MY DICK
SINOPSIS:
CHAPTER
1
Aku memandang
layar monitor laptop dengan nanar, tangan kananku masih bergerak naik turun
mengocok kontolku dengan kecepatan sedang. Di depanku Sora Aoi sedang melayani
kontol dua pria Jepang, bentuknya tidak besar dan diblur. Fuck lah memang bokep
Jepang ! Beruntung ekspresi dan acting Sora Aoi menyelamatkan kualitas bokep
ini, sangat merangsang , apalagi bentuk tubuh bintang porno idolaku ini
mendekati kata perfect.
Montok
Putih
Bahenol
Desahan Sora
Aoi semakin menjadi ketika kontol salah satu aktor melakukan penetrasi di dalam
vagina dengan kecepatan tinggi. Sora Aoi mendesah, mengerang, dan berteriak
kenikmatan. Mulutnya kemudian disumpal satu kontol lagi, dengan posisi
doggystyle artis bokep Jepang ini dipaksa untuk melayani dua kontol sekaligus,
satu di dalam vaginanya, satu lagi di dalam mulutnya.
Erotis !
Satu kata itu
yang ada di dalam otakku, gerakan tanganku semakin cepat mengocok batang
kontolku sendiri yang ukurannya jauh lebih panjang dan besar dibanding dua
aktor bokep yang sedang Aku tonton saat ini.
"Uuggghh!!!
Ugghhtt!! Pelan-pelan Bosku!!!"
"Diem Lu!
Gue lagi enak banget nih!"
"Enak
sih enak Bos! Tapi Gue jangan dicekek kayak gini dong!! Lu nyiksa Gue
Bos!"
"Diem!
Berisik banget Lu!"
Aku tidak
mempedulikan protes si Jalu, sebutan yang Aku berikan untuk kontol
kesayanganku. Tanganku bergerak semakin cepat, Sora Aoi berteriak semakin
kencang, tubuh montoknya bergoncang-goncang mengikuti irama tusukan kontol dari
aktor bokep Jepang yang menyetubuhinya dari belakang.
"Aaww!!
Bos! Pelan Bos!! Gue mau muntah ni!!!"
"Udeehh!!
Diem Lu!!"
Sora Aoi
merubah posisinya, kali ini dia terlentang di atas ranjang, kedua pahanya
terbuka lebar, seolah menantang untuk dua aktor bokep lain untuk segera
melesakkan batang kontol ke dalam vaginanya yang sudah sangat basah. Aku
menelan ludahku sendiri ketika vagina Sora Aoi kembali dijejali kontol, aktris
bokep itu kembali mendesah keenakan menikmati tiap sodokan yang diberikan oleh
kontol lawan mainnya.
"Bos!
Buruan keluarin Bos! Gue udah pusing banget nih! Uughhtt!!!"
Jalu kembali
merajuk, Aku masih tak mempedulikannya, Aku masih menunggu momen yang tepat
untuk memuntahkan spermaku, momen dimana Sora Aoi mendapatkan orgasme, momen
yang sebentar lagi mungkin akan bisa Aku lihat.
"Aaaachhh!
Aaacchhh! Kimochiiii......!! Aaachh!!!"
Benar
dugaanku, Sora Aoi berteriak kencang, kamera mengarah pada jemarinya yang
meremas ujung sprei ranjang. Aktris idolaku itu telah mendapatkan orgasmenya,
lawan mainnya masih menggenjot tubuh Sora dari atas dengan kecepatan tinggi
lalu menahan pinggul Sora yang melenting ke atas.
"Aaaacchh!!!
Aaaacchh!!! Ikeh..! Ikeehh !! Kimochiii!!"
Detik
berikutnya Aku merasakan dorongan kuat dari dalam tubuh Jalu, dorongan yang
sekian tahun akrab Aku rasakan. Dengan sekali sentakan tangan muncratlah lahar
hangat berwarna putih dari dalam kontolku.
CROOTTT
CROOTTT
CROOTTT
"Ugghtt!!!"
"Pueh!!
Puehh!!"
"Eemmcchh!!!
Eemmchhhh!!"
"Kelakuan
Lu Bos ! Selalu nyiksa Gue tiap malam ! Masih mending kalo Gue disuruh
silaturahmi ke dalam meki, nah ini dicekek mulu pake tangan !"
"Banyak
protes Lu !"
"Makanya
cari cewek dong Bos ! Lu apa nggak kasian sama Gue yang tiap malem Lu urut mulu
pake tangan Lu yang kasar ? Kalo badan Gue lecet gimana ?" Jalu
sepertinya masih ingin meneruskan perdebatan, badanku sudah cukup lemas setelah
memuntahkan sperma barusan hingga malas menanggapi protes dari kontol
kesayanganku ini.
"Iyeeee,
nanti Gue cari cewek ! Bawel amat Lu jadi kontol!" Hardikku sambil
membersihkan kepala Jalu menggunakan tissu basah.
"Bukannya
ape-ape nih Bos, tapi kebanyakan coli itu nggak baik buat kesehatan otak Lu
!"
"Sok tau
Lu !"
"Yeee,
dibilangin kontol kok malah nggak percaya."
"Kalo Gue
dengerin Lu, Gue kayak orang gila dong?"
"Nah
ini Lu ngobrol sama Gue !"
"Iya juga
ya ? Hahahahaha!"
Kami berduapun
tertawa terbahak-terbahak, entah tetangga kosku ada yang mendengarnya atau
tidak.
