CINTA TERLARANG
SINOPSIS :
PART 1
Aku
bersungut-sungut setelah turun dari mobil grab, sang sopir pun tampak heran
dengan perangaiku yang sedari tadi bermuka masam dan cemberut. Aku melangkah
menuju pintu rumah masih dengan perasaan kesal, terlebih ketika Kulihat di
garasi mobil, sedan Eropa berwarna merah terparkir gagah, kendaraan yang biasa
digunakan oleh Herman, orang yang seharusnya sore ini menjemputku dari tempat
bimbingan belajar.
"Maahh
!!" Teriakku ketika memasuki rumah,
Aku ingin mengadukan kelalaian Herman yang tidak menjemputku dan
membiarkan Aku menunggu selama hampir 2 jam di tempat bimbel.
"Maaah!!!
" Sekali lagi Aku memanggil Mamaku tapi tak ada sahutan, suasana rumah juga tampak sepi seperti tak
ada orang sama sekali meskipun di garasi mobil Herman dan mobil Mamaku
terparkir rapi.
"Kemana
ni orang-orang? " Gumamku seorang diri.
Aku
melangkahkan kaki menuju teras belakang rumah karena biasanya di jam seperti
ini Mama akan menghabiskan waktu di sana sambil membaca novel sambil minum
kopi. Teras belakang rumahku dibatasi
sekat pemisah ruang dapur dan taman belakang,
tak begitu luas tapi cukup nyaman untuk melepas penat di sore hari
meskipun hanya terdapat kursi panjang kecil dari kayu jati Jawa.
Samar
terdengar kegaduhan di taman belakang rumah,
terdengar seperti orang yang merintih. Aku mempercepat langkah
kakiku, rasa penasaran dalam dadaku yang
mendorong untuk segera tau apa yang terjadi di sana. Perlahan Aku menyibak
tirai korden putih yang bertengger di atas sekat pintu dapur.
DEG..!!!
Jantungku
nyaris berhenti berdetak, tak jauh dari
tempatku berdiri Aku melihat tubuh Mamaku sudah telanjang bulat bersama
Herman. Mereka berdua tengah mahsyuk
bersetubuh di atas kursi kayu taman belakang. Tubuh Mamaku menungging
membelakangi tubuh Herman yang terus menerus menggerakkan pinggulnya maju
mundur sambil menjambak rambut Mamaku.
Seolah tak mengenal tempat dan waktu keduanya terus meluapkan birahi
satu sama lain, erangan dan rintihan tak
berhenti bersahutan dari mulut mereka berdua.
Aku sendiri seperti terhipnotis,
alih-alih segera menyingkir dari tempatku berdiri tapi malah tubuhku
betah terpaku di balik pintu, mengintip
adegan dewasa secara live, bukan lewat
smartphone atau layar laptop seperti yang kadang Aku lakukan saat berada di
dalam kamar sendirian.
Tiba-tiba
Herman menoleh ke arahku, pria itu
seperti tau ada orang lain yang mengamati gerak geriknya dari kejauhan. Belum sempat Aku memalingkan wajah dan
berbalik badan, Herman lebih dulu
memergokiku. Untuk kedua kalinya
jantungku seolah berhenti berdetak, kali
ini karena tatapan mata Herman. Pria itu
memberi respon yang tak lazim, bukannya menyudahi "kegilaanya"
bersama Mamaku tapi dia justru tersenyum kepadaku dan terus menggenjot tubuh
Mamaku dari belakang, seolah sedang
memamerkan "keahliannya" sebagai seorang pria.
Saat kesadaranku kembali normal
buru-buru Aku berbalik badan, melangkah cepat menuju kamarku. Kejadian barusan telah cukup membuatku merasa
"hina", tapi respon Herman lah yang membuatku benar-benar tak nyaman. Ah,
pria itu memang benar-benar brengsek! Jika saja Aku punya keberanian
untuk memakinya.
******
3 BULAN SEBELUMNYA
"Apa??!! Menikah lagi??! " Suaraku langsung
meninggi, sendok dan garpu tersingkir
dari genggaman tanganku.
"Dengerin
Mama dulu Karin... " Ucap Mamaku mencoba menenangkan emosiku, duduk di dekatnya seorang pria yang sebulan
lalu diperkenalkan sebagai rekan bisnisnya bernama Herman.
