CINTA TERLARANG

 




SINOPSIS :

Kisah tentang Herman dan Karin, anak tirinya, kisah tabu yang akan membuat kalian menyadari jika cinta itu buta.

FORMAT : PDF 
JUMLAH HALAMAN : 387 HALAMAN
HARGA : Rp 35.000

PART 1

Aku bersungut-sungut setelah turun dari mobil grab, sang sopir pun tampak heran dengan perangaiku yang sedari tadi bermuka masam dan cemberut. Aku melangkah menuju pintu rumah masih dengan perasaan kesal, terlebih ketika Kulihat di garasi mobil, sedan Eropa berwarna merah terparkir gagah, kendaraan yang biasa digunakan oleh Herman, orang yang seharusnya sore ini menjemputku dari tempat bimbingan belajar.

"Maahh !!" Teriakku ketika memasuki rumah,  Aku ingin mengadukan kelalaian Herman yang tidak menjemputku dan membiarkan Aku menunggu selama hampir 2 jam di tempat bimbel.

"Maaah!!! " Sekali lagi Aku memanggil Mamaku tapi tak ada sahutan,  suasana rumah juga tampak sepi seperti tak ada orang sama sekali meskipun di garasi mobil Herman dan mobil Mamaku terparkir rapi.

"Kemana ni orang-orang? " Gumamku seorang diri.

Aku melangkahkan kaki menuju teras belakang rumah karena biasanya di jam seperti ini Mama akan menghabiskan waktu di sana sambil membaca novel sambil minum kopi.  Teras belakang rumahku dibatasi sekat pemisah ruang dapur dan taman belakang,  tak begitu luas tapi cukup nyaman untuk melepas penat di sore hari meskipun hanya terdapat kursi panjang kecil dari kayu jati Jawa.

Samar terdengar kegaduhan di taman belakang rumah,  terdengar seperti orang yang merintih. Aku mempercepat langkah kakiku,  rasa penasaran dalam dadaku yang mendorong untuk segera tau apa yang terjadi di sana. Perlahan Aku menyibak tirai korden putih yang bertengger di atas sekat pintu dapur.

DEG..!!!

Jantungku nyaris berhenti berdetak,  tak jauh dari tempatku berdiri Aku melihat tubuh Mamaku sudah telanjang bulat bersama Herman.  Mereka berdua tengah mahsyuk bersetubuh di atas kursi kayu taman belakang. Tubuh Mamaku menungging membelakangi tubuh Herman yang terus menerus menggerakkan pinggulnya maju mundur sambil menjambak rambut Mamaku.  Seolah tak mengenal tempat dan waktu keduanya terus meluapkan birahi satu sama lain,  erangan dan rintihan tak berhenti bersahutan dari mulut mereka berdua.  Aku sendiri seperti terhipnotis,  alih-alih segera menyingkir dari tempatku berdiri tapi malah tubuhku betah terpaku di balik pintu,  mengintip adegan dewasa secara live,  bukan lewat smartphone atau layar laptop seperti yang kadang Aku lakukan saat berada di dalam kamar sendirian.

Tiba-tiba Herman menoleh ke arahku,  pria itu seperti tau ada orang lain yang mengamati gerak geriknya dari kejauhan.  Belum sempat Aku memalingkan wajah dan berbalik badan,  Herman lebih dulu memergokiku.  Untuk kedua kalinya jantungku seolah berhenti berdetak,  kali ini karena tatapan mata Herman.  Pria itu memberi respon yang tak lazim, bukannya menyudahi "kegilaanya" bersama Mamaku tapi dia justru tersenyum kepadaku dan terus menggenjot tubuh Mamaku dari belakang,  seolah sedang memamerkan "keahliannya" sebagai seorang pria.

 

Saat kesadaranku kembali normal buru-buru Aku berbalik badan, melangkah cepat menuju kamarku.  Kejadian barusan telah cukup membuatku merasa "hina", tapi respon Herman lah yang membuatku benar-benar tak nyaman.  Ah,  pria itu memang benar-benar brengsek! Jika saja Aku punya keberanian untuk memakinya.

******

3 BULAN SEBELUMNYA

"Apa??!!  Menikah lagi??! " Suaraku langsung meninggi,  sendok dan garpu tersingkir dari genggaman tanganku.

