LELAKU
SINOPSIS:
Sore ini
langit menunjukkan wajah sendunya. Iring iringan orang yang tadi begitu ramai
kini menghilang dan mulai terasa sepi. Sementara rintik gerimis masih saja
enggan berhenti. Dan aku masih berdiri memandang nanar tulisan yang ada dihadapanku.
Air mataku sudah kering tetapi naluriku masih berusaha menyangkal kenyataan
yang terjadi. Dan disebelahku, orang yang kini tinggal satu satunya yang
kusayangi, masih terisak sambil mengelus elus batu nisan.
LAKSMONO
Lahir
: 12 April 1971
Wafat
: 19 Desember 2021
Ya, takdir
memutuskan bahwa hari ini bapakku harus kembali menghadap kepadaNya. Serangan
jantung pada saat beliau bekerja membuat kami harus bisa menerima kepergiannya
yang mendadak. Aku yang saat itu masih berada di sekolah langsung di jemput
oleh Pakde. Sementara ibu yang ada di rumah, hanya bisa menangis histeris saat
ada teman bapak yang datang menyampaikan kabar duka ini.
Namaku Hendro
Prasetyo. Sedangkan Ibuku bernama Hayati. Kini hanya tinggal kami berdua yang
akan melanjutkan hidup tanpa ada bapak di samping kami lagi. Ku pegang
pelan sambil ku elus pundak ibu. Mencoba memberi kekuatan pada beliau agar bisa
ikhlas menerima semua ini. Sebagai anak satu satunya, aku harus bisa membantu
ibu bersikap tegar.
“Bu, ayo kita
pulang, bapak pasti sedih kalau lihat ibu kayak gini.” ucapku pelan. Ibuku
hanya menggelengkan kepalanya. Tangannya masih saja memegang batu nisan sambil
menangis.
“Bu, ayolah.
Ibu harus ikhlas. Masih ada aku yang akan menemani ibu. Sekarang kita pulang
sambil nyiapin buat tahlilannya bapak nanti.” rayuku lagi.
Kali ini ibuku
menoleh saat mendengar ucapanku barusan. Dipandanginya wajahku sambil menyeka
air matanya. Bibirnya seolah mau berkata sesuatu tapi aku segera mengangkat
tangannya dan membantunya berdiri.
“Ibu tidak
sendirian. Ibu harus kuat. Aku akan selalu menjaga ibu” ucapku lagi sambil
berusaha memeluk beliau. Memberinya ketenangan dan kekuatan. Ku coba menahan
agar air mataku tak sampai keluar lagi. Aku tak boleh terlihat lemah. Aku harus
kuat.
Ibuku hanya
terisak dipelukanku. Lalu perlahan lahan ku papah ibu untuk mulai berjalan
meninggalkan makam bapak. Angin yang bertiup agak kencang dan aroma bunga
kamboja sedikit menegakkan bulu kudukku. Langit kini mulai berubah
menjadi agak gelap. Aku dan ibu berjalan perlahan sambil memilih jalan agar
tidak sampai menginjak makam orang.
Sreeekkkk...
Sreeekkk...
Sepintas ku
dengar suara seperti orang sedang menyapu. Ku alihkan pandanganku ke segala
penjuru. Nihil. Lalu ku toleh ke belakang untuk memastikan apa yang ku dengar
tadi. Namun hanya deretan batu nisan yang ku lihat. Tak ada satupun orang yang
berada di area kuburan ini. Bulu kudukku semakin berdiri.Cepat
cepat aku memapah ibu agar segera meninggalkan kuburan. Kami harus secepatnya
tiba di rumah untuk mempersiapkan acara tahlilan nanti.
***
Tahlilan
adalah suatu ritual pemanjatan doa bersama bagi seseorang yang sudah meninggal.
Biasanya dilakukan selama 7 hari berturut turut. Waktunya bisa dilakukan antara
habis ashar sampai habis isya. Tahlilan dilakukan oleh keluarga yang mengalami
musibah kematian untuk memperingati atau mengenang almarhum. Urut urutan tahlil
adalah 3 hari , 7 hari , 40 hari , 100 hari , 1 tahun , 2 tahun dan terakhir
1000 hari. Namun tidak semua daerah melakukan tahlilan ini. Ada beberapa daerah
yang meyakini tidak perlu diadakan tahlil. Hal ini dikarenakan perbedaan
keyakinan yang sudah terlanjur melekat pada masyarakat. Dalam ajaran agama pun
tidak disebutkan hukum melakukan tahlil. Jadi semuanya tergantung masyarakat
bagaimana menyikapinya.
Setelah
selesai melakukan tahlil, aku lalu bergegas ke kamar. Perasaanku masih campur
aduk antara percaya dan tidak. Kepergian Bapak untuk selamanya, benar benar
memukul jiwa dan ragaku. Semakin aku berusaha menyangkalnya, semakin dalam pula
kesedihan yang ku rasakan.
Sekitar satu
jam kemudian, aku baru keluar kamar. Suasana rumah mulai tampak sepi. Hanya ada
beberapa orang yang terlihat masih diluar. Mungkin mereka akan begadang. Ku
lihat kamar ibu masih menyala terang. Tampaknya beliau juga masih belum tidur.
Ku langkahkan
kaki menuju kamar ibu. Namun begitu aku hendak membuka pintu, terdengar suara
isak tangis dari dalam. Aku hanya berdiri mematung. Suara tangis ibu menambah
perih yang ku rasakan. Segera aku berbalik badan dan menuju kamarku lagi. Ku
tumpahkan lagi air mataku.
“Kenapa
Bapak pergi secepat ini?” ratapku pilu dalam tangis.
Tanpa terasa
malam semakin larut. Suara orang orang yang ada di luar rumah tak terdengar
lagi. Sementara aku masih belum bisa memejamkan mata karena mataku terasa sembab
kebanyakan menangis.
Took
Took Tokkk..
Terdengar
suara jendela kamar diketuk. Siapa gerangan yang mengetuknya malam malam begini
? Dan aku masih malas untuk beranjak dari tempat tidurku.
Took
Took Tokkk..
Suara ketukan
itu terdengar lagi.
“Siapa?”
tanyaku lalu turun dan membuka jendela.
Namun tak ada
seorang pun yang ku lihat begitu aku membukanya. Ku tolehkan kepala sambil
bersijingkat mencari orang yang tadi mengganggu istirahatku. Kosong. Tak ada
apapun yang ku lihat, hanya hembusan angin malam yang menerpa tubuhku.
“Dasar orang
kurang kerjaan!” sungutku lalu menutup jendelanya lagi. Begitu
aku hendak merebahkan badan, suara ketukan itu muncul lagi.
Took
Took Tokkk..
“Siapa sih
yang kurang ajar begini!” ucapku kesal lalu membuka lagi jendelanya. Namun
tetap saja tak ada satupun mahluk yang terlihat.
“Jangan usil
dong. Nggak lucu tau!” teriakku lantang sambil menutup agak keras jendela
kamarku.
Begitu aku
melangkahkan kaki balik ke ranjang, suara ketukan itu terdengar lagi. Kali ini
bulu kudukku langsung merinding. Teringat akan suara yang tadi sempat ku dengar
saat berada di kuburan, ditambah ketukan yang misterius ini membuat darahku
berdesir.
“Jangan
jangan itu…”
Aku langsung
meloncat ke ranjang, menutup seluruh tubuhku dengan selimut dan komat kamit
membaca doa sebisaku.
Posting Komentar
0 Komentar