"Nggak
Mah!!! Pokoknya Karin nggak setuju kalo
Mama nikah lagi!!! " Bantahku masih dengan nada tinggi, kedua mataku pun menyorot tajam sosok Mama.
"Karin..
Om tau ini nggak mudah buat kamu, tapi
tolong dengerin dulu apa yang mau dijelasin sama Mama. " Kata Herman, ucapannya tak membuat emosiku mereda tapi
malah justru sebaliknya, amarahku
semakin memuncak.
"Lu nggak
usah ikut campur!" Hardikku kasar.
"Karin! Jaga sikapmu!
Mama nggak pernah mengajarimu kurang ajar seperti ini! " Mama
berdiri dari duduknya, tanpa kuduga Mama
membentakku.
"Pokoknya
Karin nggak setuju! Nggak setuju!! " Emosi yang tak terkendali membuat
rasa hormat dan takutku pada Mama hilang seketika, bergegas Aku meninggalkan
meja makan sebisa mungkin Aku menahan airmataku tak tumpah di hadapan Mama
terlebih di depan pria brengsek bernama Herman.
"Karin!!
Karin!!" Teriak Mama mencoba menahan laju langkahku tapi tetap saja aku
mengabaikannya, sekilas Aku lihat Herman mencoba menenangkan Mamaku,
pemandangan yang membuatku semakin muak dengan mereka berdua.
BRAAKKK
!!!
Aku membanting
pintu kamar sekeras mungkin memberi tanda pada seisi rumah jika Aku benar-benar
marah besar atas rencana Mamaku untuk menikah lagi dengan Herman. Tak kuasa,
aku menghamburkan tubuhku ke atas tempat tidur dan menagis sejadi-jadinya.
Kenangan-kenangan indah bersama mendiang Papa seketika menyeruak ke dalam
pikiranku, bagaimana bahagianya hidupku dan Mama saat masih ada Papa di samping
kami.
Aku tak habis
pikir bagaimana mungkin Mama bisa berpikir untuk menggantikan posisi Papa
dengan orang lain, Aku yakin tidak ada yang bisa menyamai kualitas Papa sebagai
seorang pemimpin rumah tangga di keluarga ini, apalagi Papa baru berpulang 2
tahun silam, sebuah waktu yang relatif singkat untuk bisa melupakan
kenangan-kenangan indah bersama Papa.
Malam itu Aku
habiskan waktu untuk menangisi keputusan Mama, mengutuk pesona Herman yang
berhasil menjinakkan Mamaku. Protes kerasku hari itu nyatanya tak berdampak
besar untuk mempengaruhi keputusan Mama karena 2 bulan kemudian Mama dan Herman
melangsungkan pernikahan. Hari itu hatiku benar-benar hancur saat Mama tampak
begitu bahagia, seolah tiada beban mengecewakan hatiku. Kemarahan dan
kebencianku terhadap Mama dan Herman terpupuk rapi mulai detik itu.
***
Jam 2
malam, mataku masih sulit terpejam.
Meskipun telah melahap hampir semua koleksi DVD drama Korea milik Sasha, tapi kantuk tak kunjung menghampiriku.
Bergegas turun dari tempat tidur, tujuanku hanya satu, mencari yogurt
kesukaanku di lemari es. Tak sampai 5 menit langkahku sudah terhenti di area
dapur, sibuk memilih makanan pendamping yogurt di dalam lemari es tanpa
kusadari ada sosok lain yang sedang mengamati gerak-gerikku.
Aku tersentak
kaget setelah menutup pintu lemari es, Herman sudah berada tak jauh dari
tempatku berdiri, pria itu tersenyum simpul ke arahku, entah apa arti dari
senyum itu.
"Belum
tidur?" Tanyanya, dia bergerak mendekatiku.
"Ini mau
tidur." Jawabku, Aku tak ingin berada di sini terlalu lama apalagi bersama
pria brengsek ini.
"Mau
kemana?" Ucap Herman kembali, kali ini dia sengaja menutup jalan dengan
tubuh besarnya, menghalangi langkah kakiku bergerak terlalu jauh lagi.
"Mau
kembali ke kamar, tolong minggir !" Kataku ketus.