*****
Sasa, wanita
bertubuh sintal, salah satu anggota divisi marketing, rekan kerjaku,
sedang melakukan presentasi di hadapan kami anggota team yang
lain. Sudah hampir 20 menit Sasa menjelaskan idenya tentang strategi marketing
yang harus dilakukan perusahaan kami
agar bisa bersaing dengan perusahaan property yang lain. Di ruangan ini
selain Aku juga ada Arya,Bimo, Rahmat, dan tentu saja kepala tim divisi
marketing Ibu Cecilia, wanita cantik berusia 35 tahun yang sebenarnya tidak
pantas disebut Ibu-Ibu karena penampilannya terlihat jauh lebih muda dibanding
usianya. Mereka sedari tadi menyimak tiap kata yang keluar dari bibir sexy
Sasa, mungkin hanya Aku yang tidak fokus.
Penampilan
Sasa lah penyebabnya, meskipun ini bukan pertama kalinya Sasa berpenampilan
sexy saat berada di kantor, tapi kali ini berbeda. Rok mini yang dikenakannya
mencetak begitu jelas bagian bawah tubuh rekan kerjaku yang berusia 26 tahun
ini. Belum lagi perpaduan kemeja pendek
putih dan kacamata minus tipis yang membuatnya terlihat semakin sensual.
"Sexy
banget ya Bos?" Jalu yang sedari tadi sudah berontak mulai mengeluarkan
unek-uneknya, seolah dia tau apa yang sedang Aku pikirkan.
"Pantat
Sasa keliatan bulet banget Bos!! Bayangin kalo kepala Gue bisa silaturahmi di
belahan pantat bulet itu Boss!! Empuk dan hangat !"
"Bos,
Lu kok diem aja sih?! Lu nggak liat Gue udah sesak banget di bawah sini? CD Lu
bikin Gue tersiksa Bos!! Sempit banget! Gue nggak bisa bernafas Bos!!"
"Diam!"
Tanpa sadar
Aku meneriaki si Jalu yang sudah sedari tadi berontak dan cerewet. Teriakan
yang membuat semua orang di ruangan ini mengarahkan pandangannya kepadaku,
termasuk pandangan tajam Bu Cecilia.
"Nah
kan, kena deh." Kata si Jalu sembari beringsut dan kembali melemas di
dalam sangkar.
"Ada apa
Sur? Apa ada yang ingin Kamu tambahkan di presentasi Sasa?" Tanya Bu Cecilia, Aku memutar keras otakku
agar bisa menjawab pertanyaan itu dengan sangat-sangat rasional.
"Ehmm,
anu Bu... Saya setuju dengan strategi yang dipaparkan oleh Sasa. Tapi Saya
punya ide lain yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan lain." Jawabku,
dadaku seperti bergemuruh, si Jalu membuat hariku kali ini berada di ujung
tanduk. Sekali lagi Aku memutar keras kepalaku agar bisa memberikan jawaban
cerdas.
"Well,
silahkan kemukakan idemu." Perintah Bu Cecilia sambil menatap wajahku yang
tampak kikuk.
"Ehmm,
begini Bu. Perluasan kawasan property di wilayah tengah Kota memang
sudah tidak mungkin karena keterbatasan lahan. Tapi menurut Saya, semua itu
bisa kita lakukan dengan merubah strategy pembiayaan property di perusahaan
kita." Aku mengambil nafas sesaat, penderitaanku belum akan berakhir jika
argumenku terdengar bodoh.
"Ok,
lanjutkan." Kata Bu Cecilia, memerintahkanku untuk meneruskan
penjelasanku.
"Maksud
Saya begini, bagaimana jika mindshet tentang pembiayaan tanah dirubah menjadi
pembiayaan apartemen atau ruko yang jumlahnya mulai banyak di tengah kota
?"
"Dengan
kalkulasi perhitungan yang tepat, Saya pikir jumlah uang yang selama ini kita
buang untuk pembelian tanah di area straregis bisa dikonversikan untuk
pembelian atau penyewaan apartemen dan ruko."
Bu Cecilia
menatap wajahku dengan tatapan serius, pun begitu dengan empat orang lain yang
berada di ruangan itu. Jantungku berdegup kencang membayangkan apa yang akan
terjadi selanjutnya.
"Siap-siap
dibakar massa Bos..." Kata Jalu sambil beringsut di dalam CD ku.
"Bravo!
Bravo! Bravo !" Pekik Bu Cecilia sambil bertepuk tangan perlahan, tepukan
tangan yang diikuti olegh 4 rekan kerjaku yang lain dengan raut muka yang tidak
ikhlas. Sepertinya Aku selamat hari ini.
"Saya
suka dengan idemu ! Ok, sebagai penutup Saya ingin Surya dan Sasa membuat
proposal teknis untuk Saya ajukan ke dewan direksi minggu depan." Kata Bu
Cecilia, Sasa menatapku dengan tatapan " Why You bitch?" .
"Ta..Tapi
Bu..?"
"Tapi
kenapa Sa ?" Potong Bu Cecilia.
"Maksud
Saya apa tidak lebih baik jika kami membuat proposal strategi sendiri-sendiri
biar tidak rancu nantinya." Sasa mencoba mendebat keputusan Bu Cecilia,
sepertinya wanita cantik itu tidak ingin membuang waktunya untuk bekerjasama
denganku.
"Kali ini
Saya ingin kalian berdua berkolaborasi, akan lebih baik jika anggota divisi
marketing yang lain juga ikut membantu. Ingat, divisi marketing harus
mengedepankan kerjasama team." Sasa tampak pasrah setelah mendengar
perintah Bu Cecilia.
