DIGILIR TUKANG BULLY
SINOPSIS:
"Dasar
Parman bocah cengeng, ayo kita hitung sampai sepuluh pasti dia nangis!"
bocah laki-laki bernama Anton memandu dua rekannya, satunya kribo, satunya
botak. Ketiganya serempak berhitung dari angka satu sampai sepuluh. Begitu
sampai di angka sepuluh, seorang bocah kurus berkacamata seketika menangis
menjadi-jadi.
"Huaaaa...!"
tangisnya meraung-raung.
"Tuh bener kan hahahaha!"
Anton tertawa girang, diikuti dua rekan sebayanya, Tomi dan Bobi.
Acara reuni
memang kurang berfaedah, itu adalah hal yang sangat diyakini oleh Parman.
Bagaimana tidak, gara-gara menghadiri acara reuni akhirnya dia bertemu kembali
dengan trio tukang bully yang selalu menyerangnya di masa kecil. Gara-gara
mereka bertiga masa kecil Parman jadi kurang bahagia. Setelah bertahun-tahun
lamanya sukses menghindari mereka, sebuah acara reuni membuyarkan masa-masa
damai Parman selama ini.
Matahari sudah
hampir terbenam sepenuhnya ketika trio tukang bully berkunjung ke rumah
Parman. Gara-gara acara reuni itu mereka bertiga jadi tahu rumah Parman karena
membuntutinya saat pulang. Kelakuan ketiganya masih sama, bentuk fisiknya juga
tak banyak berubah. Anton si pemimpin geng yang bertubuh tegap dan cukup
atletis, Tomi dengan rambut kribonya yang sekarang agak pendek, dan Bobi yang
biasa dipanggil Botak Biadab oleh teman-temannya. Mereka semua sebaya, bahkan
satu sekolah saat SD. Kini mereka semua sama-sama sudah melewati kepala tiga
dan menjalani hidup masing-masing.
"Wah,
besar juga rumahnya si kacamata cupu ini!" gumam Anton ketika mereka
bertiga sampai di rumah Parman.
"Keluarganya
kaya mungkin ya?" sahut Bobi.
"Dah yuk
masuk aja nggak pake lama!" Tomi langsung membuka pagar rumah Parman yang
tidak terkunci.
Parman sudah
menyadari, cepat atau lambat mereka pasti akan datang ke rumahnya. Maka dengan
terpaksa dia membukakan pintu depan rumah dan mempersilahkan mereka bertiga
untuk masuk.
"Silakan
duduk." ujar Parman mencoba ramah, tetapi terdengar kaku.
"Udah
santai aja Man, kita tidak se barbar dulu kok, cuma mau nostalgia aja."
Anton berkata tanpa memandang Parman, dia lebih fokus melihat sekeliling rumah
yang cukup mewah itu.
"Duitmu
banyak sekarang kayaknya, bagi-bagi dong!" Bobi merangkul bahu Parman
dengan erat.
"Hust,
baru dateng udah minta duit, dasar tamu tak tau diuntung!" Tomi duduk
santai di sofa ruang tamu dengan dua kaki naik ke meja.
"Ada
siapa mas kok rame?" sahut suara wanita dari dalam rumah. Trio bully
secara kompak menghentikan aksi liarnya demi mengecek dulu siapakah wanita itu.
Tak lama
berselang muncullah seorang wanita cantik yang tidak diduga oleh trio bully,
awalnya mereka mengira si cupu Parman hanya tinggal seorang diri di sana.
Seketika mereka bertiga saling berpandangan seolah merencanakan sesuatu. Bobi
yang posisinya paling lemah diantara mereka bertiga segera sadar diri
berpamitan pergi keluar sebentar.
"Wah wah,
udah rumahnya mewah, istrinya cantik juga ternyata!" Anton mendekatkan
wajahnya ke arah Parman, sementara yang didekati berusaha memalingkan wajah.
"Nggak
cuma cantik Ton, bodynya juga yahud banget tuh." Tomi ikut berceloteh.
"Nggak
nyangka ya, kunjungan iseng-iseng kita ternyata berhadiah!" Anton
berpaling ke arah Tomi, disambut tawa lepas dari rekannya itu.
Tak lama
berselang, wanita tadi keluar sembari membawa beberapa gelas minuman dingin.
Dengan cekatan dia menyuguhkan minuman itu di meja, posisinya yang agak
membungkuk menjadikan belahan dadanya terlihat cukup jelas dari posisi Anton
dan Tomi yang duduk berdekatan di sofa ruang tamu.
"Istrinya
Parman kah mbak?" tanya Anton ketika wanita itu selesai menyuguhkan
minuman beserta belahan dadanya.
"Iya mas."
jawab wanita itu ramah.
"Namanya
siapa mbak?" kali ini gantian Tomi yang bertanya.
"Biasanya
dipanggil Rachel, mas." lagi-lagi wanita bernama Rachel itu menjawab
dengan ramah.
