BINTANG JATUH
GENRE : THRILLER EROTIC
JUMLAH HALAMAN : 30 HALAMAN
HARGA : Rp 10.000
“Jadi, apa
yang membuatmu datang ke sini?” Luna bertanya pada remaja laki-laki yang duduk
di depannya.
“Saya ke sini
bukan karena keinginan saya sendiri, tapi orang tua saya yang memaksa.” jawab
Azzam, sambil matanya nanar menatap meja.
“Ya, baiklah…
baiklah... Jadi, ada masalah apa?” Luna memperhatikan bagaimana tubuh kurus
Azzam gemetar, anak itu tampak sangat terguncang.
“Mereka…
mereka menganggap saya gila.” sahut bocah itu, air mata mulai mengalir di sudut
matanza yang cekung.
“Maaf?” Luna
ingin memastikan kalau ia tidak salah dengar.
“MEREKA
MENGANGGAP SAYA GILA!” Azzam mengulang lagi perkataannya, kali ini lebih keras,
dan makin banyak pula air mata yang tumpah di pipinya. Bocah itu tergugu.
“Te-tenangkan
dirimu, Zam… err, kamu bisa menceritakan kejadiannya padaku secara
perlahan-lahan.” Luna mencoba menenangkan. Ia memperbaiki duduknya, meletakkan
bokong bulatnya lebih nyaman lagi ke kursi.
“Ini semua
karena lukisan bintang jatuh itu!” jawab Azzam lirih.
“Sebentar, aku
akan mengambil kertas kosong dan mencatat beberapa poin penting yang kamu
sampaikan. Baiklah, humm… lukisan bintang jatuh? Maksudmu sebuah lukisan yang
menggambarkan bintang jatuh?” Luna mulai mencoret-coret catatannya. Payudaranya
yang besar sedikit berombak saat ia melakukan itu.
“Ya, lukisan
bintang jatuh pembawa sial!” seru Azzam, tampak sangat geram.
“Eh, kenapa
kamu beranggapan lukisan itu membawa sial?” Luna menatap mata bocah itu yang
masih merah dan penuh dengan air mata itu.
“…”
Azzam terdiam,
matanya lekat memandang wanita cantik yang sekarang ada di depannya. Seperti
baru sadar kalau wanita yang berpakaian putih ini adalah Luna kamal, artis
sekaligus dokter cantik yang sering ia lihat di TV.
“Azzam?” Luna
memanggil, menarik lagi bocah itu ke alam nyata.
“L-lukisan
itu, entahlah… ada yang aneh dengan lukisan itu.” bahu Azzam bergidik saat
mengatakannya, tapi matanya masih lekat memandang Luna, eh, payudara Luna. Ya,
mata Azzam sedang terarah ke sana sekarang, memperhatikan betapa besar dan
menariknya daging kembar itu.
“Aneh
bagaimana? Apakah lukisannya terlihat menakutkan?” tanya Luna, tidak menyadari
ke arah mana mata si bocah terarah.
“T-tidak,
tidak! B-bukan menakutkan… tapi, aneh…” Azzam menelan ludah, dalam pikiran
mudanya mulai terbentuk bayangan sepasang payudara yang besar dan putih mulus
milik Luna, dengan puting coklat kemerahan seukuran jari yang mencuat indah ke
depan.
“Hmm… kamu
bisa menceritakannya dengan lebih detail?” Luna menggeser duduknya, menempatkan
kedua susunya di atas meja. Azzam yang melihatnya, jadi makin susah untuk
ngomong.
“S-saya
ceritakan d-dari awal?”
“Ya, ceritakan
semuanya, aku siap mendengarkan.” Luna menyiapkan penanya, siap mencatat apapun
yang penting.
“Lu-lukisan
ini, warisan dari mendiang nenek saya…” Azzam memulai, matanya sama sekali tak
berkedip, terus memperhatikan payudara sang dokter yang dirasanya semakin
membusung.