"Oke,
kita sudahi meeting hari ini, Saya tunggu progres proposalnya. Good job
Surya." Ucap Bu Cecilia sebelum meninggalakan ruang meeting. Aku menghela
nafas panjang, karirku kali ini selamat dari ancaman PHK akibat pemberontakan
Jalu.
"Puas Lu
?!" Tiba-tiba Sasa sudah berada di dekatku, menghardikku dengan kasar.
"Pu..Puas
kenapa Sa?" Tanyaku.
"Lu udah
bikin presentasi Gue berantakan ! Trus sekarang Gue harus kerja bareng sama Lu
?! Hhhhh!!!" Sasa tampak begitu marah terhadapku.
"Te..Tenang
dulu Sa, Gue nggak bermaksud kayak gitu." Kataku mencoba menenangkan emosi
Sasa.
"Alah !
Pokoknya Gue nggak mau ngerjain proposal ini sama Lu ! Kalo Lu mau kerjain aja
sendiri !" Hardik Sasa sambil membanting map proposal tepat di hadapanku,
setelah itu dia pergi dari ruang meeting dengan bersungut.
"Kenapa
jutek amat ya Bos? Kayaknya punya problem yang sama kayak ente tuh Bos ! Kurang
ewe !" Jalu kembali ikut berkomentar, kalau bukan titid kesayanganku,
mungkin kepalanya udah Aku tukar dengan helm SNI biar nggak banyak komentar.
******
Selesai meeting
Aku kembali melakukan rutinitasku sebagai seorang karyawan di sebuah
perusahaan property, rutinitas yang sudah Aku lakukan selama 2 tahun terakhir
ini. Selesai kuliah, Aku mencoba melamar kerja di banyak tempat termasuk di
tempat kerjaku sekarang ini. Setelah banyak melalui proses interview
akhirnya Aku diterima di perusahaan ini. Awalnya Aku ditempatkan di bagian legal,
tapi karena satu tahun yang lalu ada restrukturisasi di perusahaan ini akhirnya
Aku dimutasi ke bagian marketing.
Dari bagian legal
berpindah ke bagian marketing tentu menjadi tantangan tersendiri
untukku, bukan saja karena jobdesk yang sangat jauh berbeda, tapi juga karena
Aku harus beradaptasi dengan orang-orang baru. Jika di bagian legal dulu
Aku tak banyak berinteraksi dengan rekan kerjaku tapi di bagian marketing Aku
harus bekerja dalam kesatuan team, sialnya di bagian marketing orang-orang
berebut jatah goal proyek, artinya persaingan ketat untuk mendapatkan proyek
pekerjaan terlihat sangat mencolok. Jadi kemarahan Sasa tadi harus bisa
dimaklumi dan tidak perlu dimasukkan ke hati karena akan merusak ritme kerja.
"Sur ! Lu
dipanggil ke ruang Bu Cecil tuh, ada yang perlu dibahas katanya." Ujar
Bimo selepas jam makan siang.
"Oh,
oke." Kataku santai sambil mengunyah potongan terakhir sandwhich keju yang
aku beli di kantin kantor.
"Bagi-bagi
proyek lah Sur kalo Lu dapet lampu hijau dari Bu Cecil !" Kelakar Bimo
sambil tertawa.
"Ahhsiaap
! Tenang aja Bos, pasti Gue bagi-bagi lah !" Jawabku sebelum meningglakan
kantin kantor untuk menuju ruang kerja Bu Cecil di lantai 7.
*******
"Masuk
!" Suara dari Bu Cecil terdengar lantang dari dalam ruang kerjanya sesaat
setelah aku mengetuk pintu.
"Kata
Bimo, Iibu memanggil Saya?" Kataku saat sudah berada di dalam ruang kerja
Bu Cecilia.
"Boss!
Gila badannya bagus banget ! Sikat lah Bos!! Gue udah nggak tahan pengen
ngrasain hangatnya memek !" Jalu kembali berkomentar saat otakku
mengagumi keindahan tubuh Bu Cecilia, bosku.
"Tutup
pintunya Sur." Perintah Bu Cecil, matanya menatapku dari balik kacamata
minus yang dia kenakan.
"Wah
rejeki besar Bos!! Sikat kuy!"
"Duduk
Sur."
Bu Cecilia
kembali memerintahkanku untuk duduk di kursi yang berada tepat di depan meja
kerjanya, Aku mengatur nafasku berusaha menenagkan si Jalu agar tidak memulai
pemberontakan dari dalam CD. Dari sudut ini Aku bisa melihat jelas cetakan BH
warna hitam yang dikenakan oleh Bu Cecilia, badannya memang tak terlalu tinggi
mungkin sekitar 155 cm, tapi ukuran buah dadanya yang nyaris berukuran 40 B
membuat kancing-kancing kemeja cream
yang dia kenakan berontak untuk segera lepas.
"Saya
cuma mau mengingatkan agar segera membangun chemistry dengan Sasa. Saya
tidak ingin progres proposal strategi pembiayaan yang tadi pagi kita bicarakan
terganggu karena ketidakcocokan kalian."
"Ehm, Iya
Bu, Saya akan berusaha sekeras mungkin." Jawabku, Aku merasa kikuk saat
melihat wajah Bu Cecilia.
"Gue
udah keras banget nih Bos!!"
Brengsek! Jalu
sepertinya tidak tau situasi darurat seperti ini, bisa-bisanya dia sudah
mengeras di bawah sana. Sikapku berubah menjadi tidak nyaman karena
pemberontakan dari Jalu, Bu Cecilia menangkap hal itu.