"Dengerin Mama dulu Karin... " Ucap Mamaku mencoba menenangkan emosiku,  duduk di dekatnya seorang pria yang sebulan lalu diperkenalkan sebagai rekan bisnisnya bernama Herman.

"Nggak Mah!!!  Pokoknya Karin nggak setuju kalo Mama nikah lagi!!! " Bantahku masih dengan nada tinggi,  kedua mataku pun menyorot tajam sosok Mama.

"Karin.. Om tau ini nggak mudah buat kamu,  tapi tolong dengerin dulu apa yang mau dijelasin sama Mama. " Kata Herman,  ucapannya tak membuat emosiku mereda tapi malah justru sebaliknya,  amarahku semakin memuncak.

"Lu nggak usah ikut campur!" Hardikku kasar.

"Karin!  Jaga sikapmu!  Mama nggak pernah mengajarimu kurang ajar seperti ini! " Mama berdiri dari duduknya,  tanpa kuduga Mama membentakku.

"Pokoknya Karin nggak setuju! Nggak setuju!! " Emosi yang tak terkendali membuat rasa hormat dan takutku pada Mama hilang seketika, bergegas Aku meninggalkan meja makan sebisa mungkin Aku menahan airmataku tak tumpah di hadapan Mama terlebih di depan pria brengsek bernama Herman.

"Karin!! Karin!!" Teriak Mama mencoba menahan laju langkahku tapi tetap saja aku mengabaikannya, sekilas Aku lihat Herman mencoba menenangkan Mamaku, pemandangan yang membuatku semakin muak dengan mereka berdua.

BRAAKKK !!!

Aku membanting pintu kamar sekeras mungkin memberi tanda pada seisi rumah jika Aku benar-benar marah besar atas rencana Mamaku untuk menikah lagi dengan Herman. Tak kuasa, aku menghamburkan tubuhku ke atas tempat tidur dan menagis sejadi-jadinya. Kenangan-kenangan indah bersama mendiang Papa seketika menyeruak ke dalam pikiranku, bagaimana bahagianya hidupku dan Mama saat masih ada Papa di samping kami.

Aku tak habis pikir bagaimana mungkin Mama bisa berpikir untuk menggantikan posisi Papa dengan orang lain, Aku yakin tidak ada yang bisa menyamai kualitas Papa sebagai seorang pemimpin rumah tangga di keluarga ini, apalagi Papa baru berpulang 2 tahun silam, sebuah waktu yang relatif singkat untuk bisa melupakan kenangan-kenangan indah bersama Papa.

Malam itu Aku habiskan waktu untuk menangisi keputusan Mama, mengutuk pesona Herman yang berhasil menjinakkan Mamaku. Protes kerasku hari itu nyatanya tak berdampak besar untuk mempengaruhi keputusan Mama karena 2 bulan kemudian Mama dan Herman melangsungkan pernikahan. Hari itu hatiku benar-benar hancur saat Mama tampak begitu bahagia, seolah tiada beban mengecewakan hatiku. Kemarahan dan kebencianku terhadap Mama dan Herman terpupuk rapi mulai detik itu.

***

Jam 2 malam,  mataku masih sulit terpejam. Meskipun telah melahap hampir semua koleksi DVD drama Korea milik Sasha,  tapi kantuk tak kunjung menghampiriku. Bergegas turun dari tempat tidur, tujuanku hanya satu, mencari yogurt kesukaanku di lemari es. Tak sampai 5 menit langkahku sudah terhenti di area dapur, sibuk memilih makanan pendamping yogurt di dalam lemari es tanpa kusadari ada sosok lain yang sedang mengamati gerak-gerikku.

Aku tersentak kaget setelah menutup pintu lemari es, Herman sudah berada tak jauh dari tempatku berdiri, pria itu tersenyum simpul ke arahku, entah apa arti dari senyum itu.

"Belum tidur?" Tanyanya, dia bergerak mendekatiku.

"Ini mau tidur." Jawabku, Aku tak ingin berada di sini terlalu lama apalagi bersama pria brengsek ini.

"Mau kemana?" Ucap Herman kembali, kali ini dia sengaja menutup jalan dengan tubuh besarnya, menghalangi langkah kakiku bergerak terlalu jauh lagi.

