DEVIL
SINOPSIS :
“Kyaaaaaaaaaaaaaa!!!”
Munculnya sang
mentari disambut jeritan wanita berpakaian serba hitam. Suaranya menggema di
lembah yang mengelilingi taman tempatnya berdiri.Udara dingin menusuk, tetapi
wajah Si Wanita terlihat merah seolah terbakar. Panas! Tegang! Bagaimana tidak,
beberapa menit yang lalu ketika dia sedang enak-enaknya merenggangkan badan
sambil menghirup udara segar . Tiba-tiba di depanya melintas seorang gadis
berpakaian berantakan, berjalan sempoyongan dengan wajah pucat seperti mayat. Masih
terbayang di benaknya, tatapan mata tak bersahabat si gadis. Meskipun beradu
pandang hanya sesaat,wanita itu dapat melihat pancaran mata tanpa emosi dan
penuh rasa putus asa. Gadis itu menyeret langkah dengan bibir bergetar hebat
kemudian mencengkram tembok pembatas dan naik.
Buuuuuggg
Sreeek
Sreeekkk
Dalam hitungan
detik, gadis itu lenyap. Hanya menyisakan suara bergedebuk . Tubuh gadis itu
sudah berguling di lereng curam yang dipenuhi semak dan pohon besar. Si wanita
hanya mampu menatap kosong ke tempat gadis itu meloncat. Tubuhnya bergetar
hebat dan tak bergerak. Hanya teriakan pilunya yang sempat mengiringi. Semua terjadi begitu cepat. Samar-samar dia
mendengar derap langkah di belakangnya, wanita itu menoleh. Seorang pemuda
dengan wajah tak kalah pucat berlari ke arahnya.
“Mbak, apa
liat orang ke sini ? Pake baju putih dan....” Belum sempat pemuda itu
menyelesaikan ucapan, tangan si wanita terangkat dan menunjuk ke arah gadis itu
terjun.
“Ddiiia..
loncat ..” Ucap si wanita terbata-bata.
Si pemuda panik,
dia memegang tembok pembatas setinggi 1,5 meter yang di tunjuk si wanita, kemudian
menunduk, menggerakan kepala ke kiri dan ke kanan dengan cepat. Berkonsentrasi
pada indera pengelihatanya, namun yang dicarinya tidak tampak. Hanya terlihat
semak yang patah dan pohon-pohon besar menyeramkan. Pemuda itu bergidik, lereng
itu sungguh curam. Kalau manusia jatuh ke sana, kemungkinan akan hilang dan
susah di cari. Dia hendak naik ke tembok tetapi mengurungkan niat karena
orang-orang mulai berdatangan mengerumuninya. Pemuda itu bercerita dengan
memperlihatkan gestur tubuh linglung dan menunjuk ke arah lembah. Orang yang
mendengarkan kebanyakan hanya melonggo kebingungan.
Si pemuda
merasa putus asa dan bergerak keluar dari kerumunan orang, kemudian duduk bersandar
di tembok pembatas. Dia mengatur nafasnya yang tersengal. Kedua telapak
tanganya bergerak menutupi wajah. Bahunya berguncang. Dia menangis sesegukan
sambil menghentak-hentakan kaki. Selang beberapa menit dia mendengar suara
orang berteriak ke arahnya. Pemuda itu mengangkat kepala. Dia melihat
orang-orang mengerumuni sesuatu. Dia berdiri, kemudian berlari sambil mengusap
air mata, dengan terburu-buru menerobos kerumunan orang.
Pemandangan di
depannya membuat pemuda itu memejamkan mata. Tanah yang di pijaknya seolah
berputar cepat. Dia sebisa mungkin mempertahankan agar tubuhnya tidak rubuh dan
mencoba menenangkan perasaan yang campur aduk. Dia menarik nafas dalam kemudian
memberanikan diri membuka mata. Hatinya merasa teriris melihat gadis yang terbaring
di rumput. Kepala gadis itu berada di pangkuan seorang lelaki tua. Pakaiannya
robek dan tubuhnya penuh luka. Matanya terpejam, kepalanya lunglai dan tubuhnya
tidak bergerak sama sekali.
“Dia nyangkut
di semak-semak, kalau terus meluncur turun, entah bagaimana cara menemukanya.” Ucap
lelaki itu.
“Aaa..apa..
dia baik-baik saja ?” Tanya si pemuda dengan suara bergetar.
“Kita harus
bawa dia ke Rumah Sakit, nafasnya lemah sekali. “ Ucap lelaki itu sambil
mengangkat tubuh si gadis. Gadis itu
mengerang lemah tanpa membuka mata. Terbersit secercah harapan di wajah si
pemuda.
“Saya ikut !” Teriak
si pemuda tanpa sadar, si lelaki memandangnya sangsi.