Bukannya
memberi jalan kepadaku, Herman justru semakin mendekati tubuhku, bahkan kali
ini tubuh kami hanya berjarak sejengkal jari, aroma tubuhnya begitu jelas Aku
cium.
"Tunggu
sebentar, Papa mau bicara." Aku semakin muak dengan Herman, apalagi
setelah dia mengucap lafal "Papa" seolah dia berhak menyandang gelar
itu.
"Aku udah
ngantuk! Minggir cepetan!" Hardikku tak sabar.
"Karin...Kamu
ingat kan apa kata Mamamu, bersikaplah sopan kepada Papa.."
"Ahh!!
Apa-apaan sih ini?!" Aku mendorong tubuh besar Herman agar menjauhiku,
tapi apa daya tubuh kecilku melawan pria dengan tinggi hampir 180 cm? Tubuhnya
nyaris tak bergerak, usahaku sia-sia.
"Hehehehe,
atau kamu mau Mama tau tentang kejadian tadi sore?"
"Apa
maksudmu?!"
"Hmmm,
Papa pikir Mama akan marah besar kalau sampai tau putri kecilnya sudah
mengintip dari jauh, heheheheh..." Kata Herman sambil terkekeh ringan,
tawanya berbanding terbalik dengan ketakutanku, Aku tidak menyangka jika dia
berani mengancamku.
"Loh kok
diam...?" Kata Herman kembali saat menyadari Aku tak berkutik di
hadapannya.
"Karin...Cobalah
untuk bersikap lembut kepadaku..." Tiba-tiba tangan kanan Herman mengarah
ke daguku, tubuhnya agak membungkuk, dia mendekatkan wajahnya pada wajahku.
Sejenak kami
saling berpandangan, mata Herman mentap mataku begitu lekat, entah kenapa
perasaan takut itu semakin besar. Lalu sesuatu yang tak pernah Aku alami
sebelumnya terjadi, Herman menempelkan bibirnya ke bibirku, ya, Papa tiriku
mencium bibirku ! Ini bahkan ciuman pertamaku !
"Eeemmcchh!!
Apa-apaan ini!!!" Sekuat tenaga Aku mendoronng tubuh Herman menjauh, kali
ini usahaku membuahkan hasil, tubuh Herman sedikit terhuyung ke belakang, ada
celah yang segera Aku manfaatkan untuk meloloskan diri dari pria brengsek ini dan
berlari menuju kamar. Berhasil. Aku menutup pintu kamar kemudian menguncinya
dari dalam, nafasku tersenggal setelah kejadian barusan.
"Puuueehh!!!
Pueeehh!!" Aku menghembuskan ludah dari mulutku, membayangkan kembali
bibir Herman yang menguecupku membuat perutku menjadi mual.
Papa tiriku
berhasil menjadi pria pertama yang memberiku ciuman, kegilaan macam apa yang
harus Aku terima ? Pikiran-pikiran buruk mulai menari di atas kepalaku, satu
persatu terangkai seolah menulis skenario buruk pada hidupku yang dipaksa untuk
menjadikan Herman sebagai Papa tiri.
***
HERMAN POV
"Aaacchhh...Aaacchhhh...!!!
Terusin sayang!!! Terusin!! Aaacchh!!!"
Erangan
Marcella semakin lama terdengar semakin kencang, membuat nafsuku ikut terbakar.
Aku terus menggenjot tubuh wanita yang baru Aku nikahi 3 bulan yang lalu ini.
"Eeemmcchhh...!!
Kamu memang luar biasa sayang!! Aaacchhh! "
Tubuh Marcella
bergerak liar mengikuti irama tiap sodokan batang penisku yang menghujam keras
dari atas. Istriku semakin terlihat binal, sesuatu yang tidak membuatku heran
karena Aku mengenalnya memang seperti ini saat di atas ranjang, sesuatu yang
membuatku tergila-gila pada Ibu satu anak ini.
Kami
berkenalan di sebuah forum dewasa yang difasilitasi oleh website esek-esek.
Berawal dari chatt pribadi kemudian berlanjut dengan acara kopdar. Aku jatuh
cinta pada pandangan pertama, Aku harus mengakui itu. Cantik, cerdas, dan kuat.