"Mau kembali ke kamar, tolong minggir !" Kataku ketus.

Bukannya memberi jalan kepadaku, Herman justru semakin mendekati tubuhku, bahkan kali ini tubuh kami hanya berjarak sejengkal jari, aroma tubuhnya begitu jelas Aku cium.

"Tunggu sebentar, Papa mau bicara." Aku semakin muak dengan Herman, apalagi setelah dia mengucap lafal "Papa" seolah dia berhak menyandang gelar itu.

"Aku udah ngantuk! Minggir cepetan!" Hardikku tak sabar.

"Karin...Kamu ingat kan apa kata Mamamu, bersikaplah sopan kepada Papa.."

"Ahh!! Apa-apaan sih ini?!" Aku mendorong tubuh besar Herman agar menjauhiku, tapi apa daya tubuh kecilku melawan pria dengan tinggi hampir 180 cm? Tubuhnya nyaris tak bergerak, usahaku sia-sia.

"Hehehehe, atau kamu mau Mama tau tentang kejadian tadi sore?"

"Apa maksudmu?!"

"Hmmm, Papa pikir Mama akan marah besar kalau sampai tau putri kecilnya sudah mengintip dari jauh, heheheheh..." Kata Herman sambil terkekeh ringan, tawanya berbanding terbalik dengan ketakutanku, Aku tidak menyangka jika dia berani mengancamku.

"Loh kok diam...?" Kata Herman kembali saat menyadari Aku tak berkutik di hadapannya.

"Karin...Cobalah untuk bersikap lembut kepadaku..." Tiba-tiba tangan kanan Herman mengarah ke daguku, tubuhnya agak membungkuk, dia mendekatkan wajahnya pada wajahku.

Sejenak kami saling berpandangan, mata Herman mentap mataku begitu lekat, entah kenapa perasaan takut itu semakin besar. Lalu sesuatu yang tak pernah Aku alami sebelumnya terjadi, Herman menempelkan bibirnya ke bibirku, ya, Papa tiriku mencium bibirku ! Ini bahkan ciuman pertamaku !

"Eeemmcchh!! Apa-apaan ini!!!" Sekuat tenaga Aku mendoronng tubuh Herman menjauh, kali ini usahaku membuahkan hasil, tubuh Herman sedikit terhuyung ke belakang, ada celah yang segera Aku manfaatkan untuk meloloskan diri dari pria brengsek ini dan berlari menuju kamar. Berhasil. Aku menutup pintu kamar kemudian menguncinya dari dalam, nafasku tersenggal setelah kejadian barusan.

"Puuueehh!!! Pueeehh!!" Aku menghembuskan ludah dari mulutku, membayangkan kembali bibir Herman yang menguecupku membuat perutku menjadi mual.

Papa tiriku berhasil menjadi pria pertama yang memberiku ciuman, kegilaan macam apa yang harus Aku terima ? Pikiran-pikiran buruk mulai menari di atas kepalaku, satu persatu terangkai seolah menulis skenario buruk pada hidupku yang dipaksa untuk menjadikan Herman sebagai Papa tiri.

***

HERMAN POV

"Aaacchhh...Aaacchhhh...!!! Terusin sayang!!! Terusin!! Aaacchh!!!"

Erangan Marcella semakin lama terdengar semakin kencang, membuat nafsuku ikut terbakar. Aku terus menggenjot tubuh wanita yang baru Aku nikahi 3 bulan yang lalu ini.

"Eeemmcchhh...!! Kamu memang luar biasa sayang!! Aaacchhh! "

Tubuh Marcella bergerak liar mengikuti irama tiap sodokan batang penisku yang menghujam keras dari atas. Istriku semakin terlihat binal, sesuatu yang tidak membuatku heran karena Aku mengenalnya memang seperti ini saat di atas ranjang, sesuatu yang membuatku tergila-gila pada Ibu satu anak ini.