”Saya
pacarnya..!” Ucap si pemuda tegas. Lelaki itu menganguk. Mereka bergegas masuk
ke dalam mobil yang berada tidak jauh dari sana. Mobil itu kemudian melaju
cepat meninggalkan tempat itu. Beberapa orang masih berkerumun di taman. Si
wanita yang berpakaian hitam kini dikerumuni orang-orang. Wajahnya sudah tidak
tegang, malah terlihat bersinar ceria. Dia bertingkah seperti artis dadakan
yang sedang di kerubungi fans.
“Apa yang
terjadi ?”
“Kenapa
bisa seperti itu ?”
Wanita itu
bercerita dengan antusias mengenai apa yang dilihatnya. Orang yang mendengar
ceritanya menunjukan reaksi yang berbeda-beda.
“Tubuh gadis
itu banyak luka aneh dan bekas cakar,aku sempat melihatnya ! “ Seorang berucap
dengan suara dibuat seseram mungkin.
“Ahhhh...palingan
dia kena kutukan Sang Putri! Ngeyel sih, kemarin sudah Saya peringatkan tetapi
enggak mau denger. Dasar anak kota !” ucap seorang wanita.
***
1 TAHUN SEBELUMNYA
“WOW !! “
Aku takjub. Sungguh
mengangumkan pemandangan di depanku, wanita dengan kecantikan luar biasa. Dia
berdiri tegak. Tangan kanannya lurus ke depan dan memegang selendang berwarna
emas, sementara tangan kirinya menekuk dan berkacak pinggang. Dua ekor anjing
yang gagah mengapit wanita itu. Kami berjarak sekitar 5 meter. Aku terpaksa
menengadahkan kepala untuk menatapnya karena tingginya hampir 3 kali tinggi
tubuhku. Bukan karena aku pendek,tapi karena dia memang tinggi.
Wanita itu
tidak bergerak sama sekali. Yap! Dia hanyalah karya seni. Sebuah patung wanita
dengan bentuk tubuh hampir sempurna, mengalahkan keindahan wanita yang pernah
aku lihat di dunia nyata. Patung yang terbuat dari material utama benda keras
dan dikombinasi dengan berbagai macam penghias lain itu berdiri di atas sebuah
bangunan berbentuk kotak yang dihias ukiran tradisonal yang indah. Ada tulisan
cukup besar ‘REINKARNA’ di tengahnya. Reinkarna adalah nama orang yang di
gambarkan patung tersebut. Konon,wanita cantik itu dahulu pernah hidup di sana.
Dia adalah putri seorang raja.
Saat ini, aku
berlibur di Taman Indah yang terletak di dataran tinggi pulau Pasaki, pulau
tempatku lahir. Sebuah pulau kecil yang dihuni sekitar 1 juta orang. Taman
Indah adalah nama tempat, luasnya kira-kira 2,000 meter persegi, posisinya di
puncak sebuah gunung bernama Gunung Kopi. Tempat ini masih alami. Ada banyak
pohon besar dan juga semak-semak liar. Mungkin juga banyak ada binatang buas di
dalam hutan. Aku menginap di sebuah penginapan kecil berjarak kurang lebih 300
meter dari sini. Kemarin aku memesan dua kamar. Satu untukku dan satu lagi
untuk pacarku yang akan datang hari ini.
Rendra,itulah
namaku.Aku seorang lelaki dan aku tidak meragukan hal itu.Aku tahu bedanya alat
kelamin pria dan wanita.Tinggiku sekitar 180 cm. Umurku sebentar lagi 22 tahun.
Aku tahu dari KTP-ku.Aku lahir tangal 6 september.Tapi jangan salah, 69 bukan
angka favoritku. Aku tidak mau diangap lelaki mesum.
Aku mempunyai
seorang pacar bernama Reine. Dia cantik, kalau tidak cantik, tidak mungkin
kujadikan pacar . Aku tidak pernah mengukur tinggi badannya. Satu hal yang aku
sukai yaitu dia lebih pendek dariku sedikit saja, sekitar 10 cm mungkin. Jadi,
terasa nyaman ketika dia merebahkan kepala di bahuku.
Aku mengenal
Reine dari kecil . Kami satu sekolah ketika SD,SMP,dan SMA. Koleksi fotoku
sebagai buktinya. Kulit Reine putih dan bersih . Selain karena pembawaan lahir,
juga karena dia rajin mandi dan merawat diri. Matanya indah dihiasi bulu mata
yang lentik menambah kesan cantik pada dirinya, apalagi alisnya yang melengkung
rapi. Alis yang sangat spesial bagiku, karena alis alami dan bukan hasil
mengambar. Aku tidak suka wanita yang sering merubah bentuk alis dengan
menggambar. Rambut Reine hitam dan lurus.