"Kamu
tidak apa-apa Sur?" Bu Cecilia tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya,
berdiri kemudian menghampiri tempat dudukku. Bisa gawat kalau dia tau si Jalu
sudah membuat benjolan besar pada celanaku. Bulir keringat dingin mulai
membasahi dahiku.
"Ehm..anu
Bu, nggak apa-apa, mungkin tadi Saya salah makan." Aku berusaha mencari
alasan yang tepat untuk mengaburkan pemberontakan Jalu, tapi terlambat, kini Bu
Cecilia sudah berada di dekatku.
"Kamu
sakit?" Bu Cecilia menepelkan punggung telapak tangannya pada dahiku,
dadaku berdegup kencang. Aku berusaha menghimpitkan kedua pahaku agar tonjolan
batang Jalu tidak terlihat oleh bosku ini.
"Bos!!
Badan Gue jangan dijepit kayak gini !! Arrgghttt!!"
Tapi sia-sia,
tanpa Aku sadari pandangan Bu Cecilia sudah mengarah pada selangkanganku,
tonjolan Jalu yang menggembul dilihat olehnya.
"Surya
!!!" Pekik Bu Cecil tertahan sambil menutup mulutnya. Aku panik, bingung
mencari alasan yang tepat untuk menjelaskan pemberontakan si Jalu pada Bu
Cecil.
"Ma..Maaf
Bu ! Maaf!" Aku beringsut menjauh dan berdiri dari kursi, Aku gunakan
kedua telapak tanganku untuk menutupi area selangkanganku. Suasana berubah
menjadi sangat canggung saat ini, Bu Cecilia pasti sangat marah mengetahui penisku mengeras disaat
membicarakan urusan pekerjaan dengannya.
"Kok bisa
jadi keras gitu sih Sur?"
Tanpa Aku duga
tatapan Bu Cecilia berubah, bosku ini hanya melihat sesaat melihat wajah
panikku kemudian mencurahkan seluruh fokusnya pada bagian tubuh sensitifku.
Selangkangan. Perlahan Bu Cecilia berjalan mendekatiku, Aku beringsut mundur
sampai punggungku menyentuh dinding ruang kerjanya. Aku tidak bisa bergerak
lagi.
"Kamu
lagi sange Sur...?"
"Boss..Ini
beneran Boss?" Jalu juga sepertinya tak yakin dengan apa yang aku
hadapi saat ini.
"Ma..Maaf
Bu ! Sa..Saya tid.."
Ucapanku
terhenti saat tangan kanan Bu Cecilia meremas selangkanganku yang masih Aku
lindungi dengan kedua tanganku. Bu Cecilia tersenyum tipis, matanya menatapku
dengan binal, layaknya singa betina yang siap menerkam mangsanya hidup-hidup.
"Lepasin..."
Ucap Bu Cecil, bibirnya mendekati bibirku, aroma nafasnya yang harum tercium
olehku. Aku ragu untuk melakukan apa yang diminta oleh Bu Cecil, ketakutanku
kehilangan pekerjaan karena pemberontakan Jalu lebih besar dibanding godaan birahi
yang coba ditawarkan oleh Bu Cecilia. Tiba-tiba Bu Cecilia menurunkan tubuhnya,
wanita cantik ini jongkok tepat di hadapan selangkanganku.
"Bu...Apa
yang Ibu lakukan..?" Tanyaku gugup sambil masih menutupi benjolan tubuh
Jalu dengan kedua tangan.
"Singkirin
tanganmu Sur.." Suara Bu Cecilia menjadi lebih berat, kedua matanya fokus
melihat area selangkanganku.
"Ta..Tapi
Bu...?" Aku berusaha menolak permintaan Bosku ini.
"Singkirin
tanganmu Sur ! Atau Kau ingin Aku usulkan untuk dipecat ?!" Aku terkejut
mendengar hal itu, ancaman pemecatan bukan karena Aku ereksi di hadapan Bu
Cecilia tapi justru karena Aku berusaha menolak untuk menunjukkan benjolan
tubuh Jalu.
"Lepasin
aja Bos, nggak usah ditutupin lagi daripada kita berdua dipecat."
"Diem!"
Hardikku pada Jalu, tapi yang melotot justru Bu Cecil.
"Apa Kamu
bilang?!"
"Ma..Maaf
Bu..Bukan maksud Saya untuk membentak Ibu.."
"Singkirin
tanganmu !"
Perlahan aku
menuruti perintah Bu Cecilia, dengan perasaan campur aduk aku menyingkirkan
kedua tanganku dari area selangkangan. Beberapa detik kemudian benjolan batang
Jalu terlihat jelas, tercetak membumbung menyesaki celana kerjaku. Aku lihat Bu
Cecil menelan ludahnya berkali-kali.
"Taaraaaaa!!!!
" Jalu berteriak kegirangan.
"Besar ya
Sur...?" Tiba-tiba Bu Cecilia menyentuh permukaan batang Jalu yang masih
terbungkus kain celana. Aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata lagi, sentuhan
tangan Bu Cecilia membuat mulutku terkunci.
"Lembuutttt
Bosssskuuuuhhh!!!!!" Jalu semakin mengeras, ujung kepalanya udah
keluar dari karet CD yang Aku kenakan. Sesak dan menyiksa.
"Aku
bukain ya Sur, biar lega." Aku kembali terdiam saat jemari Bu Cecil mulai
melepaskan ikat pinggangku, kemudian disusul dengan gerakan melepas kancing
celanaku, lalu diakhiri dengan memelorotkan resleting celanaku.
"Gila !