Kami berkenalan di sebuah forum dewasa yang difasilitasi oleh website esek-esek. Berawal dari chatt pribadi kemudian berlanjut dengan acara kopdar. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama, Aku harus mengakui itu. Cantik, cerdas, dan kuat. Siapa yang tidak akan jatuh cinta pada wanita macam ini? Awalnya Aku tidak berharap banyak Marcella, awalnya Aku berpikir hubungan kami akan berakhir dalam satu malam seperti halnya nasib hubunganku dengan banyak wanita yang aku temukan di forum dewasa. One night stand, kemudian hilang tanpa jejak, tanpa penyesalan, tanpa meninggalakan rasa.

Tapi ternyata tidak dengan Marcella, wanita ini meninggalkan kesan yang dalam padaku sejak awal pertemuan kami. Bahkan kami baru melakukan aktifitas sex setelah kami berdua resmi menjadi suami istri. Gila. Sesuatu yang tak pernah Aku bayangkan sebelumnya, Aku bisa menjaga kenakalan ujung penisku untuk sekedar merasa horny pada kemolekan tubuh Marcella.

Marcella punya sesuatu yang lebih sexy selain pesona dalam tubuh ragawinya, pemikirannya jauh lebih sexy, keterbukaannya terhadap semua hal membuatku ingin berlama-lama hanya untuk mendengar tiap jengkal cerita-ceritanya. Tentang cinta, tentang hidup, tentang semua kemunafikan dan banyak hal lagi yang selama ini tidak pernah Aku dengar dari seorang wanita yang menjadi member dari sebuah forum dewasa. Bagiku Marcella bukan hanya tubuh yang ingin Aku cicipi untuk satu malam, tapi lebih dari itu. Aku benar-benar mencintainya hingga akhirnya Aku memutuskan untuk menikahinya.

Marcella sama sepertiku, sudah begitu lama tak berumah tangga setelah suaminya meninggal beberapa tahun silam. Sementara Aku, sudah dua kali menikah dan semuanya gagal akibat perceraian. Aku tidak mau membela diri atas kegagalan rumah tanggaku, anggap saja semuanya karena kesalahanku. Salah karena memiliki kemapanan hidup, salah karena memiliki banyak teman perempuan, dan salahkan Aku karena memiliki kemampuan lebih untuk menaklukan banyak wanita.

Tapi itu semua masa laluku, sekali lagi Aku tegaskan bahwa itu masa laluku. Bersama Marcella Aku berniat untuk membangun biuk rumah tangga yang harmonis. Tapi ada satu masalah yang mengganjal, bukan masalah besar, tapi itu cukup menggangguku. Karin, anak tiriku satu-satunya, sejak awal kedatanganku gadis SMA itu sama sekali tak menunjukkan rasa hormatnya, bahkan cenderung membenciku. Meskipun Aku bisa memakluminya tapi lama kelamaan Aku merasa jengah juga.  Hingga pada suatu malam, entah setan apa yang merasuki tubuhku, Aku mengecup bibir Karin. Bukan kecupan sayang layak ungkapan cinta seorang Ayah terhadap putrinya, tapi lebih pada ciuman nafsu. Ya, Aku bernafsu pada putri tiriku.

***

MARCELLA POV

Aku begitu bahagia ketika Herman mengungkapkan niatnya untuk melamarku, jujur ini jauh dari ekspektasiku yang awalnya menganggap Herman seperti pria-pria lain yang aku kenal di sebuah forum dewasa, hanya akan berakhir di atas ranjang tanpa sebuah ikatan. Just have fun. Tapi ternyata Aku salah, Herman tak seperti pria-pria lain, dia bahkan tak sekalipun menyentuhku saat kami bertemu, tapi bukan itu yang membuatku jatuh cinta padanya.

Dia lebih baik dibanding Mas Agus, suamiku yang telah meninggal. Herman, selain sabar dia juga bisa mengerti apa yang Aku mau, tidak kolot seperti Mas Agus, pikirannya sangat terbuka terhadap semua hal, terutama untuk urusan sex.

"Occhhhhhh....Sayang...!" Aku melenguh manja saat penis Herman menusuk kencang ke dalam liang vaginaku, terasa begitu dalam.

"Enak..?" Bisik Herman di telingaku, seperti ingin mempermainkan birahiku yang sudah sangat meninggi sedari tadi.

"Enak banget...." Balasku sebelum membenamkan kepalanya ke dalam pelukanku.