Anton dan Tomi
pun terus menanyai wanita itu seolah sedang mewawancarainya. Mulai dari
umurnya, berapa lama menikah dengan Parman, sampai pertanyaan-pertanyaan konyol
seperti kenapa kok mau menikah dengan Parman. Wanita itu ternyata sangat ramah
dan menjawab semua pertanyaan basa-basi dari duo tukang bully dengan telaten,
sementara Parman yang duduk bersebelahan dengan Rachel hanya diam saja sedari
tadi.
Anton juga
mengenalkan namanya dan dua rekannya, bahkan dia menjelaskan tentang nama
panggilan Tomi Kribo dan nama Bobi yang dianggap singkatan dari Botak Biadab.
Percakapan berjalan seru sampai tak terasa Bobi sudah kembali lagi. Kali ini
dia datang sambil membawa kotak makanan berisi martabak dan terang bulan, serta
beberapa botol minuman keras.
"Nah ini
jagoannya sudah datang." komentar Anton melihat kedatangan Bobi.
"Kalo
gitu aku kembali ke dalam ya, silahkan lanjutkan ngobrolnya." ujar Rachel
tanpa mengomentari apa yang dibawa oleh Bobi.
"Iya, monggo
mbak." sahut Anton.
Sepeninggal
Rachel, mereka bertiga segera berebut makanan dari Bobi. Tak lupa mereka
mencekoki Parman dengan minuman keras yang sengaja dibeli oleh Bobi juga. Meski
awalnya menolak, tentu saja Parman tidak bisa melawan paksaan dari mereka
bertiga dan terpaksa ikut minum sampai mabuk berat. Setelah Parman terkapar,
Anton segera berteriak memanggil Rachel. Wanita itu tergopoh-gopoh keluar dan
terkejut melihat Parman yang tak sadarkan diri di lantai.
"Perlu
diangkat ke kamar kah ini mbak?" tanya Anton ketika Rachel sudah kembali
ke ruang tamu.
"Iya,
boleh deh mas, tolong ya." jawab Rachel dengan wajah agak panik.
Tomi dan Bobi
bergegas membopong tubuh Parman ke arah kamar yang ditunjukkan oleh Rachel.
Sementara Rachel dan Anton mengikuti mereka dari belakang. Kamar utama rumah
itu cukup besar seperti kamar hotel, Tomi dan Bobi segera merebahkan tubuh
Parman di atas ranjang. Sementara itu tiba-tiba Anton memeluk tubuh Rachel dari
belakang.
"Eh,
apa-apaan ini mas?" Rachel meronta-ronta mencoba melepaskan diri dari
rangkulan Anton. Tapi tentu saja tenaganya kalah kuat meski lelaki itu agak
mabuk.
"Udah,
kamu diam aja nggak usah ngelawan!" bentak Anton sembari melucuti pakaian
Rachel. Walau mencoba melawan dan menahan serangan Anton, tetap saja pada
akhirnya kaos dan rok Rachel berhasil terlepas dan hanya menyisakan bra serta
celana dalamnya saja.
"Wah,
beneran montok nih bos!" gumam Bobi dengan mata berbinar-binar, begitu
juga dengan Tomi yang tidak berkedip memandangnya.
"Giliran
aku dulu ya, jangan rebutan!" perintah Anton membuat Tomi dan Bobi terdiam
di posisinya, sementara Anton mulai mencumbu leher dan telinga Rachel. Tidak
tinggal diam, tangan Anton turut bergerak meremas-remas gundukan kembar yang
masih terbalut bra. Tomi dan Bobi menatap aksi bos geng mereka seolah tengah
menyaksikan film porno secara live.
Kedua tangan
Anton bergerak lincah melucuti bra dan celana dalam Rachel. Wanita itu kini
telanjang bulat dalam rengkuhan Anton. Aksi Anton yang cepat dan tepat membuat
wanita itu kelabakan, tidak butuh waktu lama bagi Anton untuk membuat Rachel
akhirnya menyerah dan mendesah keenakan akibat rangsangan Anton di berbagai
titik sensitifnya.
"Wah,
jangan-jangan selama ini kamu jarang terpuaskan sama lelaki cupu itu ya?"
sindir Anton penuh kemenangan.
Rachel tidak
menjawab, matanya menatap nanar tubuh Anton yang cukup atletis. Lelaki itu
segera membuka pakaiannya dan memamerkan tubuhnya yang laksana anggota militer.
Rachel sedikit terkejut ketika Anton membuka celana dalamnya dan memamerkan
batangnya yang berukuran di atas rata-rata. Ukuran yang pasti membuat kedua
rekannya merasa iri. Anton berdiri gagah dalam posisi Rachel berjongkok di
depannya dan memaksa Rachel untuk memainkan batangnya.
"Bos,
jangan duluan bos. Kalau kamu duluan, kita gak kebagian." potong Tomi
tiba-tiba.
Meski tengah
terbuai birahi, Anton memahami apa maksud rekan-rekannya itu. Dia berbesar hati
mengalah dan membiarkan dua rekannya itu berebut jatah selanjutnya. Anton duduk
di tepi ranjang, mengamati Parman yang tertidur lelap tanpa menyadari istrinya
tengah digarap oleh trio tukang bully yang dari dulu selalu mengerjainya.
Posting Komentar
0 Komentar