Siapa yang tidak akan jatuh cinta pada wanita macam ini? Awalnya Aku tidak
berharap banyak Marcella, awalnya Aku berpikir hubungan kami akan berakhir
dalam satu malam seperti halnya nasib hubunganku dengan banyak wanita yang aku
temukan di forum dewasa. One night stand, kemudian hilang tanpa jejak, tanpa
penyesalan, tanpa meninggalakan rasa.
Tapi ternyata
tidak dengan Marcella, wanita ini meninggalkan kesan yang dalam padaku sejak
awal pertemuan kami. Bahkan kami baru melakukan aktifitas sex setelah kami
berdua resmi menjadi suami istri. Gila. Sesuatu yang tak pernah Aku bayangkan
sebelumnya, Aku bisa menjaga kenakalan ujung penisku untuk sekedar merasa horny
pada kemolekan tubuh Marcella.
Marcella punya
sesuatu yang lebih sexy selain pesona dalam tubuh ragawinya, pemikirannya jauh
lebih sexy, keterbukaannya terhadap semua hal membuatku ingin berlama-lama
hanya untuk mendengar tiap jengkal cerita-ceritanya. Tentang cinta, tentang
hidup, tentang semua kemunafikan dan banyak hal lagi yang selama ini tidak
pernah Aku dengar dari seorang wanita yang menjadi member dari sebuah forum
dewasa. Bagiku Marcella bukan hanya tubuh yang ingin Aku cicipi untuk satu
malam, tapi lebih dari itu. Aku benar-benar mencintainya hingga akhirnya Aku
memutuskan untuk menikahinya.
Marcella sama
sepertiku, sudah begitu lama tak berumah tangga setelah suaminya meninggal
beberapa tahun silam. Sementara Aku, sudah dua kali menikah dan semuanya gagal
akibat perceraian. Aku tidak mau membela diri atas kegagalan rumah tanggaku,
anggap saja semuanya karena kesalahanku. Salah karena memiliki kemapanan hidup,
salah karena memiliki banyak teman perempuan, dan salahkan Aku karena memiliki
kemampuan lebih untuk menaklukan banyak wanita.
Tapi itu semua
masa laluku, sekali lagi Aku tegaskan bahwa itu masa laluku. Bersama Marcella
Aku berniat untuk membangun biuk rumah tangga yang harmonis. Tapi ada satu
masalah yang mengganjal, bukan masalah besar, tapi itu cukup menggangguku.
Karin, anak tiriku satu-satunya, sejak awal kedatanganku gadis SMA itu sama
sekali tak menunjukkan rasa hormatnya, bahkan cenderung membenciku. Meskipun
Aku bisa memakluminya tapi lama kelamaan Aku merasa jengah juga. Hingga pada suatu malam, entah setan apa yang
merasuki tubuhku, Aku mengecup bibir Karin. Bukan kecupan sayang layak ungkapan
cinta seorang Ayah terhadap putrinya, tapi lebih pada ciuman nafsu. Ya, Aku
bernafsu pada putri tiriku.
***
MARCELLA POV
Aku begitu
bahagia ketika Herman mengungkapkan niatnya untuk melamarku, jujur ini jauh
dari ekspektasiku yang awalnya menganggap Herman seperti pria-pria lain yang
aku kenal di sebuah forum dewasa, hanya akan berakhir di atas ranjang tanpa
sebuah ikatan. Just have fun. Tapi ternyata Aku salah, Herman tak
seperti pria-pria lain, dia bahkan tak sekalipun menyentuhku saat kami bertemu,
tapi bukan itu yang membuatku jatuh cinta padanya.
Dia lebih baik
dibanding Mas Agus, suamiku yang telah meninggal. Herman, selain sabar dia juga
bisa mengerti apa yang Aku mau, tidak kolot seperti Mas Agus, pikirannya sangat
terbuka terhadap semua hal, terutama untuk urusan sex.
"Occhhhhhh....Sayang...!"
Aku melenguh manja saat penis Herman menusuk kencang ke dalam liang vaginaku,
terasa begitu dalam.
"Enak..?"
Bisik Herman di telingaku, seperti ingin mempermainkan birahiku yang sudah
sangat meninggi sedari tadi.
"Enak
banget...." Balasku sebelum membenamkan kepalanya ke dalam pelukanku.