Ini adalah permainan ke delapan kami sepanjang hari ini, sampai-sampai Aku terpaksa untuk tidak berangkat kerja. Ya, nafsu kami berdua memang sama-sama tinggi, berbeda dengan Mas Agus dulu, sex seperti hanya sebuah pajangan dalam pernikahan, tak ada sensasi di dalamnya. Aku hanya berfungsi sebagai seorang istri yang melayani birahi suaminya tanpa harus menuntut perlakuan yang sama. Tapi dengan Herman semua berubah, suamiku ini membebaskanku untuk mengeksplore "kebinalanku", Herman seolah tau apa yang selama ini Aku pendam bertahun-tahun. Semua fantasi-fantasi liarku bisa terwujud bersama Herman.

Tapi tak ada yang sempurna dalam hidup, pernikahanku mendapat pertentangan dari putri tunggalku, Karin. Sejak awal Aku memperkenalkan Herman padanya, putri tunggalku itu sudah menunjukkan ketidaksukaan. Awalnya Aku pikir ini hanyalah sementara, karena Aku percaya jika waktu akan merubah segalanya. Apalagi Aku tau betul bagaimana perangai Herman selama ini, Aku sangat yakin jika Herman bisa melunakkan kebencian Karin pada dirinya. Tapi Aku salah, sampai detik ini pun Karin bertingkah seperti orang asing di hadapanku terlebih pada Herman.

***

Suasana riuh langsung tercipta di lapangan basket, puluhan penonton yang kebanyakan adalah siswa dari SMA Taruna 1 bersorak kegirangan saat tim basket sekolah mereka mencetak skor dan terus unggul dalam perolehan angka. Bintang lapangan kali ini adalah Raka, seperti biasa remaja tampan ini berhasil menjadi top score, Raka sangat lincah membuat pemain lawan kesulitan untuk menjaga pergerakannya. Berkali-kali Raka sukses membuat pertahanan tim lawan kocar-kacir, tak jarang remaja ini menunjukkan skill-skill menawan layaknya seorang pebasket pro, terakhir dia berhasil membuat penonton terkesima lewat lemparan tiga angkanya.

Diantara kerumunan penonton terlihat sosok Karin ikut terhanyut oleh pesona Raka. Hampir satu tahun lamanya Karin memendam rasa pada Raka, sahabat baiknya, tapi selama itu pula dia tidak berani mengungkapkannya. Fakta bahwa Raka menjadi idola banyak cewek-cewek lain di sekolahnya membuat nyali Karin semakin menciut untuk sekedar memgungkapkan sayang pada Raka. Pertandingan akhirnya selesai, gemuruh penonton kembali menggema menyambut kemenangan tim basket mereka. Raka terlihat begitu sumringah, peluhnya bercucuran tapi tak menyurutkan kebahagiaannya karena berhasil mengantarkan tim basket sekolahnya melaju ke partai final bulan depan.

Puas merayakan kemenangan bersama official team Raka beranjak menuju tribun penonton, ucapan selamat dari para suporter masih dia terima saat berjalan menuju tribun. Remaja tampan itu mencoba menemukan sosok Karin, teman sekelasnya, wanita yang selalu mengisi pikirannya akhir-akhir ini.

"Selamat ya." Ucap Karin sambil menunjukkan senyumnya saat Raka sudah berdiri di hadapannya sambil terengah.

"Hehehe, kalo nggak ada Kamu nggak mungkin tim kita bisa menang." Kata Raka.

"Loh kok gara-gara Aku? Kan Aku nggak ikut main, cuma nonton aja."

"Ya iyalah semua gara-gara Kamu, kalo nggak ada Kamu akunya nggak semangat main, tau sendiri siapa tadi yang cetak skor paling banyak, hehehehehe." Ucap Raka sambil tertawa jenaka.

"Uuuhhh dasar sombong ! Inget ya, orang sombong itu kalo mati mayatnya gosong !"

"Aiihh! Jadi Kamu liat Aku nanti jadi gosong?"

"Makanya jangan sombong jadi orang!" Karin mengucek-ngucek rambut Raka yang masih basah oleh keringat, keduanya tertawa lepas bersama-sama.

"Aku ganti baju dulu ya, tapi tungguin dulu, nanti kita pulang bareng." Ucap Raka kemudian.