Gede banget Sur!!" Pekik Bu Cecilia saat melihat cetakan jelas batang Jalu
yang sudah mengeras sempurna di balik CD yang Aku kenakan.
"Bu,
jangan di sini..." Aku merasa ragu untuk meneruskan kegilaan ini, bukan
saja ini pertama kalinya untukku, tapi melakukannya saat jam kerja dan di dalam
kantor sungguh sesuatu yang hanya bisa aku bayangkan saat melihat film-film
porno. Bu Cecilia bergeming, tanpa Aku duga dia malah memelorotkan CDku.
"Helloo
Boskuuhhh!!!" Sapa Jalu saat sudah mengacung-acungkan kepalanya tepat
di hadapan Bu Cecilia.
"What
the fuck !!! Sumpah ini gede banget Sur !"
"Gimana
nggak gede, udah bertahun-tahun diurut terus tiap malem Bu..." Rajuk
Jalu membocorkan kegiatanku tiap malam. Onani mania, mantab !
"Aku
kocokin ya Sur..."
"Eeemchhhh...Bu!!!"
Lenguhku saat tangan Bu Cecilia mulai meremas perlahan batang Jalu dan
mengocoknya naik turun.
"Woow!!
Lembut banget tangannya Bos!! Nggak kayak tanganmu yang kasar !" Jalu
sepertinya menikmati kelembutan telapak tangan Bu Cecilia.
"Enak
Sur..?" Tanya Bu Cecilia beberapa saat kemudian sambil menatap wajahku
yang berdiri di atasnya.
"Eeemcchhh..Enak
Bu..E..Enak banget..!" Jawabku sambil berusaha menahan kenikmatan handjob
yang diberikan oleh bosku ini.
"Lebih
enak mana kalau sama ini..?" Aku kembali dibuat terkejut karena perlahan
lidah Bu Cecilia mulai menjilati kepala Jalu dan sesekali menghisap lubang
kencingku. Sensasi basah, hangat, dan lembut langsung terasa pada tubuhku,
sensasi yanag belum pernah aku rasakan sepanjang hidupku.
"Aaachhh..!!
Eemmcchh!! Enak banget Bu...!" Aku
mulai berani memegang bagian atas kepala Bu Cecilia, birahiku bergolak meminta
agar Bu Cecil bertindak lebih jauh lagi. Kocokan tangan dan jilatan lidahnya pada
ujung penisku sepertinya tidak cukup untuk memuaskan hasratku.
"Kamu
sudah mulai keenakan Sur..?" Tanya Bu Cecilia, Aku mengangguk perlahan
sambil memperhatikan raut wajah binalnya. Bosku ini kemudian mulai melepas
kancing-kancing kemejanya. Mataku terbelalak saat melihat gundukan payudaranya
yang besar nan bulat menyembul keluar. Satu gerakan tangan lagi membuatnya
terlepas dari kurungan BH yang tampak kekecilan.
"Gila!!
Pepaya Thailand ini Boss!!!" Pekik Jalu.
Bu Cecil kini
sudah bertelanjang dada di hadapanku, kali ini aku yang harus menelan ludahku
berkali-kali. Payudara berukuran 40 B sudah terpampang jelas, sesuatu yang
selama ini hanya bisa dibicarakan oleh Bimo atau Rahmat saat istirahat makan
siang kini sudah berada tepat di hadapan mataku.
"Kok cuma
diliatin aja ?" Goda Bu Cecilia sambil menggoyang-goyangkan dadanya ke
kana dan ke kiri, menggodaku untuk meremasnya.
"Eemmcchhh!
Pelan Surya, sakit kalo Kamu remas kayak gitu." Protes Bu Cecil saat kedua
tanganku mencoba meremas gundukan payudaranya dengan cara yang sedikit kasar.
"Dasar
amatiran !" Ejek Jalu.
Bu Cecilia
kembali mengocok batang penisku, kali ini dia bertindak lebih jauh lagi.
Mulutnya perlahan mulai menghisap ujung penisku. Ya ! Mulut mungil Bu Cecilia,
bosku yang terkadang Aku jadikan sebagai bahan bacolan di malam hari kini
menghisap ujung penisku ! Tak hanya itu, Bu Cecilia juga mulai memasukkan
batang si Jalu ke dalam mulutnya, meskipun tak muat untuk seluruhnya tapi itu
cukup membuatku menggelinjang menahan kenikmatan yang baru pertama kali aku
rasakan.
"Uuucchh!!
Boss!! Emmcchh!!! Basah banget ! Eeehmmpphh!!!"
Jalu juga
tampak kewalahan meladeni permainan lidah dan bibir Bu Cecilia. Perlahan kepala
Jalu basah kuyup akibat air liur bosku ini. Bu Cecilia sepertinya sangat
terlatih melakukan blowjob, hisapan-hisapan lembut dari mulutnya
ditambah kocokan jemari lembutnya membuat batang penisku semakin lama semakin
mengeras. Aku seperti melayang ke langit ke tujuh menikmati servis blowjob darinya.
"Oochhh
!! Bu!! Emmcchh!!" Racauku sambil meremas rambutnya, Bu Cecil terus
menggerakkan kepalanya maju mundur, semakin lama kecepatannya semakin cepat.
Tangannya sudah berhenti memberikan kocokan pada batang penisku, hanya
rahangnya saja yang menahan batang penisku yang bergerak keluar masuk di dalam
mulutnya. Naluriku mengikutinya, Aku mulai menggerakkan pinggulku maju mundur,
sesekali Aku tahan kepalanya kemudian Aku tusukkan seluruh batang penisku
sampai mentok di dalam mulut, membuatnya tersedak.