Ini adalah
permainan ke delapan kami sepanjang hari ini, sampai-sampai Aku terpaksa untuk
tidak berangkat kerja. Ya, nafsu kami berdua memang sama-sama tinggi, berbeda
dengan Mas Agus dulu, sex seperti hanya sebuah pajangan dalam pernikahan, tak
ada sensasi di dalamnya. Aku hanya berfungsi sebagai seorang istri yang
melayani birahi suaminya tanpa harus menuntut perlakuan yang sama. Tapi dengan
Herman semua berubah, suamiku ini membebaskanku untuk mengeksplore
"kebinalanku", Herman seolah tau apa yang selama ini Aku pendam
bertahun-tahun. Semua fantasi-fantasi liarku bisa terwujud bersama Herman.
Tapi tak ada
yang sempurna dalam hidup, pernikahanku mendapat pertentangan dari putri
tunggalku, Karin. Sejak awal Aku memperkenalkan Herman padanya, putri tunggalku
itu sudah menunjukkan ketidaksukaan. Awalnya Aku pikir ini hanyalah sementara,
karena Aku percaya jika waktu akan merubah segalanya. Apalagi Aku tau betul
bagaimana perangai Herman selama ini, Aku sangat yakin jika Herman bisa
melunakkan kebencian Karin pada dirinya. Tapi Aku salah, sampai detik ini pun
Karin bertingkah seperti orang asing di hadapanku terlebih pada Herman.
***
Suasana riuh
langsung tercipta di lapangan basket, puluhan penonton yang kebanyakan adalah
siswa dari SMA Taruna 1 bersorak kegirangan saat tim basket sekolah mereka
mencetak skor dan terus unggul dalam perolehan angka. Bintang lapangan kali ini
adalah Raka, seperti biasa remaja tampan ini berhasil menjadi top score, Raka
sangat lincah membuat pemain lawan kesulitan untuk menjaga pergerakannya.
Berkali-kali Raka sukses membuat pertahanan tim lawan kocar-kacir, tak jarang
remaja ini menunjukkan skill-skill menawan layaknya seorang pebasket pro,
terakhir dia berhasil membuat penonton terkesima lewat lemparan tiga angkanya.
Diantara
kerumunan penonton terlihat sosok Karin ikut terhanyut oleh pesona Raka. Hampir
satu tahun lamanya Karin memendam rasa pada Raka, sahabat baiknya, tapi selama
itu pula dia tidak berani mengungkapkannya. Fakta bahwa Raka menjadi idola
banyak cewek-cewek lain di sekolahnya membuat nyali Karin semakin menciut untuk
sekedar memgungkapkan sayang pada Raka. Pertandingan akhirnya selesai, gemuruh
penonton kembali menggema menyambut kemenangan tim basket mereka. Raka terlihat
begitu sumringah, peluhnya bercucuran tapi tak menyurutkan kebahagiaannya
karena berhasil mengantarkan tim basket sekolahnya melaju ke partai final bulan
depan.
Puas merayakan
kemenangan bersama official team Raka beranjak menuju tribun penonton, ucapan
selamat dari para suporter masih dia terima saat berjalan menuju tribun. Remaja
tampan itu mencoba menemukan sosok Karin, teman sekelasnya, wanita yang selalu
mengisi pikirannya akhir-akhir ini.
"Selamat
ya." Ucap Karin sambil menunjukkan senyumnya saat Raka sudah berdiri di
hadapannya sambil terengah.
"Hehehe,
kalo nggak ada Kamu nggak mungkin tim kita bisa menang." Kata Raka.
"Loh kok
gara-gara Aku? Kan Aku nggak ikut main, cuma nonton aja."
"Ya
iyalah semua gara-gara Kamu, kalo nggak ada Kamu akunya nggak semangat main,
tau sendiri siapa tadi yang cetak skor paling banyak, hehehehehe." Ucap
Raka sambil tertawa jenaka.
"Uuuhhh
dasar sombong ! Inget ya, orang sombong itu kalo mati mayatnya gosong !"
"Aiihh!
Jadi Kamu liat Aku nanti jadi gosong?"
"Makanya
jangan sombong jadi orang!" Karin mengucek-ngucek rambut Raka yang masih
basah oleh keringat, keduanya tertawa lepas bersama-sama.
"Aku
ganti baju dulu ya, tapi tungguin dulu, nanti kita pulang bareng." Ucap
Raka kemudian.