"Iya jelek ! Udah sono buruan, mandi dulu jangan lupa ! Bau banget !" Goda Karin sambil  mengibas-ibaskan telapak tangannya di depan muka Raka.

"Biarin bau, tuh liat di bawah banyak cewek-cewek yang nungguin Aku meskipun bau, hehehehehe." Jawab Raka sambil menunjuk kerumunan cewek-cewek yang sedari tadi begitu iri melihat kebersamaan Raka dengan Karin di atas tribun.

"Dasar ganjen! " Protes Karin sambil mencubit pinggang Raka .

"Auuuww!! Auuww! Sakit tau !" Protes Raka kesakitan.

"Udah sana mandi gih, buruan! "

"Siap tuan puteri!" Raka kemudian berlari menuju ruang ganti pemain, dia tidak mau  membuat Karin menunggu terlalu lama.

***

"Bengong aja sih ! Mikirin apa?" Protes Karin pada Raka.

"Kamu.." Jawab Raka singkat sambil tersenyum, tanpa disadari senyum itu selalu berhasil membuat jantung Karin berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Jangan mulai gombal deh!" Sungut Karin mencoba menyembunyikan kegugupannya.

"Karin..." Raka tiba-tiba meremas jemari Karin, sontak hal itu membuat Karin terkejut, terdiam tanpa kata, jantungnya berdetak lebih kencang lagi.

"Aku mau Kamu jadi pacarku." Ucap Raka kemudian, hening, Karin terdiam, tak ada kata yang  terucap dari bibir gadis cantik itu.

"Kok diem...?" Tanya Raka beberapa saat kemudian, menanti jawaban dari Karin.

"Aku nggak tau harus ngomong apa." Kali ini Karin tertunduk, tak ada kekuatan dalam dirinya untuk sekedar menatap wajah Raka.

"Aku siap menerima apapun keputusanmu, Aku cuma ingin Kamu tau kalo selama ini Aku sayang sama Kamu, bukan hanya sebatas teman, tapi lebih dari itu." Raka masih menggenggam tangan Karin, dada remaja itu bergemuruh, cemas atas penolakan yang mungkin saja akan terucap dari bibir Karin sesaat lagi.

"Maafin Aku Raka...Aku nggak bisa..." Ucap Karin lemah, kali ini gadis cantik itu berani menatap wajah Raka yang sendu. Raka hanya terdiam, genggaman tangannya melemah, mungkin hatinya hancur saat itu juga.

"Aku nggak bisa nolak Kamu..." Lanjut Karin sambil menunjukkan senyumnya. Raka sontak bangkit dari duduknya kemudian berteriak kencang, membuat seluruh pengunjung cafe kaget.

"IYES!!! IYES!!!" Teriak Raka kegirangan, mengacuhkan semua pandangan mata yang mengarah pada dirinya. Karin tertawa lebar melihat tingkah polah pria yang baru saja resmi menjadi pacarnya itu.

***

Sebuah sedan mewah Eropa keluaran terbaru memasuki sebuah halaman rumah, tak berselang lama keluar Raka dari dalam mobil tersebut dengan senyum mengembang, langkahnya ringan menuju pintu rumah.

"Nah ini dia yang ditunggu-tunggu udah dateng !" Ucap Roby yang muncul dari balik pintu.

"Hehehe, gimana? Udah ngumpul semua? " Balas Raka antusias.

"Tuh liat sendiri." Roby membuka pintu lebih lebar, terlihat di ruang tamu sudah menunggu Dimas dan Angger sedang asyik bermain xbox.

"Yuk masuk!" Ajak Roby.

"Wah si bos udah nongol aja nih, tumben-tumbenan on time !" Cerocos Angger saat menyadari kehadiran Raka.

"Hahaha, waktunya mengklaim kemenangan guys! " Raka menghempaskan tubuhnya ke atas sofa.

"Brengsek bener Lu, bisa banget dapetin Karin." Sungut Dimas sambil terus menatap layar smart tv di hadapannya.

"Kalian tau sendiri lah gimana track record monyet ini dalam urusan cewek." Balas Roby sambil menepuk-nepuk pundak Raka.