"Aaargghhttt!!
Nakal! " Desis Bu Cecilia, air liur membasahi mulutnya yang mungil,
nafasnya terengah-engah. Kemudian dia merubah posisinya, sedikit maju ke depan.
Dipegangnya batang penisku kemudian menempelkannya tepat di tengah-tengah
belahan dadanya. Empuk banget !
"Ayo
keluarin pejumu Sur!" Ucapnya sambil memulai mengocok batang penisku
menggunakan dua bongkahan buah dadanya.
"Ooocchh!!
Fuck!" Desisku menikmati titsjob yang diberika Bu Cecilia. Ternyata
tak hanya tangan dan mulutnya saja yang lihai memberikan servis, tapi kedua
buah dadanya juga tak kalah lihai!
"Oohh!!
Boss!! Eeemmchh!! Boss! Gue udah nggak tahan nih! Pengen muntah!!!"
Racau Jalu yang seluruh batangnya tenggelam dalam bongkahan lembut Bu Cecilia.
Apa yang
dirasakan oleh Jalu persis dengan apa yang aku rasakan, kocokan buah dada Bu
Cecilia membuat gejolak ejakulasiku sudah berada di ujung. Aku menggerakkan
pinggulku dengan cepat, Bu Cecil menahan buah dadanya menggunakan kedua
tangannya, menahan agar batang penisku tidak terlepas saat mengikuti irama
gerakan pinggulku. Beberapa detik kemudian.
"Oocchhhh
Bu!! Aku keluar!! Oocchh!!!!"
Secepat kilat
Bu Cecilia kembali meraih batang penisku dan mengocoknya dengan cepat,
mengarahkan lubang kencingku pada kedua dadanya.
"Ayo
keluarin yang banyak Sur! Keluarin yang banyak !!" Goda Bu Cecilia di
tengah kocokan tangannya pada batang penisku.
CROOTTT
CROOTT
CROOTT
CROTTT
"Aaacchhhh!!
Aaacchhh!!!" Aku melenguh panjang, diiringi dengan seluruh otot yang
melemas.
"Hmmm..Not
bad Sur..."
Bu Cecilia
tersenyum manis kepadaku, sebelum akhirnya kembali menjilati ujung penisku yang
masih menyisakan ceceran sperma. Tulangku terasa begitu ringan, tak ada kata
yang terucap dari bibirku selain perasaan bersalah. Entah kenapa aku merasakan
ada yang salah dengan ini semua, melakukan hubungan sex dengan Bosku sendiri.
*******
Sudah hampir 2
jam Aku duduk di depan monitor komputer kantor, suasana di dalam kantorku sudah
sangat sepi karena jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Di saat karyawan lain
begitu happy menyambut akhir pekan, aku justru masih larut dengan pekerjaan
yang diberikan oleh Bu Cecilia. Seharusnya Aku tidak harus lembur sendirian
jika saja Sasa mau membantuku untuk menyelesaikan proposal strategy pembiayaan
ini. Meskipun Bu Cecilia memerintahkan kami berdua bekerja sebagai team, tapi
Sasa justru menolaknya, dia membebankan semua pekerjaan ini kepadaku.
"Gue
nggak mau tau ! Lu urus aja sendiri tu proposal, karena Lu yang udah bikin ide
baru !" Kata Sasa tadi pagi saat Aku mendatangi kubik kerjanya untuk
menanyakan ide-ide yang dia sampaikan waktu kami melakukan meeting dengan Bu
Cecilia beberapa hari lalu.
"Sa, please
jangan gitu dong. Masak Lu tega sih nyusahin Gue kayak gini ?" Rengekku
seperti anak kecil yang gagal ikut study tour ke candi Borobudur.
"Bodo
amat ! Emang Gue pikirin ?! " Balas Sasa sambil menatapku tajam, wanita
sexy ini masih sangat marah kepadaku.
"Beneran
Lu nggak mau bantuin nih ?" Tanyaku sekali lagi dengan memberikan ekspresi
memelas, berharap Sasa mau merubah pikirannya.
"Enggak !
Sekali enggak tetep enggak !" Jawab Sasa ketus.
"Bos,
biar Gue sembur cewek ini !" Jalu ikut emosi saat melihat sikap ketus
Sasa terhadapku. Aku harus pasrah, Sasa tidak bisa lagi diharapkan untuk
membantu pengerjaan proposal ini, alhasil seperti yang kalian tau, Aku terpaksa
mengerjakannya seorang diri.
"Bos,
ayo buruan pulang. Gue udah gerah banget nih seharian di dalam CD mulu. Pengap,
lembab, gerah !" Rengek Jalu di dalam sana.
"Iya
bawel ! Bentar lagi Gue selesai ini!"
"Buruan
Bos !"
"Iyeee!
Bawel amat jadi kontol Lu!"
Setelah
mengoreksi beberapa poin di dalam proposal dan memastikannya cukup benar jika
disampaikan dalam presentasi Aku memutuskan untuk menyudahi pekerjaan dan
bersiap untuk pulan kembali ke kosku di utara kota. Bayangan tentang siraman
air hangat dan empuknya kasur kamarku sudah tergambar dalam otakku. Paling
tidak Aku bisa menikmati weekend dengan tenang esok hari. Selesai prepare Aku
segera menuju parkiran kantor, tempat dimana mobil bututku berdiam sejak tadi
pagi.