”... lukisan
yang menggambarkan pemandangan alam di malam hari di suatu padang rumput di
daerah pegunungan, dengan fenomena alam berupa bintang jatuh.”
“Lalu apa yang
aneh dengan lukisannya?” tanya Luna, jari-jarinya mulai bergerak untuk menulis.
“Susunya...
eh, bintangnya…” jawab Azzam gugup, kemontokan payudara Luna membuatnya susah
untuk konsentrasi.
“Susu apa
bintang?” Luna bertanya menggoda. Senyum yang tersungging di bibir tipisnya
makin membuatnya terlihat menarik. Azzam ikut tersenyum sebelum melanjutkan
ceritanya.
“Lukisan itu
menggambarkan langit malam kelam dengan sepuluh titik terang berwarna putih
yang dapat saya pastikan itu adalah sekumpulan bintang. Salah satu bintang
digambarkan lebih rendah daripada sembilan bintang lain dan memiliki ekor di
belakangnya. Itu adalah bintang jatuh.” terangnya.
“Sepertinya
aku sudah bisa membayangkan bagaimana lukisan itu. Tapi, semuanya normal-normal
saja kan?” tanya Luna, catatan di bukunya semakin banyak sekarang.
“Sangat tidak
normal! Saat pertama kali saya melihat bintang jatuh itu, Widya, salah seorang
teman saya yang paling cantik, diperkosa orang. Akibatnya, dia harus opname di
rumah sakit karena kemaluannya robek. Sulit saya terima, karena setiap hari dia
selalu diantar jemput sopir.” membayangkan paras Widya yang cantik, ditambah
dua bulatan daging milik Luna yang sekarang ada di depan matanya, membuat penis
Azzam perlahan menggeliat.
“Ehm… kurasa
itu hanya sebuah kebetulan.” sahut Luna. ”
Kemana si
sopir saat kejadian itu?” tanyanya.
“Mobilnya
mogok, jadi agak telat sampai di sekolah. Widya yang tidak sabar menunggu,
memilih untuk pulang jalan kaki. Saat itulah dia diperkosa. Pelakunya belum
diketahui sampai sekarang. Dan saya yakin, INI BUKAN KEBETULAN!” Azzam
membantah, terlihat sangat yakin.
“Apa
maksudmu?” Luna bertanya tidak mengerti.
“Setelah
kejadian itu, bintang jatuh di dalam lukisan menghilang tanpa bekas.” kata-kata
Azzam bergema di ruangan itu.
“…”
Luna terdiam,
tangannya yang dari tadi sibuk menulis, sekarang berhenti. Ia berusaha mencerna
sekaligus membantah keterangan Azzam, tapi dia kehabisan kata-kata.
“Serius?”
akhirnya hanya itu yang keluar dari mulut manisnya.
“Tentu saja!
Saya tidak mungkin salah lihat.” Azzam terlihat sangat emosional, se-emosional
penisnya yang semakin tegak membesar.
“Mungkin
terkena kotoran yang menempel? Atau…” Luna mencoba memberi alternatif. Tapi
Azzam langsung memotongnya.
“Tidak
mungkin! Karena hilangnya benar-benar alami. Tak ada bekas kotoran atau apa
pun. Seolah bintang jatuh itu tidak pernah ada di dalam lukisan.”
“Aneh…” Luna
bergumam. Ia meletakkan ujung penanya di pipi, tampak tengah berpikir keras.
“Apa saya
bilang!” Azzam mengangguk, matanya makin melotot memandang payudara Luna yang
sekarang tidak terhalang tangan. Wuih, benda itu memang benar-benar menggoda.
Sudah besar, terlihat sangat bulat lagi. Pasti rasanya empuk sekali, batin
Azzam dalam hati. Penisnya makin membesar saja di dalam celana.
“Eh, ya… oke…
ini memang aneh, sulit untuk dipercaya. Tapi mungkin saja kamu mabuk saat itu
atau…” Luna kembali menekuri catatannya.