"Iya
jelek ! Udah sono buruan, mandi dulu jangan lupa ! Bau banget !" Goda
Karin sambil mengibas-ibaskan telapak
tangannya di depan muka Raka.
"Biarin
bau, tuh liat di bawah banyak cewek-cewek yang nungguin Aku meskipun bau,
hehehehehe." Jawab Raka sambil menunjuk kerumunan cewek-cewek yang sedari
tadi begitu iri melihat kebersamaan Raka dengan Karin di atas tribun.
"Dasar
ganjen! " Protes Karin sambil mencubit pinggang Raka .
"Auuuww!!
Auuww! Sakit tau !" Protes Raka kesakitan.
"Udah
sana mandi gih, buruan! "
"Siap
tuan puteri!" Raka kemudian berlari menuju ruang ganti pemain, dia tidak
mau membuat Karin menunggu terlalu lama.
***
"Bengong
aja sih ! Mikirin apa?" Protes Karin pada Raka.
"Kamu.."
Jawab Raka singkat sambil tersenyum, tanpa disadari senyum itu selalu berhasil
membuat jantung Karin berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Jangan
mulai gombal deh!" Sungut Karin mencoba menyembunyikan kegugupannya.
"Karin..."
Raka tiba-tiba meremas jemari Karin, sontak hal itu membuat Karin terkejut,
terdiam tanpa kata, jantungnya berdetak lebih kencang lagi.
"Aku mau
Kamu jadi pacarku." Ucap Raka kemudian, hening, Karin terdiam, tak ada
kata yang terucap dari bibir gadis
cantik itu.
"Kok
diem...?" Tanya Raka beberapa saat kemudian, menanti jawaban dari Karin.
"Aku
nggak tau harus ngomong apa." Kali ini Karin tertunduk, tak ada kekuatan
dalam dirinya untuk sekedar menatap wajah Raka.
"Aku siap
menerima apapun keputusanmu, Aku cuma ingin Kamu tau kalo selama ini Aku sayang
sama Kamu, bukan hanya sebatas teman, tapi lebih dari itu." Raka masih
menggenggam tangan Karin, dada remaja itu bergemuruh, cemas atas penolakan yang
mungkin saja akan terucap dari bibir Karin sesaat lagi.
"Maafin
Aku Raka...Aku nggak bisa..." Ucap Karin lemah, kali ini gadis cantik itu
berani menatap wajah Raka yang sendu. Raka hanya terdiam, genggaman tangannya
melemah, mungkin hatinya hancur saat itu juga.
"Aku
nggak bisa nolak Kamu..." Lanjut Karin sambil menunjukkan senyumnya. Raka
sontak bangkit dari duduknya kemudian berteriak kencang, membuat seluruh
pengunjung cafe kaget.
"IYES!!!
IYES!!!" Teriak Raka kegirangan, mengacuhkan semua pandangan mata yang
mengarah pada dirinya. Karin tertawa lebar melihat tingkah polah pria yang baru
saja resmi menjadi pacarnya itu.
***
Sebuah sedan
mewah Eropa keluaran terbaru memasuki sebuah halaman rumah, tak berselang lama
keluar Raka dari dalam mobil tersebut dengan senyum mengembang, langkahnya
ringan menuju pintu rumah.
"Nah ini
dia yang ditunggu-tunggu udah dateng !" Ucap Roby yang muncul dari balik
pintu.
"Hehehe,
gimana? Udah ngumpul semua? " Balas Raka antusias.
"Tuh liat
sendiri." Roby membuka pintu lebih lebar, terlihat di ruang tamu sudah
menunggu Dimas dan Angger sedang asyik bermain xbox.
"Yuk
masuk!" Ajak Roby.
"Wah si
bos udah nongol aja nih, tumben-tumbenan on time !" Cerocos Angger saat
menyadari kehadiran Raka.
"Hahaha,
waktunya mengklaim kemenangan guys! " Raka menghempaskan tubuhnya ke atas
sofa.
"Brengsek
bener Lu, bisa banget dapetin Karin." Sungut Dimas sambil terus menatap
layar smart tv di hadapannya.
"Kalian
tau sendiri lah gimana track record monyet ini dalam urusan cewek." Balas
Roby sambil menepuk-nepuk pundak Raka.