*******
Lalu lintas
kota cukup padat malam ini, maklum karena sudah penghujung pekan. Aku memacu
mobilku dengan kecepatan sedang karena lalu lalang kendaraan yang lain membuat
jalanan menjadi lebih sempit dibanding dengan hari-hari biasanya. Di depan lalu
lintas terhambat, Aku terpaksa berhenti menginjak pedal gas karena mobil di
depanku juga berhenti, terdengar suara keributan. Penasaran Aku membuka kaca
jendela dan melongok keluar. Tak jauh dari tempat berhentinya mobilku Aku
melihat seorang wanita turun dari dalam mobil sebelum membanting pintu mobil
keras-keras, tak berselang lama seorang pria bertubuh besar keluar dari kursi
kemudi dan berusaha mengejar wanita tersebut. Pertengkaran yang menyebabkan
kemacetan, unfaedah sekali hidup mereka berdua.
"Berantem
kok di jalan, nggak modal !" Ejek Jalu ikut mengomentari apa yang Aku
lihat.
Saat wanita
itu berjalan melewati samping mobilku, Aku merasa jika mengenal wanita itu, tak
cukup jelas karena kegelapan malam, tapi Aku begitu yakin jika Aku memang
mengenalinya. Tak berpikir panjang segera Aku buka pintu mobil dan berusaha
mengejar langkah wanita itu. Si pria besar lebih dulu berhasil menghentikan
langkah wanita itu, sikap si pria terlihat cukup kasar saat menghentikan
langkah wanita itu. Aku menghentikan langkah tak jauh dari tempat berdiri
mereka
berdua, sesaat keduanya terlibat
perdebatan sengit di pinggir jalan. Beberapa orang pengguna jalan lain ikut
melihat pertengkaran dua sejoli itu. Semakin lama perangai si pria semakin
kasar, bahkan sampai membuat wanita tersebut menangis, karena tak tega perlahan
Aku mendekat.
"Sasa
?" Aku memastikan jika wanita yang sedang menangis itu adalah Sasa, rekan
kerjaku. Belum sempat Aku menghampiri Sasa si pria menghadangku dengan tatapan
kemarahan.
"Minggir
! Nggak usah ikut-ikutan Lu!" Hardiknya kasar sambil menjauhkan tubuhku
yang hendak mendekati Sasa, tubuhku terdorong ke belakang.
"Apa-apaan
sih Rob ?!" Kata Sasa mencoba menghalangi tindakan kasarnya kepadaku.
Bukannya mereda si pria justru mengalihkan tindakan kasarnya kembali kepada
Sasa.
"Diem Lu!
Brengsek!" Teriak si pria sambil mencengkram leher Sasa.
"Jangan
kasar sama cewek Bos." Kataku, Aku berusaha emosiku agar tidak terlalu
ikut larut dalam pertikaian mereka berdua. Menghadapi orang kasar seperti pria
ini harus menggunakan kepala dingin.
"Lu nggak
terima? Hah ?!" Jawab si pria kembali merangsek ke arahku, Aku hanya diam
tanpa reaksi, semakin banyak orang yang melihat.
"Tenang
Bos, kalau Lu kasar kayak gitu ke cewek, bukan hanya Gue yang nggak terima.
Tapi semua orang di sini juga nggak akan terima." Jawabku tenang.
"Banyak
bacot Lu anjing!" Tiba-tiba si pria itu mengayunkan pukulan ke wajahku,
beruntung Aku sudah mengantisipasinya, Aku berhasil menghindar.
"Robiii!!!
Udah!!" Teriak Sasa ketakutan, gagal melepaskan pukulan pada wajahku
membuat Robi semakin muntab. Dia kembali merangsek ke depan berusaha
menjatuhkanku dengan pukulan yang membabi buta. Beruntung sejak kecil Aku sudah
dibekali kemampuan beladiri oleh Bapakku, serangan tanpa konsep matang seperti
ini bisa dengan sangat mudah Aku hindari.
"Robi !
Udah Rob! Cukup!" Sasa kembali berteriak menenangkan pria ini, tadinya Aku
berharap beberapa orang yang sedari tadi ikut melihat pertengkaran mereka
berdua mau memisahkan perkelahian kami, tapi justru mereka kembali asyik
menonton tanpa melakukan apapun, warga +62 memang butuh banyak hiburan.
Robi kembali
menyerangku, pukulannya kembali aku tangkis, kali ini ditambah sedikit dorongan
pada ulu hatinya. Robi terdorong ke belakang, meringis kesakitan karena telapak
tanganku menghentak cukup keras pada tubuhnya.
"Aaaarrghhtt!!
Bangsat !" Teriakan Robi dibarengi dengan gerakan serangan berikutnya,
kali ini lebih brutal, tidak mungkin Aku menghadapinya dengan sekedar
memberikan gerakan tangkis. Sudah waktunya Aku melumpuhkan pria kasar ini.
Robi menerjang
tubuhku dengan sebuah tendangan ke arah dada, Aku berhasil menghindar. Saat
tubuhnya terhuyung ke depan, Aku putar tubuhku 45 derajat ke arah samping
kemudian secepat mungkin melepaskan tendangan ke arah punggungya. Keras, sampai
membuatnya jatuh tertelungkup di atas trotoar. Belum sempat dia bangkit Aku
segera memiting tangannya ke belakang, menguncinya seperti apa yang dilakukan
oleh Polisi 86 melumpuhkan pelaku curanmor. Robi meringis kesakitan.
"Sudah
Bos, cukup!" Kataku mencoba menenangkan emosinya.
"Aaarrghhtt!!
Lepasin Gue anjing!" Umpatnya kasar, Robi sama sekali tidak menyadari jika
dia sudah tak berdaya menghadapi kuncianku. Jika Aku mau bisa saja Aku patahkan
tangannya saat ini juga.
