam oleh bantal tebal. Tidak lama kemudian jeritan dan rontaan itu berhenti. Begitu pula detak jantungnya.

***

Shavia tersenyum saat gadis pelayan datang membawa matcha float pesanannya. Jari jemarinya yang sedari tadi asyik menari di atas keyboard notebook miliknya terhenti untuk beberapa saat. Setelah memastikan semua pesanan telah tersedia, gadis pelayan itu mohon diri dengan sopan. Shavia merespon tata krama gadis pelayan tersebut dengan mengucapkan terima kasih.

Jari lentik gadis penulis cerita misteri tersebut menyendok ice cream yang menjadi topping minumannya. Ia sangat menyukai aroma matcha yang bagi sebagian orang terasa seperti kotoran burung. Gadis itu berhenti mendadak saat ia merasakan hawa dingin ganjil mengelus tengkuknya. Sebuah perasaan yang ia alami beberapa kali dalam sebulan ini. Shavia meletakkan sendoknya dan memandang sekeliling, mencoba mencari sesuatu yang tidak biasa. Namun ia tak menemukan satu kejanggalan apapun. Shavia menarik nafas panjang dan kembali menyendok minumannya.

“Hai.”

Shavia menjatuhkan sendoknya ke lantai kafe, menimbulkan kegaduhan kecil karena terkejut dengan sapaan seorang pria yang tidak dikenalnya. Dia benar-benar tidak melihat atau menyadari kedatangan pria itu sebelumnya. Shavia melayangkan pandangannya ke arah suara dan menemukan sesosok pria berambut rapi, dengan kemeja dan celana jeans yang tak kalah rapi. Pria itu tersenyum.

“Maaf, aku tidak bermaksud mengejutkanmu.” Pria itu berjongkok mengambil sendok yang dijatuhkan oleh Shavia. Memberi isyarat pada pelayan untuk membawakan sendok bersih.

“Ah ya, aku terkejut.” Timpal Shavia.

“Kau sendiri? Boleh aku menemani?”

“Tidak, terima kasih.” Shavia menggeleng. Gadis pelayan datang dan memberinya sendok bersih.

“Aku sedang menunggu seseorang.”

“Namaku Bima.” Pria itu memperkenalkan diri tanpa mempedulikan isyarat penolakan dari Shavia.

“Kau Shavia kan?” Shavia memandang ke arah Bima dan mengernyitkan dahinya.

“Kau mengenalku?”

“Aku melihat namamu di daftar pesanan.” Jawab sang pria tenang.

“Maaf, tapi aku sedang sibuk.” Shavia kembali mengalihkan perhatiannya pada notebook miliknya.

“Oke, tapi mungkin kita bisa…”

“Ada masalah? Shavia?” Suara pria lain memecah pembicaraan antara Bima dan Shavia.

“Joe!” Shavia tersenyum.

“Kenapa lama sekali?”

“Aku harus mampir ke rumah Nenekku, ada barang-barang antik yang sedang dalam penawaran. Aku sudah memberitahumu lewat SMS, kan?” Joe beranjak ke kursi tepat di hadapan Shavia.

“Siapa pria ini?” Tanya Joe sembari memandang tajam ke arah Bima.

“Namaku Bima.” Bima mengulurkan tangannya untuk berjabat. Joe memandang tangan tersebut tanpa bereaksi.

“Kenalanmu?” Tanya Joe pada Shavia. Shavia menggeleng.

“Dia menganggumu?” tanyanya lagi, kali ini Joe melemparkan pandangan mengancam ke arah Bima.

“Aku tidak bermaksud mengganggu,” Bima tersenyum tenang.

“Kalau begitu, pergilah. Kami ada urusan.” Usir Joe. Bima tersenyum dan mengangguk mengerti.

“Sampai jumpa lagi, Shavia.” Ujarnya sebelum berbalik meninggalkan kafe.

Joe mengambil duduk tepat di hadapan Shavia, tidak lama kemudian seorang gadis pelayan datang membawa expresso pesanannya.

 “Sepertinya kau memiliki fans.” Goda Joe yang ditimpali oleh tawa renyah Shavia.

“Kau masih sibuk dengan barang-barang antik milik nenekmu?” Tanya Shavia kemudian.

“Apa ada cerita mistis yang menarik?” Joe mengangkat bahunya.

“Bagaimana dengan guci tua yang penuh kutukan?” Ia menawarkan materi cerita untuk ditulis Shavia.

“Terlalu umum.” Shavia menggeleng seraya menyendok kembali float-nya.

“Aku butuh sesuatu yang baru, yang bisa dikombinasikan dengan mitos dan kriminal.”

“Seperti sebuah pemujaan?” Joe menuangkan sebungkus gula ke expresso miliknya.

“Sebuah ritual?”

“Semacam itulah.”

“Aku bisa menunjukkan buku tua milik Nenekku. Aku pernah membacanya sekilas. Buku aneh tentang sihir dan ritual. Isinya bukan hal yang baik, sebagian besar.”

“Contohnya?”

“Ritual memanggil roh yang memerlukan darah bayi yang lahir di bulan purnama, ritual yang membuat kita jadi kebal dengan mengkonsumsi darah orang yang baru saja meninggal.”

“Kedengarannya menarik!” Mata Shavia berbinar. Seolah ia telah mendapatkan pencerahan inspirasi. 



Posting Komentar

0 Komentar