"Hehehe, udah kalian jangan mengalihkan pembicaraan, mana nih bayaran Gue." Seloroh Raka yang ditanggapi tak semangat oleh Roby, Angger dan Dimas. Ketiganya menyerahkan uang kepada Raka, mereka bertiga kalah taruhan. Sudah menjadi kebiasaan mereka untuk menguji kemampuan masing-masing dalam menggaet wanita. Kali ini giliran Raka dan dia berhasil.

"Ok, sekarang tinggal tantangan terakhir. Gimana? Lu masih tetep mau lanjut?" Tanya Dimas pada Raka.

"Apa kata dunia kalo seorang Raka mundur dari tantangan? Ya tetep lanjut dong bos ! Hahahaha !" Raka tergelak, tangannya mengibas-ibaskan tumpukan uang yang diberikan oleh ketiga temannya tadi.

"Ok, sama seperti dulu, Lu bisa dianggap menang kalo udah nunjukin rekaman video ML Lu sama Karin dan yang paling penting deadline sampai awal bulan depan. Deal ?" Kata Roby.

"Deal ! " Raka menyambut uluran tangan Roby tanda persetujuannya.

Keempat remaja itu kemudian saling tergelak bersama, sudah menjadi "rutinitas" bagi keempat remaja ini melakukan taruhan, dimana masing-masing orang harus bisa menaklukan hati cewek-cewek tercantik di sekolah mereka. Bayarannya tak main-main, jutaan rupiah, bahkan jika berhasil meniduri cewek-cewek tersebut hadiah akan berlipat ganda menjadi puluhan juta rupiah. Sejauh ini Raka dan Roby menjadi orang yang paling banyak mengoleksi gelar juara.

"Ok, sekarang waktunya party Guys ! Ladies !! Ayo keluar kalian !" Teriak Roby, beberapa saat kemudian dari lantai dua turun empat wanita cantik berusia 20-24 tahun berpenampilan sexy. Keempat wanita tersebut berjalan mendekati Raka, Angger, Dimas dan Roby dengan tatapan binal.

"Wah, orgy party lagi nih kita !" Teriak Angger kegirangan.

"Kali ini Gue yang traktir !" Kata Raka sambil menghamburkan seluruh uang yang dia dapat dari taruhan ke atas langit rumah.

***

"Hah Lu jadian sama si Raka?" Mata Luna terbelalak tak percaya.

"He embh." Karin mengangguk, mengiyakan pertanyaan dari Luna barusan.

"Hati-hati loh, Raka itu terkenal agak gimana gitu kalo urusan sama cewek." Karin mengubah posisi duduknya, apa yang diucapkan oleh Luna barusan menggelitik rasa penasarannya.

"Gimana apanya nih?" Selidik Karin.

"Hmmm... Lu tau anak kelas 11 IPA yang dua bulan lalu meninggal bunuh diri?"

"Santi ?"

"Iya, Santi, cewek cantik yang sepanjang semester jadi rebutan banyak cowok karena cantiknya overdosis."

"Trus apa hubungannya dengan Raka?" Karin semakin penasaran dengan arah pembicaraan Luna.

"Denger-denger, Santi itu bunuh diri karena malu."

"Malu kenapa?"

"Hamil di luar nikah, dan diduga yang menghamilinya adalah Raka." Ucap Luna datar, ia tak mau membuat Karin menjadi shock akibat cerita ini.

"Ah itu mah cuma gosip aja kali. Lagipula kalo memang bener Santi bunuh diri karena hamil dan itu yang melakukan adalah Raka kenapa nggak ada Polisi yang menyelidiki hal ini ? Adem ayem aja tuh." Komentar Karin tak percaya.

"Yaelah Rinnn, Lu tau sendiri siapa bokapnya Raka. Bupati cuy! Mana ada Polisi yang berani nyentuh anak Bupati ?"

"Terserah Lu deh, Gue nggak percaya sama cerita Lu tadi !"

"Nah kan ngambek, Gue nggak minta Lu buat percaya dengan cerita Gue barusan Rin, Gue cuma minta Lu buat lebih hati-hati sama Raka."

"Iya makasih. " Karin mengalihkan pandangannya ke luar jendela kamarnya, ada keraguan yang menyeruak di dalam dadanya.


Posting Komentar

0 Komentar