"Gue akan
lepasin kalo Lu bisa tenang dan menyudahi perkelahian ini." Kataku.
"Lepasin
Sur."
Sasa yang
berdiri di belakangku ikut memohon, sekilas Aku melihat ke arahnya, rekan
kerjaku ini masih terisak. Kasian, tak hanya menerima tindakan kasar dari Robi
tapi Sasa juga harus menerima rasa malu karena dijadikan objek tontonan oleh
banyak orang di sepanjang jalan. Aku akhirnya melepas kuncian tanganku, Robi
mendengus kencang sambil bangkit dari jatuhnya. Robi menatap wajahku dan Sasa
dengan tajam, kemudian pergi begitu saja meninggalkan kami berdua.
"Lu nggak
apa-apa Sa?" Tanyaku.
"Nggak
apa-apa Sur." Jawabnya.
"Gue
anterin pulang ya ?"
*****
"Lu nggak
apa-apa ?"
Tanyaku
kembali saat mobilku berhenti tepat di depan kos Sasa, sekilas Aku meliriknya,
masih ada gurat kesedihan di sana, sepanjang perjalanan kami berdua tak banyak
berbicara. Sasa hanya meenceritakan kronologis pertengkarannya dengan Robi,
pria yang dipacarinya setahun terakhir ini. Sasa ingin mengakhiri hubungan
malam itu tapi Robi menolaknya mentah-mentah, alhasil insiden kekerasan dalam
berpacaranlah yang terjadi.
"Its
okay Sur. By the way thanks ya Sur." Jawabnya sambil melepas seat
beld, dipaksakan senyumnya untukku.
"Eh iya
Sur, gimana proposalnya ?" Tanya Sasa sebelum turun dari mobilku.
"Beres,
udah Lu istirahat aja." Jawabku,
"Maaf ya
Sur, nggak seharusnya Gue nyusahin Lu kayak gini."
"Udah
nggak usah dipikirin Sa. Aku balik dulu ya." Kataku sambil tersenyum
ramah.
"Iya,
hati-hati di jalan ya Sur." Balas Sasa.
Kemudian Aku
kembali menyalakan mobil dan melaju pelan meninggalkan kos Sasa. Sepanjang
perjalanan Aku kembali memikirkan insiden yang tadi terjadi, dalam hati Aku
mensyukuri jika sampai saat ini Aku tidak memiliki kekasih. Aku bisa bayangkan
bagaimana ruwetnya hidupku jika pulang lembur seperti ini bukan pelukan lembut
yang didapat tapi justru pertengkaran hebat tersaji di hadapanku. Pasti capek
banget.
"Tapi
kalo punya pacar enak Bos." Kata Jalu tiba-tiba dari dalam sangkarnya.
"Enak
apaan? Lu nggak lihat tadi? Pacaran bukannya bikin seneng tapi malah jadi
tontonan orang banyak di pinggir jalan." Kataku membantah argumen si Jalu.
"Kalo Lu
punya pacar paling nggak batang Gue nggak terlalu sering Lu kocokin sendiri
Bos! Lagian apalagi sih yang Lu tunggu Bos? Pekerjaan ada, penghasilan ada,
wajah juga lumayan cakep nggak jelek-jelek amat lah, nggak malu-maluin kalo
diajak muterin mall maksud Gue."
"Bangke
Lu !" Umpatku menanggapi celotehan si Jalu.
"Gue
serius nih Bos, yang Lu tunggu sebenernya apa kok sampai sekarang Lu nggak mau
pacaran lagi setelah Nadia menikah satu tahun yang lalu...?"
"Gue
masih pengen sendiri." Jawabku singkat. Mengingat Nadia seperti kembali
menorehkan luka dalam hatiku, luka yang hampir satu tahun belakangan Aku coba
simpan rapat-rapat seorang diri.
Nadia adalah
wanita yang aku pacari selama hampir 3 tahun, hubungan kami sudah sangat dekat
bahkan berencana untuk menikah. Restu dari orang tua pun sudah kami kantongi,
waktu itu bagiku Nadia adalah pusat dari jagad rayaku, Aku benar-benar
mencurahkan seluruh perasaanku kepadanya. Tapi akhirnya semua rencana indah
tentang pernikahan dan segala kenangan-kenangan manis antara kami berdua
seketika berubah berantakan saat di suatu hari Nadia mendatangiku dengan
menunjukkan sebuah alat tes kehamilan, postif.
Aku
benar-benar terkejut karena selama kami pacaran tidak sekalipun kami
berhubungan badan, pacaran kami adalah pacaran yang sehat. Akupun tidak ingin
mengambil sesuatu yang paling berharga dari Nadia sebelum waktu yang tepat.
Nadia mengakusudah menjalin hubungan dengan pria lain, hubungan yang membuatnya
saat itu harus berbadan dua. Tak hanya luka dikhianati, hari itu Nadia juga
menciptakan kiamat kecil dalam hidupku, bahkan sampai detik inipun Aku masih
merasakan sakitnya.
"Gue
tau Lu masih belum bisa move on, tapi semakin lama Lu nggak bisa membuka pintu
hati buat wanita lain, luka itu nggak mungkin akan bisa sembuh Bos."
Aku hanya
menghela nafas panjang mendengar celotehan si Jalu, mungkin ada benarnya juga
apa yang dikatakan oleh si Jalu, tapi membuka lembaran asmara baru tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi menjalin hubungan hanya karena
mendengar nasehat dari sebatang penis, apa kata dunia nanti?
Posting Komentar
0 Komentar