Reine, yang
kadang kupanggil Rein, cukup lama mencerahkan hariku dengan pandangan matanya
yang berbinar-binar. Aku suka senyum Reine , apalagi tawanya yang menghipnotis
sehingga aku tidak berkedip melihat deretan gigi putihnya yang dibingkai bibir
kemerahan nan tipis. Selain itu, aku begitu suka wajahnya yang mendadak mendung
berawan ketika jengkel, sangat menggemaskan.
Bentuk tubuh
Reine begitu menggoda. Perut rata dan pinggangnya ramping . Pantatnya juga agak
menonjol ke belakang dan terangkat, aku tidak tahu apa sebutan itu. Ukuran
payudara Reine aku tidak tahu. Aku tidak pernah mengukur atau menanyakan
kepadanya. Aku juga belum pernah menyentuhnya. Meskipun begitu, tetap saja aku
sering meliriknya. Dari luar baju , kulihat cukup mengunung dan sepertinya
sangat berisi dan kencang. Beberapa kali dia memeluku dari belakang dan aku
merasakan ada sesuatu yang kenyal menempel di punggungku.
Kalau
kupikir-pikir, keelokan tubuh Reine mungkin mirip dengan patung Putri Reinkarna
yang berdiri anggun di depanku sekarang. Itu hanya pendapatku, karena aku
mengagumi kedua wanita itu. Meskipun satu makhluk hidup dan satu lagi benda
mati. Memikirkan hal tersebut,membuatku hampir lupa kalau pandangan mataku
masih belum lepas dari patung itu dan leherku mulai terasa sakit.
“Huuuffffffttt!!”
Kuhembuskan nafas kuat, lalu aku menunduk, kugoyangkan kepala untuk mengurangi
pegal di leher. Hawa dingin yang menelusup celah pakaian membuatku sedikit
mengigil. Kupejamkan mata sambil menarik nafas dalam. Udara yang memenuhi
Paru-paruku terasa begitu bersih, sangat berbeda dengan udara kota tempat
tinggalku yang penuh polusi.
Selain
keindahan patung Putri Reinkerna, pemandangan dari tempat ini juga sangat
memukau. Di sebelah Timur terlihat deretan rapat pohon-pohon besar dan tinggi, sinar
Matahari pagi berkilauan menembus celah-celahnya. Saat aku menghadap ke Selatan
dan menunduk,aku bergidik karena di bawahku adalah lereng yang curam dipenuhi
pohon dan semak. Tidak bisa kubayangkan apa jadinya kalau aku menggelinding ke
sana. Untung saja,ada pembatas yang terbuat dari tembok kokoh, tingginya
mungkin 1,5 meter. Tetapi saat aku memandang tegak jauh ke Selatan, aku merasa
tentram. Terlihat garis pantai yang memisahkan laut dan daratan,sangat indah.
“Hmmm..masih
lama.” Aku bergumam sambil melirik jam tangan. Sekarang masih jam 7 pagi dan
aku berjanji dengan Reine jam 9. Sebenarnya, aku sudah tidak sabar bertemu
denganya tapi aku bosan menunggu. Aku memutuskan untuk berjalan menjauh dari
patung itu dan duduk di kursi kayu di ujung taman. Kusandarkan kepalaku sambil
memejamkan mata. Aku merasa begitu nyaman sampai kesadaranku berkurang.
Suara
orang-orang berbicara membuat kesadaranku kembali. Aku melirik ke jalan undakan
di bawahku, kulihat beberapa orang berjalan menuju taman ini. Aku juga melihat
ke arah taman ,ternyata tanpa kusadari sudah ada beberapa orang di sana. Aku
sempat tertidur dan tanpa mimpi. Aku menguap dan mengucek mataku. Kuperhatikan
lagi sekelilingku, Reine tidak ada. Kulirik jam tangan, ternyata belum jam 9.
Untuk
menghilangkan bosan, aku mencoba mencari kegiatan lain. Ya,kegiatanku adalah
mengamati orang-orang yang mengambil foto. Terutama di area patung Putri
Reinkarna. Aku mulai mengamati pasangan muda mudi yang sekiranya berpacaran dan
ternyata tidak ada satupun yang mengambil foto berduaan di samping patung Putri
Reinkarna. Mereka hanya mengambil foto dengan patung sendiri-sendiri. Kalau
bukan hanya Si Wanita , ya Si Pria saja.
“Jangan
berfoto bersama pacar di depan patung Sang Putri,itu akan menghancurkan
hubungan kalian !! Kalian akan di kutuk!!“ Ucapan dari orang yang baru
kukenal mengiang di telingaku. Aku teringat kejadian kemarin sore.
Posting Komentar
0 Komentar