“Saya masih
enam belas tahun, Dok! Saya tidak mungkin meminum minuman keras!” sela Azzam
cepat, merasa dilecehkan.
“Oh, oke…
maaf…” Luna tersenyum, dia sedikit memajukan dadanya, membuat bulatan
payudaranya makin terlihat membusung.
“D-dokter
pasti tak akan percaya akan ceritaku selanjutnya.” dan Azzam menikmati
pemandangan indah itu dengan senang hati.
“Tak apa-apa, ceritakan
saja!” Luna mempersilahkan.
“…”
Tapi bukannya
membuka suara, Azzam malah sibuk membenahi celananya. Penisnya sudah ngaceng
sempurna sekarang, terasa ketat di sela selangkangannya, sakit sekali.
“Jadi?” Luna
menunggu dengan senyum di bibir. Azzam meluruskannya sebentar sebelum akhirnya
menjawab.
“Enam hari…
enam hari sejak kejadian itu, lukisan tersebut menampakkan kembali gambar
bintang jatuh.” katanya sambil menghembuskan nafas lega. Penisnya sudah mapan
sekarang, terasa lebih nyaman.
“…” Luna tidak
berkomentar, hanya tangannya yang bergerak untuk kembali sibuk mencatat.
“Bintang di
langit yang semula ada sembilan, mendadak berubah menjadi delapan.” Azzam
meneruskan kata-katanya.
“Oke, ini
mulai terdengar absurd.” Luna mengutarakan pikirannya.
“Saya juga
merasa begitu! TAPI INI SUNGGUHAN!” seru Azzam agak lebih keras, takut dikira
berbohong.
“Zam, kamu
tidak menggunakan obat-obatan kan?” tanya Luna lembut, dia tidak mau
pertanyaannya menyakiti perasaan bocah itu.
“SAYA TIDAK
SEDANG BERCANDA, DOK!” tapi tetap saja Azzam merasa tersinggung.
“La-lalu? Apa
yang terjadi setelah kau melihat bintang jatuh itu lagi?” Luna mengubah topik.
“Salah seorang
teman kecilku… Dia juga diperkosa di rumahnya!” Azzam berkata pedih. Terbayang
di pikirannya wajah manis Adelia saat mereka bermain bersama 8 tahun yang lalu.
“Wahahaha, ini
tidak mungkin.” Luna tertawa, tapi segera terdiam begitu menatap wajah garang
si bocah.
“INI
KENYATAAN, DOK!” Azzam sedikit berteriak.
“Tidak, ini
kebetulan.” Luna masih tidak percaya dengan omongan bocah itu.
“TIDAK! INI
BUKAN KEBETULAN! Berhentilah meragukan cerita saya, Dok!” Atau aku remas
susumu! ancamnya, tapi dalam hati.
”Inilah kenapa
orang tua saya menganggap saya gila. MEREKA TIDAK PERCAYA AKAN CERITA SAYA!”
Azzam kembali ingin menangis.
“Eh… iya…
baiklah… biarkan aku berpikir sejenak.” Luna membaca kembali catatannya,
mencari apapun yang aneh dan tidak wajar. Dan hasilnya, semua terlihat tidak
wajar!
“…”
Sementara itu,
Azzam memanfaatkan kesempatan itu untuk mengamati tubuh si Dokter lebih lekat
lagi. Dengan rambut disanggul ke belakang, Luna terlihat sangat cantik dan
seksi. Kulitnya putih bersih. Meski tubuhnya tidak terlalu langsing, tapi
karena lumayan tinggi, jadinya terlihat montok dan berisi. Dan inilah yang
paling mencolok, dadanya begitu menonjol ke depan, membulat tegak, apalagi sore
ini dia mengenakan blouse bahan kaos yang ketat warna krem, dengan jaket putih
yang tidak dikancingkan, makin mempertegas keindahan bentuk sepasang
payudaranya. Dipadu dengan rok mini warna coklat tua, yang membuat sepasang
kaki mulusnya makin bersinar menyilaukan.
Posting Komentar
0 Komentar