"Hehehe,
udah kalian jangan mengalihkan pembicaraan, mana nih bayaran Gue." Seloroh
Raka yang ditanggapi tak semangat oleh Roby, Angger dan Dimas. Ketiganya
menyerahkan uang kepada Raka, mereka bertiga kalah taruhan. Sudah menjadi
kebiasaan mereka untuk menguji kemampuan masing-masing dalam menggaet wanita.
Kali ini giliran Raka dan dia berhasil.
"Ok,
sekarang tinggal tantangan terakhir. Gimana? Lu masih tetep mau lanjut?"
Tanya Dimas pada Raka.
"Apa kata
dunia kalo seorang Raka mundur dari tantangan? Ya tetep lanjut dong bos !
Hahahaha !" Raka tergelak, tangannya mengibas-ibaskan tumpukan uang yang
diberikan oleh ketiga temannya tadi.
"Ok, sama
seperti dulu, Lu bisa dianggap menang kalo udah nunjukin rekaman video ML Lu
sama Karin dan yang paling penting deadline sampai awal bulan depan. Deal
?" Kata Roby.
"Deal !
" Raka menyambut uluran tangan Roby tanda persetujuannya.
Keempat remaja
itu kemudian saling tergelak bersama, sudah menjadi "rutinitas" bagi
keempat remaja ini melakukan taruhan, dimana masing-masing orang harus bisa
menaklukan hati cewek-cewek tercantik di sekolah mereka. Bayarannya tak
main-main, jutaan rupiah, bahkan jika berhasil meniduri cewek-cewek tersebut
hadiah akan berlipat ganda menjadi puluhan juta rupiah. Sejauh ini Raka dan
Roby menjadi orang yang paling banyak mengoleksi gelar juara.
"Ok,
sekarang waktunya party Guys ! Ladies !! Ayo keluar kalian !" Teriak Roby,
beberapa saat kemudian dari lantai dua turun empat wanita cantik berusia 20-24
tahun berpenampilan sexy. Keempat wanita tersebut berjalan mendekati Raka,
Angger, Dimas dan Roby dengan tatapan binal.
"Wah, orgy
party lagi nih kita !" Teriak Angger kegirangan.
"Kali ini
Gue yang traktir !" Kata Raka sambil menghamburkan seluruh uang yang dia
dapat dari taruhan ke atas langit rumah.
***
"Hah Lu
jadian sama si Raka?" Mata Luna terbelalak tak percaya.
"He
embh." Karin mengangguk, mengiyakan pertanyaan dari Luna barusan.
"Hati-hati
loh, Raka itu terkenal agak gimana gitu kalo urusan sama cewek." Karin
mengubah posisi duduknya, apa yang diucapkan oleh Luna barusan menggelitik rasa
penasarannya.
"Gimana
apanya nih?" Selidik Karin.
"Hmmm...
Lu tau anak kelas 11 IPA yang dua bulan lalu meninggal bunuh diri?"
"Santi
?"
"Iya,
Santi, cewek cantik yang sepanjang semester jadi rebutan banyak cowok karena
cantiknya overdosis."
"Trus apa
hubungannya dengan Raka?" Karin semakin penasaran dengan arah pembicaraan
Luna.
"Denger-denger,
Santi itu bunuh diri karena malu."
"Malu
kenapa?"
"Hamil di
luar nikah, dan diduga yang menghamilinya adalah Raka." Ucap Luna datar,
ia tak mau membuat Karin menjadi shock akibat cerita ini.
"Ah itu
mah cuma gosip aja kali. Lagipula kalo memang bener Santi bunuh diri karena
hamil dan itu yang melakukan adalah Raka kenapa nggak ada Polisi yang
menyelidiki hal ini ? Adem ayem aja tuh." Komentar Karin tak percaya.
"Yaelah
Rinnn, Lu tau sendiri siapa bokapnya Raka. Bupati cuy! Mana ada Polisi yang
berani nyentuh anak Bupati ?"
"Terserah
Lu deh, Gue nggak percaya sama cerita Lu tadi !"
"Nah kan
ngambek, Gue nggak minta Lu buat percaya dengan cerita Gue barusan Rin, Gue
cuma minta Lu buat lebih hati-hati sama Raka."
"Iya
makasih. " Karin mengalihkan pandangannya ke luar jendela kamarnya, ada
keraguan yang menyeruak di dalam dadanya.
Posting Komentar
0 Komentar